Mencari Figur Sumbar 1

Kolom Wiko Saputra: Korupsi Birokrasi Sumbar, Korupsi Sumbar, Budaya Korupsi

Wiko Saputra. [Karikatur: Dokumentasi Pribadi]

Pemimpin Sumbar harus berwawasan global, tidak seperti “katak dalam tempurung”. Lima tahun ke depan, Sumbar tidak hanya bersaing dengan provinsi tetangga, tapi akan bersaing secara global.

Tulisan ini tidak ditujukan untuk mendukung figur tertentu dalam Pilkada Sumatra Barat (Sumbar) 2020. Tujuannya, memberikan edukasi kepada masyarakat untuk memilih figur yang tepat, untuk memimpin Ranah Minang dalam lima tahun ke depan. Hal ini penting, karena tantangan pembangunan di ‘Nagari Urang Awak’ semakin kompleks.

Dibutuhkan figur pemimpin yang bisa membawa perubahan, yaitu pemimpin yang bisa membangun kesejahteraan pada semua lapisan masyarakat. Apalagi, pagebluk Covid-19 yang terjadi, telah meluluhlantakkan sendi kehidupan masyarakat. Ini harus direspons cepat oleh pemerintah daerah dengan kinerja yang lebih baik. Oleh karena itu, Sumbar butuh pemimpin yang memiliki pengalaman menangani masalah (problem solving), bukan pemimpin yang coba-coba atau menambah masalah (problem maker).

Tahun 2020 adalah masa sulit dalam pembangunan nasional dan daerah. Kita telah dihadapkan oleh sebuah wabah yang tidak hanya menyebabkan krisis kesehatan, tapi juga menyebabkan multi-krisis. Tentu badai ini tak akan berlalu dengan cepat. Krisis ini akan panjang, meski nanti ditemukan vaksin. Tapi untuk kembali normal, kita membutuhkan waktu, minimal dua tahun bagi perekonomian Sumbar. Persoalannya, fase pemulihan itu, sama dengan fase transisi pemerintah di Bumi Bagonjong ini. Pemimpin Sumbar akan datang, langsung menghadapi persoalan rumit.

Selain itu, globalisasi semakin sulit dibendung. Bahkan, sekarang, globalisasi menemukan sahabat baru, berupa perkembangan teknologi dan informasi yang ultrasonik. Kita tak pernah menyangka, sebuah telepon genggam bisa menghubungkan seorang petani di pelosok pedesaan dengan pembelinya di luar negeri dengan mudah. Seorang pelajar dengan gawainya, bisa belajar dengan bimbingan tutorial profesional secara online. Bahkan, petani tidak perlu lagi repot merawat sawahnya, karena sudah dibantu oleh drone. Semua itu, secara alamiah telah mengubah sistem tata kelola pembangunan.

Oleh karena itu, Sumbar tidak bisa lagi terisolasi dari globalisasi dan perkembangan teknologi informasi. Termaktub juga tata kelola pemerintahannya, harus responsif terhadap hal tersebut. Itu membutuhkan figur pemimpin yang bekerja di luar kebiasaan sistem birokrasi yang kolot.

Apa yang Jadi Tantangannya?

Sebelum menelisik lebih jauh, figur pemimpin apa yang cocok buat pembangunan Sumbar lima tahun akan datang, mari kita tengok bagaimana kondisi indikator pembangunannya. Harus diakui, Ranah Minang memiliki keunggulan komparatif dibandingkan provinsi lain di Indonesia, yaitu kualitas sumber daya manusia (SDM) dan tatanan sosial. Ini sudah terbentuk menjadi kekuatan dalam pembangunan manusia (human development) dan pondasi dalam pembangunan daerah.

Meski demikian, basis indikator ini tidak kuat, bila menghadapi dan merespons arus globalisasi dan perkembangan teknologi informasi. Karena, SDM Sumbar tidak pernah didesain untuk menghadapi revolusi dari kedua hal tersebut. Dampaknya, meski secara nasional, indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sumbar sangat baik, tapi tidak cukup menghadapi dampak globalisasi dan perkembangan teknologi informasi. Apalagi, pandemi Covid-19 telah merevolusi semua model pendidikan dan ekonomi, menuju digitalisasi.

