Berita viral terbaru: Kisah seorang wanita yang berhasil Melarikan diri dari kekejaman rezim Korea Utara.
Padangkita.com - Cerita mengenai kekejaman Presiden Korea Utara bukanlah isapan jempol belaka. Karena sejumlah hal tersebut telah dibuktikan dengan banyak hal belum lagi sederet aturan aneh yang mengatur kehidupan pribadi warganya sendiri.
Seperti yang dialami oleh seorang perempuan bernama Yeonmi Park berikut ini. Dirinya tumbuh besar di Korea Utara yang menyebabkannya tidak memahami bagaimana konsep cinta dan persahabatan itu sendiri.
Wanita cantik tersebut menuturkan bahwa jika semua orang hanya sekedar rekan kerja serta kekaguman hanya dipersembahkan untuk pimpinan tertinggi dari rezim yang berkuasa.
Mirisnya lagi orang tuanya sendiri bahkan tidak pernah mengungkapkan jika mereka mencintai dirinya sebagai seorang anak.
Merupakan pemandangan yang biasa yang ditemuinya jika hidup dalam keadaan sekarat serta mati listrik. Sehingga menyebabkan dirinya terpaksa untuk berlindung dalam gelap gulita dengan dinginnya malam.
Park adalah satu dari sekian ratus pembelot Korea Utara yang kabur ke Amerika Serikat (AS). Ia melarikan diri bersama ibunya di tahun 2007 saat umurnya masih 13 tahun.
Dirinya mengibaratkan jika berada di Korea Utara terisolasi sepenuhnya dari dunia luar tindak seperti Iran atau Kuba.
Kedua negara tersebut mungkin hanya terisolasi secara geografis tapi masih bisa berhubungan dengan dunia luar namun mereka tidak demikian ibaratnya memang telah dicuci dari semua hal yang berhubungan dengan kehidupan.
“Saat saya tumbuh besar di sana, saya tak sadar sedang terisolasi, saya tak tahu sedang menyembah seorang diktator," ungkapnya dalam sebuah wawancara.
Baca juga: Alamat Pengiriman Paketnya Beralamat Istana Dikritik, Ini Balasan Kaesang
Wanita 26 tahun tersebut menyebutkan jika sedari kecil dirinya telah diajarkan jika pemimpin tinggi Korea Utara merupakan Dewa yang mempunyai kekuatan untuk membaca pikiran orang.
Doktrin tersebut membuat banyak rakyat jelata merasa takut untuk bicara atau berprasangka buruk pada mereka.
Selain itu di sekolah sendiri anak-anak diajarkan dan dipaksa melakukan sesi kritik untuk menyerang dan juga mencari kesalahan teman-teman sekelasnya.
Hal ini ini membuat mereka tidak memiliki kepercayaan satu sama lain dan terjadinya perpecahan.
Maka dari itu para anak di sana tidak memiliki sahabat sama sekali karena memang tidak pernah diajarkan arti dari konsep persahabatan itu sendiri.
Wanita yang kini menjadi aktivis HAM ini bercerita harus makan serangga untuk bertahan hidup.
Paman dan neneknya pun meninggal akibat kurang gizi. Ia bercerita jika negaranya menghabiskan miliaran dolar hanya demi membuat sistem uji nuklir tapi membuat sebagian besar rakyatnya mati kelaparan.
Usai kabur dan menyeberang ke China melalui Sungai Yalu yang membeku, ibu Park dilecehkan oleh pedagang manusia.
Keduanya pun dijual kepada pria China, sang pembeli pertama membayar kurang dari USD 300 (Rp4,4 juta) untuk Park.
Walaupun saat itu mereka berhasil kabur saat Ayah meninggal dunia akibat kanker usus besar setelah berhasil menyeberang ke perbatasan.
Baca juga: Terlalu Pelit, Raja Ini Tak Sadar Uang yang Ditimbunnya Dimakan Tikus
Walaupun sempat berpisah mereka akhirnya kembali bertemu dengan sang kakak setelah melintasi Gurun Gobi Dan mencari Suaka di Korea Selatan berkat bantuan misionaris Kristen.
Park pun melanjutkan pendidikannya di Seoul, lalu pindah ke New York di tahun 2014. Di Negeri Paman Sam, ia mulai berani berbicara menentang rezim Kim Jong-un.
Keselamatannya sendiri dipertaruhkan dan banyak kerabatnya telah menghilang. Walau berbagai hal buruk telah dialaminya Ia juga cukup merasa bersyukur terlahir di Korea Utara.
Baca juga: Demi Mendapat Air Bersih, Warga Desa Ini Harus Mengarungi Lautan
Karena dengan demikian ia bisa melihat langsung seperti apa rasanya perjuangan untuk mendapat kebebasan di tengah penindasan yang dialaminya. [*/Nlm]
Baca berita viral terbaru hanya di Padangkita.com.