Berita viral terbaru: Pemerintah Sudan saat ini hapus syariat Islam yang telah 30 tahun diterapkan sebelumnya.
Padangkita.com– Telah bertahun-tahun lamanya Sudan menerapkan syariat Islam dalamkehidupan bermasyarakat. Bahkan hal ini telah dimualai sejak tahun 1989.
ebelumnya negara ini mengalami begitu banyak pertikaian di kehidupan bermasyarakat. Hingga saat Presiden Umar al-Bashir terpilih ia berkomitmen mempertahankan perundang-undangan Islam, seperti yang dilansir dari Republika.co.id.
Namun saat ini kembali datang berita yang mengejutkan dari Sudan, karena setelah 30 di bawah Pemerintahan Islam, negara ini menerapkan aturan baru. Saat ini Sudan mengadopsi reformasi skala besar mengubah penggunaan hukum syariah.
Akibat dari aturan yang baru diterapkan ini minuman beralkohol telah diperbolehkan bagi warga non-Muslim.
Tidak hanya itu saja, hukuman cambuk yang biasa diberlakukan kini sudah tidak lagi digunakan. Namun bagi warga Muslim tetap di larang mengonsumsi minuman keras ini.
Melansir dari Wartaekonomi, alasan pengubahan aturan syariat Islam ini dikarenakan anggapan jika itu melanggar asasi manusia di Sudan. Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Kehakiman, Nasredeen Abdulbari. Rancangan undang-undang baru ini disahkan pekan lalu.
Hal ini juga terjadi setelah Omar al-Bashir berhasil digulingkan tahun lalu. Ia juga menjelaskan jika pemerintah yang berkuasa saat ini terdiri dari orang-orang campuran yang turut serta menggulingkan Bashir. Serta mereka juga terdiri dari mantan sekutunya di militer, yang akhirnya melakukan kudeta.
Baca juga: Dapati Istri Lagi "Skidipapap" dengan Pria Lain, Pria Ini Tetap Bersikap Tenang
Akibat tidak lagi menerapkan syariat Islam, saat ini wanita di Sudan telah diperbolehkan keluar secara bebas. Tidak lagi memerlukan izin dari kerabat laki-laki untuk bepergian dengan anak-anak mereka.
Abdulbari juga menjelaskan walau telah diubah, namun masih akan tetap ada hukuman yang dikenakan jika kedapatan warga non-Muslim minum dengan warga Muslim.
Ia melanjutkan jika keputusan ini dibentuk atas bentuk pertentangan diskriminasi yang dialami kaum minoritas non-Muslim.