Alhasil, output pendidikannya tidak optimal terserap oleh lapangan pekerjaan. Faktanya, angka pengangguran di Sumbar pada 2019 mencapai 5,29%. Angka ini bisa lebih ekstrem, bila melihat struktur pasar kerja, yang komposisi pasar kerja informal dan struktur setengah pengangguranya sangat besar. Artinya, penduduk Sumbar sangat terbatas mengakses pekerjaan-pekerjaan yang layak. Hal ini berdampak pada rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat.

Lampiran Gambar

Meski angka kemiskinan cenderung turun dalam satu dekade terakhir, sebenarnya penurunan itu tidak secara otomatis berimplikasi pada ketahanan ekonomi rumah tangga. Karena, angka rumah tangga yang masuk kategori rentan atau diambang batas garis kemiskinan sangat tinggi. Sedikit saja terjadi gejolak ekonomi, kelompok rentan ini akan terjungkal, masuk lagi menjadi kriteria miskin, seperti yang terjadi saat ini, di masa pandemi, terjadi penambahan masyarakat miskin sebanyak 1.140 jiwa.

Secara struktur ekonomi, Sumbar memang berbeda dengan beberapa provinsi tetangga, seperti Sumatra Utara, Riau, Bengkulu dan Jambi. Struktur perekonomian Sumbar didominasi oleh dua sektor usaha, yaitu pertanian dan perdagangan.

Kedua sektor ini memiliki kontribusi sebesar 37,9% terhadap total perekonomian. Untuk sektor pertanian, didominasi oleh pertanian pangan (6,4%), tanaman perkebunan (5,48%) dan perikanan (3,93%). Dengan struktur ekonomi ini, Sumbar sebenarnya memiliki daya tahan ekonomi yang cukup kuat.

Meski demikian, secara rantai pasok (supply chain), sektor pertanian di Sumbar belum mapan, karena baru terdistribusi di dalam daerah dan provinsi tetangga. Padahal, jika mampu masuk ke dalam sistem rantai pasok global (global supply chain), daya saing produk pertanian Sumbar akan lebih kuat dan kontribusinya terhadap perekonomian semakin tinggi.

Oleh karena itu, sudah saatnya, kita meningkatkan daya saing produk pertanian ini. Sumbar mempunyai potensi besar. Peranan riset dan teknologi penting diperkuat, agar ke depan, produk-produk pertanian yang dihasilkan bukan bernilai tambah rendah. Namun, sudah high quality, yang memenuhi standar produk pertanian internasional. Sumbar perlu membangun ekosistem pertanian yang link and match dengan teknologi digital. Selain itu, infrastruktur pertanian perlu ditingkatkan, terutama dalam pengolahan pasca-panen, agar produk-produk yang dihasilkan dapat berkualitas tinggi dan bertahan lama.

Tantangan berikutnya adalah persoalan kesehatan. Ini harus menjadi perhatian serius dalam lima tahun ke depan. Covid-19 telah menunjukkan kita, bahwa sistem kesehatan yang ada saat ini sangat rapuh. Ini bukan pekerjaan rumah dari Sumbar semata, tapi menjadi persoalan nasional. Meski demikian, Sumbar harus berbenah, pembangunan sektor kesehatan harus menjadi prioritas. Kita tidak hanya diancam oleh berbagai jenis penyakit menular dan tidak menular, tetapi juga kerentanan terhadap bencana alam, menjadi faktor lain, untuk mempersiapkan sistem kesehatan daerah. Sistem kesehatan kebencanaan juga diperkuat dan menjadi arus utama dalam pembangunan sektor kesehatan daerah ke depannya.

Selain itu, masyarakat Sumbar dihadapkan dengan persoalan kualitas gizi yang rendah. Ini sebenarnya aneh, di tengah kondisi ketahanan pangan yang relatif kuat, anak-anak Minang ternyata kekurangan asupan gizi yang berkualitas. Faktanya, satu dari tiga anak balita di Sumbar mengalami masalah gizi akut atau stunting (Kemenkes, 2018).

Stunting akan menyebabkan penurunan kualitas SDM pada jangka panjang. Ini berbahaya, di saat kompetisi global semakin tinggi, kita akan menghadapi generasi masa depan yang kerdil secara fisik dan rendah secara kemampuan kognitif. Ini perlu segera diatasi. Pemerintah daerah harus memutus mata rantai kekerdilan ini dengan program-program gizi yang tepat guna.

Kriteria Pemimpin

Dari berbagai tantangan di atas, pemimpin Sumbar akan datang harus mampu meramu semua persoalan tersebut menjadi sebuah kebijakan yang efektif bagi pembangunan daerah. Pemimpin yang kita harapkan adalah pemimpin yang mau bekerja keras untuk masyarakat, bukan pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi dan kelompok, bahkan bukan pemimpin yang dipoles oleh pencitraan.

