Suasana kian mencekam, para lelaki itu merubungi Ida sembari bersorak-sorai. “Saya tidak mengerti apa yang terjadi selanjutnya,” ungkapnya. “Saya merasa sudah pasti bahwa ini adalah akhir hidup saya.”
Ida gelisah, demikian dalam catatannya, lantaran suasana kian menakutkan.
Namun, tampaknya dia tidak kehilangan kendali. Dalam situasi teror, perempuan itu duduk di sebongkah batu.
Lalu, sekonyong-konyong mereka mendatanginya sembari menunjukkan gerakan-gerakan yang mengancam.
Baca juga: Perempuan Ini Menempuh Jarak 11,329 Km Mencari Orang Tua Kandungnya di Jakarta
Kemudian, Ida bangkit dan mencoba berbicara kepada lelaki beringas di dekatnya dengan bahasa separuh Melayu dan separuh Batak.
Sembari tersenyum Ida berkata, “Mengapa Anda tidak berkata saja bahwa Anda akan membunuh dan memakan seorang perempuan tua seperti saya. Saya pastilah sangat sulit dimakan dan alot.”
Ida, dengan gaya pantomimnya, berusaha menjelaskan kepada mereka bahwa dirinya tidak takut apapun.
Bahkan, apabila mereka menginginkannya, dia rela dibawa oleh mereka asalkan mereka mengantarnya ke Eier Tau—Danau Toba.
Kemudian para lelaki beringas dan bertombak itu melepaskan tawa mereka. Barangkali, kepercayaan diri yang Ida tunjukkan telah membuat suatu kesan bersahabat kepada mereka.
Pada akhirnya, mereka menyambut Ida dengan uluran tangan, dan lelaki bertombak yang melingkari perlahan membuka jalan untuk dirinya.
Ida bersuka cita lantaran terlepas dari bahaya di pedalaman Sumatra. Dia pun berhasil berjejak di tepian Danau Toba dengan selamat.
Ketika peristiwa itu telah dua tahun berlalu, Ida telah kembali ke kampung halamannya di Wina, Austria. Dia terkejut pada satu pemberitaan dari Hindia Belanda.
“Saya membaca surat kabar yang mewartakan bahwa tiga misionaris asal Prancis di pedalaman Tappanolla, Batak; telah terbunuh dan dimangsa oleh para kanibal ditengah perayaan dengan tarian dan musik.”
Sejatinya kisah suku kanibal di Sumatra telah diwartakan pertama kali oleh Niccolò de' Conti, penjelajah asal Venesia yang berjejak di Sumatra pada awal abad ke-15.
Rumor tentang suku tersebut terabadikan juga dalam catatan lain pada abad ke-19 dari Thomas Stamford Raffles, Friedrich Franz Wilhelm Junghuhn, dan Oscar von Kessel. [*/son]