Berita viral terbaru: Tradisi unik di India saat anak perempuan lahir, orang tua wajib menanam dan merawat 111 pohon sampai dewasa.
Padangkita.com- Dalam menyambut kelahiran bayi dalam sebuah keluarga biasanya selalu ada tradisi unik. Tentunya tradisi tersebut berbeda untuk satu wilayah dengan wilayah lainnya.
Banyak juga yang menyebut jika tradisi yang ada tersebut haruslah dilakukan oleh pasangan yang telah menjadi orang tua.
Baca juga: Diajak Bulan Madu ke Rumah Mertua, Ternyata Wanita Ini Tahu Akan Dibunuh Suaminya, Untung Saja
Seperti halnya salah satu tradisi unik yang ada di India. Karena berdasarkan kepercayaan serta peraturan yang telah dijalani masyarakat berpuluh tahun lamanya, orang tua wajib menanam pohon untuk anaknya yang baru lahir jika berjenis kelamin perempuan.
Tradisi unik ini terjadi di Desa Piplantri, India. Mencengangkannya lagi pohon yang harus ditanam oleh orang tua sang bayi tidaklah berjumlah sedikit namun, sebanyak 111 pohon sebagai penanda kelahiran.
Kewajiban sang orang tua juga tidak hanya sebatas pada menanam pohon saja. Namun mereka juga harus merawat pohon tersebut hingga besar selayaknya membesarkan anak sendiri.
Untuk membuktikan janji tersebut, orangtua juga harus menandatangani surat pernyataan yang berkekuatan hukum.
Serta setiap orang tua harus memberikan pendidikan kepada putri mereka dan tidak akan menikahkan sebelum berusia 18 tahun.
Peraturan ini mulanya diterapkan oleh pemimpin desa bernama Shyam Sundar Paliwal di Rajasthan. Ia saat itu begitu terpuruk setela kehilangan sang putri yang berusia masih sangat muda.
Akhirnya ia memastikan jika masyarakat selalu menghargai keberadaan anak perempuan semenjak tahun 2006.
Baca juga: Waktu Bayi Dibuang ke Tempat Sampah, Kini Pria Ini Jadi Miliarder
Dari data yang ada, Paliwal menyatakan jika setiap tahunnya ada sekitar 60 anak perempuan lahir di Piplantri.
Namun setengah dari itu, banyak orangtua enggan menerima anak gadis karena dipandang kurang berharga dan lebih mahal.
Namun setelah adanya aturan penanaman pohon tersebut, banyak keluarga mulai berupaya dapat memiliki anak perempuan. Peratuan ini sebenarnya juga ia buat sebagai salah satu upaya memerangi budaya aborsi janin perempuan.
Sepuluh tahun setelah aturan ini diberlakukan, desa tersebut dikenal dengan ‘eco-feminisme’ yang sangat berkembang.
Baca juga: Kisah Pilu Seorang Janda Tinggal di Gubuk, Membuat Warga Empati
Dari hasil tanaman yang diwajibkan tersebut telah mendatangkan keuntungan ekonomi tersendiri bagi keluarga yang bersangkutan.
Mulai dari buah mangga, neem, sheesham dan amla, dan lain sebagainya. Selain itu, penduduk desa juga menanam lidah buaya di sekitar pohon sebagai pestisida alami. [*/Nlm]