Mereka harus memiliki kompetensi sebagai problem solving, karena ketika menjabat, akan ada ribuan masalah di depan mata yang perlu diselesaikan dengan cepat. Oleh karena itu, kriteria yang diperlukan adalah sosok pemimpin yang memiliki pengalaman luas dalam tata kelola kebijakan dan pembangunan. Paham dengan inti persoalan, pranata sosial dan sistem birokrasi pemerintahan. Tidak hanya bekerja cepat, tapi memiliki prinsip bekerja cerdas. Orang ini bukan saja berasal dari sistem birokrasi yang ada saat ini, tapi bisa berasal dari luar birokrasi, namun paham dengan seluk-beluk tata kelola pemerintahan.

Kriteria lainnya adalah mampu membangun hubungan yang baik dengan pemerintah pusat. Ingat, dalam sistem ketatanegaraan, pemerintah provinsi adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. Kerja-kerja tata kelola pemerintahan, tidak bisa lepas dari target dan prioritas pembangunan nasional. Oleh karena itu, pemimpin ke depan harus membangun sinergi pemerintahannya dengan pemerintah pusat, bukan justru menjadi oposisi.

Pemimpin Sumbar harus berwawasan global, tidak seperti “katak dalam tempurung”. Lima tahun ke depan, Sumbar tidak hanya bersaing dengan provinsi tetangga, tapi akan bersaing secara global. Kita akan menghadapi provinsi/negara bagian lain di luar Indonesia, seperti Johor (Malaysia), Chiang Mai (Thailand), Thai Nguyen (Vietnam) dan lainnya. Untuk memenangkan persaingan itu, modalnya adalah SDM, teknologi dan informasi serta daya saing ekonomi. Kita butuh sosok pemimpin yang mampu meramu ketiga hal tersebut untuk meningkatkan daya saing Sumbar di dunia internasional.

Kriteria terakhir adalah pemimpin yang bisa merangkul semua komponen masyarakat. Meski orang Minang adalah satu entitas, tapi kita masih disekat oleh sistem primordial, yaitu kewilayahan. Masih ada dikotomi pesisir dan non pesisir atau antar-kabupaten/kota. Bahkan, dikotomi ekstrem pun masih subur antara orang Minang dan non-Minang yang telah turun temurun tinggal di Ranah Minang, seperti Tionghoa, Jawa, Batak, Nias dan lainnya.

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa merangkul semuanya menjadi sebuah kekuatan dalam pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemimpin Sumbar ke depan, jangan menyemai lagi persoalan primordial bahkan SARA dalam menjalankan roda pemerintahannya. Orang Minang adalah orang yang egaliter dan menerima semua perbedaan. Jangan hanya ingin berkuasa, kita menghilangkan budaya egaliter tersebut dan memecah belah persaudaraan.

Pada akhirnya, pesta demokrasi kali ini akan berat. Kita masih berada di tengah pandemi Covid-19 dengan semua persoalan yang ditimbulkannya. Efek politik pecah belah yang terjadi di tingkat nasional dan Jakarta kemarin masih ada. Kita tidak mau pesta demokrasi ini dilakukan dengan cara-cara tidak etis dan saling menjatuhkan antara para kontestan. Rakyat Sumbar harus cerdas dalam berdemokrasi dan memilih pemimpin ke depan. Kalau salah pilih, kompensasinya berat dalam membangun Sumbar yang lebih maju dalam lima tahun ke depan. [*]


Wiko Saputra
Praktisi Ekonomi dan Perantau Minang

Baca Juga

Kolom Wiko Saputra: Korupsi Birokrasi Sumbar, Korupsi Sumbar, Budaya Korupsi
Kasus Nurdin Abdullah, Hati-hati Buat Mahyeldi
Dokumenter Film Festival: Sebuah Kecerobohan Berbahasa
Dokumenter Film Festival: Sebuah Kecerobohan Berbahasa
Daerah Istimewa Minangkabau
Daerah Istimewa Minangkabau
Kolom: Nurul Firmansyah
Konflik Agraria dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat
Kolom Wiko Saputra: Korupsi Birokrasi Sumbar, Korupsi Sumbar, Budaya Korupsi
Antivaksin di Sumbar
Opini Holy Adib
Salah Kaprah Penggunaan Frasa Tes Swab di Media Massa (Daring)