Pada waktu luangnya dia bisa bermain dengan teman-temannya, dan pergi berlibur pada hari libur penting, namun kakinya tidak boleh menyentuh tanah.
Sebagai dewi perkataan dan perbuatannya dianggap sebagai petanda baik dan buruk, karena itu dalam banyak kasus dewi harus tidak memiliki ekspresi dan tidak melakukan apapun saat bertemu orang.
Sampai remaja, Kumari berikutnya akan dipilih, sementara Kumari yang sudah remaja bisa turun takhta. Sementara pemerintah akan memberikan uang Rp1,2 juta per bulan, saat menjadi dewi dan Rp600 ribu setelah turun takhta.
Baca juga: Lantaran Kesal, Pria Ini Bunuh Selingkuhan Brondong Ibunya
Kehidupan sosial, para dewi setelah pensiun hanya dapat tinggal di rumah dan bergantung pada orang tua, kerabat, teman, dan orang-orang baik untuk mendukung kehidupan.
Takhayul yang lebih kejam adalah bahwa setiap pria yang jatuh cinta dengan "Sang dewi yang hidup" akan mati karena hemoptisis dalam waktu enam bulan perkawinan.
Ini membuat hidup sang dewi lebih kesepian setelah pensiun, dan pada akhirnya menyebabkan banyak dewi dipaksa keluar dari pernikahan setelah pensiun dan hanya bisa berada di kamar. [*/Son]