Tarif Listrik Melambung, Mungkinkah Mencari Energi Terbarukan dari Uap Air di Atmosfer?

Kolom Padangkita.com: Opini Nofi Yendri Sudiar

Nofi Yendri Sudiar. [Dokumentasi pribadi, diolah Padangkita.com]

Banyak masyarakat mengeluhkan kenaikan tarif listrik pada bulan Juni 2020. Di berbagai media sosial bertebaran keluhan kenaikan tarif listrik yang sangat tidak masuk akal. Di sisi lain pihak PLN membantah terjadinya kenaikan tarif dasar listrik.

Menurut Direktur Human Capital Manajemen PLN Syofvie Felianti Roekman, salah satu alasan membengkaknya tagihan listrik adalah meningkatknya konsumsi listrik selama kebijakan beraktivitas dari rumah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan. Kenaikan tarif listrik yang bahkan mencapai dua kali lipat ini membuat kita berpikir untuk mencari energi alternatif.

Pencarian sumber energi terbarukan oleh ilmuwan di seluruh dunia bukanlah hal yang baru lagi. Berbagai sumber untuk memperoleh energi terbarukan sudah sering kita dengar seperti pembangkit listrik tenaga angin, tenaga matahari, panas bumi, biomassa dan lain sebagainya.

Baru-baru ini ilmuwan dari Universitas Tel Aviv yaitu Prof. Colin Price bersama dengan Prof. Hadas Saaroni dan mahasiswa doktoral Judi Lax menemukan bahwa uap air di atmosfer dapat berfungsi sebagai sumber energi terbarukan yang potensial di masa depan. Hasil penelitian mereka telah dipublikasikan dalam Scientific Reports pada 6 Mei 2020.

Penelitian ini didasari dari Fisikawan Inggris Michael Faraday yang menemukan bahwa tetesan air dapat mengisi permukaan logam akibat gesekan di antara kedua permukaannya. Sebuah studi yang jauh lebih baru menunjukkan bahwa logam tertentu secara spontan membangun muatan listrik ketika terkena kelembaban.

Prof. Price menjelaskan bahwa tidak ada tegangan di antara logam tersebut ketika udara kering. Namun begitu kelembaban relatif naik di atas 60%, tegangan mulai berkembang di antara dua permukaan logam yang terisolasi. Ketika diturunkan tingkat kelembaban hingga di bawah 60%, tegangannya menghilang. Ketika dilakukan percobaan di luar ruangan diperolah hasil yang sama dengan percobaan di laboratorium.

Lebih lanjut Prof. Price menjelaskan bahwa air adalah molekul yang sangat istimewa. Molekul yang bertumbukan dapat mentransfer muatan listrik dari satu molekul ke molekul lainnya. Melalui gesekan, ia dapat membangun semacam listrik statis.

Dia mencoba mereproduksi listrik di laboratorium dan menemukan bahwa permukaan logam terisolasi yang berbeda akan menghasilkan jumlah muatan yang berbeda dari uap air di atmosfer, tetapi hanya jika kelembaban relatif udara di atas 60%. Kondisi ini dapat terjadi setiap hari di sebagian besar negara tropis.

Menurut Prof. Price, studi ini menantang gagasan tentang kelembaban dan potensinya sebagai sumber energi. “Orang-orang tahu bahwa udara kering menghasilkan listrik statis dan Anda kadang-kadang terkejut ketika menyentuh pegangan pintu logam. Air biasanya dianggap sebagai konduktor listrik yang baik, bukan sesuatu yang dapat menghasilkan muatan listrik di permukaan. Namun, tampaknya ada yang berbeda begitu kelembaban relatif melebihi ambang batas tertentu," katanya.

Sumatra Barat yang dilalui oleh garis khatulistiwa merupakan daerah yang memiliki kelembaban tinggi sepanjang tahun.

Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandara Internasional Minangkabau menunjukkan bahwa kelembaban udara rata-rata Kota Padang selama 10 tahun (2008-2017) adalah 86%.

Kelembaban udara terendah adalah 62% dan kelembaban udara tertinggi 99%. Selain memiliki kelembaban yang tinggi, Padang juga memiliki suhu udara yang tinggi pula sepanjang tahun. Dengan kondisi alam tersebut penemuan ini sangat mungkin dikembangkan di wilayah Sumatra Barat.

Penemuan ini juga dapat digunakan sebagai sumber energi terbarukan, terutama di daerah dengan kondisi kelembaban udara tinggi selama malam dan siang hari. Kondisi ini cocok untuk daerah tropis dengan suhu tinggi dan kelembaban  udara tinggi serta daerah pantai seperti Kota Padang.

Hasil ini sangat penting sebagai energi terbarukan di kawasan tropis seperti Indonesia karena masih banyak daerah-daerah terpencil yang masih jauh dari akses PLN, tetapi kelembaban udaranya konstan tinggi sepanjang tahun. (*)


Dr. Nofi Yendri Sudiar
Dosen Fisika Universitas Negeri Padang

Baca Juga

Kolom Wiko Saputra: Korupsi Birokrasi Sumbar, Korupsi Sumbar, Budaya Korupsi
Kasus Nurdin Abdullah, Hati-hati Buat Mahyeldi
Dokumenter Film Festival: Sebuah Kecerobohan Berbahasa
Dokumenter Film Festival: Sebuah Kecerobohan Berbahasa
Daerah Istimewa Minangkabau
Daerah Istimewa Minangkabau
Kolom: Nurul Firmansyah
Konflik Agraria dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat
Kolom Wiko Saputra: Korupsi Birokrasi Sumbar, Korupsi Sumbar, Budaya Korupsi
Antivaksin di Sumbar
Opini Holy Adib
Salah Kaprah Penggunaan Frasa Tes Swab di Media Massa (Daring)