Margaretha dikabarkan memiliki delapan buah hati, tapi empat anak awalnya meninggal semua pada usia sekitar 3 atau 4 bulan. Kala itu hidup masih susah, sehingga tidak mampu hidup berkecukupan.
Kendati demikian, perjuangannya selama ini telah membuahkan hasil mengagumkan. Terbukti bahwa semua anaknya telah menjadi orang sukses dan berkecukupan.
Diceritakan Raymundus, Margaretha beberapa kali diajak ke rumah mewahnya. Namun saat ditinggal bertugas sebentar, tiba-tiba kedua orang tuanya tersebut sudah tidak ada di rumah. Margaretha dan sang suami diketahui pulang lagi ke desa mengendarai ojek tanpa berpamitan.
Keduanya terkadang hanya menginap dua atau tiga malam saja, saat anak dan cucunya tengah sakit. Kalau tinggal selamanya, tidak pernah mau. Mereka merasa bahwa anak dan orang tua telah memiliki kehidupan masing-masing.
Margaretha punya prinsip bahwa ia tidak mau bergantung pada kemewahan yang digapai oleh setiap anaknya. Malah Margaretha selalu membagi setiap pendapatan hasil berjualan di pasar dan ternak dari Yakobus untuk setiap anaknya. Seusai panen padi dan ditumbuk pun, Margaretha akan mengirim beras pada keempat anaknya setiap satu sekali.
Jika anak-anaknya memberi uang pada Margaretha, malah berujung teguran dari sang ibu. Semua anaknya bisa dimarahi. Margaretha masih ingin menafkahi dan bertanggung jawab meski anak-anaknya sudah dewasa dan sukses.
Oleh sebab itulah, kecintaan Margaretha dan Yakobus kepada anak-anaknya ini begitu menginspirasi banyak orang. Mereka tak pernah mau merepotkan anak-anaknya dan malah selalu memberi nafkah untuk keempat anak mereka yang sejatinya telah sukses.
Keduanya pun kerap menanamkan pelajaran hidup untuk anak-anaknya bahwa hidup butuh kerja keras, jujur, dan tidak mengambil hak orang lain. Itulah yang selalu dikenang oleh Raymundus. [*/Jly]