Sebagian besar para gadis papakatsu memiliki usia yang masih muda. Namun begitu, berdasarkan survei yang pernah dilakukan ada banyak pula gadis papakatsu yang memiliki usia dewasa bahkan telah menikah.
"Rata-rata usianya mulai dari 18 sampai 50 tahun. Pekerjaan mereka juga beragam, seperti anak kuliahan, pekerja kantoran, ibu rumah tangga, single mother dan lainnya. Kebanyakan dari mereka melakukannya karena alasan keuangan,” ungkap Sara Takaishi, seorang wanita yang pernah bekerja di industri papakatsu.
“Si cowok biasanya seorang pebisnis tajir yang punya status tinggi, yang mana langka banget bagi kebanyakan gadis untuk bisa ngobrol dengan cowok seperti itu. Kadang, si gadis jadi bisa mengembangkan network mereka lewat papakatsu," sambungnya.
Di Jepang sendiri bisnis papakatsu memang tengah digemari oleh para wanita, terutama salama masa pandemi. Hal itu lantaran banyak masyarakat yang mengalami masalah perekonomian.
Alhasil, beberepa dari mereka memilih untuk bekerja yang mudah menghasilkan uang untuk biaya hidup.
"Jumlah gadis papakatsu semakin meningkat, terutama karena virus corona. Banyak perusahaan yang terpaksa tutup, terutama bisnis-bisnis malam yang paling terkena dampaknya, jadi para pekerja di sana tak punya pelanggan sekarang dan mereka beralih jadi gadis papakatsu," ujar Yuto, seorang produser dari industri Papakatsu.
Meski sering dianggap sebagai pekerjaan yang tidak baik, namun beberapa pemilik bisnis papakatsu memberikan ilmu pada para gadisnya agar tak terjerumus oleh sugar daddy nakal. Hal itu mereka lakukan untuk menekan angka kejahatan. Bahkan beberapa gadis papakatsu harus menjalani beberapa pelatihan terlebih dulu.
"Aku mengajari mereka bagaimana caranya agar tidak ditipu oleh sugar daddy yang nakal. Aku memberikan mereka informasi tentang tipe-tipe sugar daddy yang harus mereka hindari. Aku juga mengajari mereka bagaimana caranya untuk memuaskan para pria tajir. Pastinya pria tak suka wanita yang terlalu serakah, jadi aku mengajari para member caranya untuk membuat sugar daddy mereka mau memberi makan," jelas Yuto.
Seorang gadis papakatsu bernama Sara menjelaskan bahwa kebanyakan sugar daddy yang menyewa gadis papakatsu karena mereka memiliki masalah dengan pasangannya atau hanya ingin sekedar merasakan berkencan seperti saat masih muda. Hal itulah yang membuat mereka lebih memilih menghabiskan waktu dengan gadis papakatsu meski tak melakukan hubungan intim.
"Para pria tersebut tidak akur dengan istrinya atau tidak bahagia dengan rumah tangganya, jadi mereka merasa kesepian dan ingin merasa dicintai atau disembuhkan oleh orang lain. Tapi ada juga kok yang melakukannya meski rumah tangganya baik-baik saja karena merasa jika papakatsu dan pernikahan adalah dua hal yang berbeda," jelas Sara.
Lantaran sering dianggap negatif, banyak pro dan kontra dari warga Jepang untuk bisnis papakatsu ini. Banyak yang beranggapan jika hal ini tak ada bedanya dengan prostitusi, dan para gadis papakatsu tersebut tak lebih dari simpanan pria kaya.
Baca juga: Hidup Mapan di Prancis, Pria Ini Justru Pilih Tinggal di Indonesia Jadi Tukang Gali Sumur
Meski begitu, ada pula yang mengaggap bisnis tersebut membantu perekonomian para gadis yang sedang membutuhkan uang. Tak hanya itu, bisnis ini juga dianggap bisa mengurangi angka kriminalitas.
Lantaran populernya bisnis ini berhasil menarik perhatian salah satu rumah produksi di Jepang. Pada tahun 2017 lalu, sutradara Hiromasa Kato menggarap drama dengan mengangkat kisah tentang sugar daddy.
Drama tersebut berjudul Papakatsu yang dibintangi oleh Marie Litoyo dan Atsuro Watabe. Miliki 8 episode, drama ini mendapatkan rating yang cukup tinggi dari para pecinga drama Jepang. [*/Prt]