Berita viral terbaru: Petani asal Jepang ini kukuh mempertahankan lahan pertaniannya yang akan memperluas bandara Narita.
Padangkita.com – Nama Takao Shito begitu terkenal di negara Jepang. Lantaran dirinya yang nekat tetap memilih untuk tinggal di tengah-tengah bandara tersibuk di Jepang, Narita International Airport.
Awal mulanya lahan pertanian Takao merupakan bagian dari sebuah desa dengan 30 keluarga yang dikelilingi oleh ladang terbuka, dilansir dari Oddity Central.
Baca juga: Selain Ruben Onsu Ini 6 Seleb yang Punya Anak Adopsi
Namun, desa tersebut kemudian disulap menjadi sebuah bandara terbesar kedua di Jepang yaitu Narita International Airport di Prefektur Chiba, Jepang.
Seperti yang kita ketahui, tinggal di dekat bandara tidaklah mudah. Pasalnya setiap hari kita harus mendengarkan suara pesawat dan jet yang sangat memekakkan telinga. Takao sendiri mengaku sudah terbiasa dengan suara tersebut.
“Anda akan terbiasa dengan kebisingannya (pesawat),” ucap Takao, dilansir dari Akurat.
Tidak hanya itu, satu-satunya cara untuk keluar dari lahannya, Takao harus melalui terowongan bawah tanah.
Bukan tanpa sebab, Takao tetap memilih untuk tinggal di tengah bandara tersebut dan bekerja sebagai petani.
Takao ingin meneruskan dan melestarikan profesi sebagai petani seperti halnya dengan kakek dan ayahnya yang juga berprofesi sebagai petani.
Keluarga Takao telah menanam sayuran di lahan pertanian yang sama setidaknya selama lebih dari 100 tahun.
Ayah Takao juga sama dengan Takao yang pernah menolak rencana pemerintah untuk memperluas bandara Narita pada tahun 1966.
Hal ini juga yang menjadi alasan kenapa Takao dan para generasinya itu bersikukuh untuk tidak meninggalkan lahan pertaniannya.
Demi mempertahankan lahan pertanian keluarganya dan satu-satunya peninggalan dari leluhurnya yang tersisa, Takao terus menolak untuk pindah. Tidak hanya itu, Takao juga membuang mentah-mentah kompensasi lahan dari pemerintah yang mencapai hampir USD 1,7 juta atau setara dengan Rp 24,9 milliar.
Baca juga: Nikita Mirzani Unggah Foto Tanpa Busana, Netizen Malah Beri Pujian, Kok Bisa?
“Ini adalah tanah yang diolah oleh tiga generasi selama hampir satu abad, oleh kakek saya, ayah saya, dan saya sendiri. Saya ingin terus tinggal di sini dan bertani,” ungkapnya.
“Saya ditawari penyelesaian tunai dengan syarat saya meninggalkan pertanian saya. mereka menawarkan 180 juta yen (Rp 24,9 milliar). Itu setara dengan gaji seorang petani selama 150 tahun. Saya tidak tertarik dengan uang, saya hanya ingin terus bertani. Saya tidak pernah berpikir untuk pergi,” tegasnya lagi.
Takao tetap bertahan untuk mempertahakan lahan pertaniannya meski perjuangannya sangat melelahkan. Bahkan, Takao dapat mempertahankan lahan tersebut selama lebih dari dua dekade.
Kerja keras dan kegigihan dalam mempertahankan lahan milinya itu, Takao dijadikan sebagai simbol hak-hak sipil bagi penduduk Jepang.
Baca juga: Viral Babi Hutan Berperilaku Layak Manusia, Ini Kata Kankemenag Muratara
Kini, Takao masih merawat pertanian organik di tengah bandara Narita dan berhasil menjual hasil bumi segar kepada 400 pelanggannya.
Di pandemi Covid-19 ini memberikan dampat postif baginya dan keluarga. Lantaran lalu lintas udara anjlok drastis yang membuat Takao dan keluarga bisa hidup tenang tanpa suara bising pesawat. [*/win]