Berita viral terbaru: Ida menceritakan bangsa kanibal Batak, memenggal kepala para tawanan perang. Darah mereka diawetkan untuk diminum kadang dijadikan puding yang dimakan dengan nasi.
Padangkita.com - Ida Laura Reyer Pfeiffer mengenakan syal dan kain renda. Ia bersiap melancong ke pedalaman Sumatera.
Ida bersama seorang pemandunya menunggang kuda selama perjalanan di pedalaman Sumatra.
Perjalanan di pulau ini dibagi beberapa tahapan atau rute militer. Setiap 12 hingga 20 kilometer terdapat benteng atau bangunan kecil tempat kantor pemerintah, sekaligus tempat bermalam para pelancong seperti Ida.
Ia merupakan pelancong perempuan bergaya tomboi.
Baca juga: Perempuan Ini Menempuh Jarak 11,329 Km Mencari Orang Tua Kandungnya di Jakarta
Dia mulai melancong pada 1836. Pada 1852-1853 dia mengunjungi sejumlah kawasan di Hindia Belanda: Kalimantan, Sumatra, Jawa, Sulawesi, hingga Kepulauan Maluku.
Ida sangat ingin mengatasi keterbatasannya sebagai seorang wanita dari abad ke-19, tetapi dia tidak sepenuhnya menentang kodratnya.
Ia disebut sebagai turis pertama di Batak.
Pada pertengahan Agustus 1852, Ida dan pemandunya menuruni bukit di Silindong, dekat Danau Toba. Namun, sebelum menuju lembah, pemandunya menyarankan supaya Ida untuk tak menjauh darinya.
Mereka menyaksikan prosesi yang dilakukan enam lelaki bersenjata tombak. Ketika kedua orang itu mendekat, mereka justru disambut dengan tombak dan parang. Setelah si pemandu menjelaskan, Ida boleh melewati kawasan itu.
“Di suatu tempat, kejadiaannya bahkan lebih serius,” demikian Ida berkisah. “Lebih dari 80 lelaki berdiri di jalanan setapak dan menghalangi perjalanan kami.”
Kemudian dia melanjutkan, “Sebelum saya menyadarinya, sekawanan lelaki telah melingkari saya seraya menodongkan tombak mereka, dengan tatapan ngeri dan liar.”
Ida melukiskan sosok lelaki Batak yang mengepungnya. Mereka berbadan tegap dan kuat, tingginya hampir dua meter, penampilannya beringas dan militan. “Mulut lebar mereka dengan geligi yang menonjol, tampaknya lebih mirip dengan binatang buas ketimbang manusia manapun.”
Baca juga: Takut Tertipu Make-up, Calon Pengantin Wanita Ini Diminta Cuci Muka Sebelum Nikah, Semua Terkejut
“Sebelum saya menyadarinya, sekawanan lelaki telah melingkari saya seraya menodongkan tombak mereka, dengan tatapan ngeri dan liar.”
Suasana kian mencekam, para lelaki itu merubungi Ida sembari bersorak-sorai. “Saya tidak mengerti apa yang terjadi selanjutnya,” ungkapnya. “Saya merasa sudah pasti bahwa ini adalah akhir hidup saya.”
Ida gelisah, demikian dalam catatannya, lantaran suasana kian menakutkan.
Namun, tampaknya dia tidak kehilangan kendali. Dalam situasi teror, perempuan itu duduk di sebongkah batu.
Lalu, sekonyong-konyong mereka mendatanginya sembari menunjukkan gerakan-gerakan yang mengancam.
Baca juga: Perempuan Ini Menempuh Jarak 11,329 Km Mencari Orang Tua Kandungnya di Jakarta
Kemudian, Ida bangkit dan mencoba berbicara kepada lelaki beringas di dekatnya dengan bahasa separuh Melayu dan separuh Batak.
Sembari tersenyum Ida berkata, “Mengapa Anda tidak berkata saja bahwa Anda akan membunuh dan memakan seorang perempuan tua seperti saya. Saya pastilah sangat sulit dimakan dan alot.”
Ida, dengan gaya pantomimnya, berusaha menjelaskan kepada mereka bahwa dirinya tidak takut apapun.
Bahkan, apabila mereka menginginkannya, dia rela dibawa oleh mereka asalkan mereka mengantarnya ke Eier Tau—Danau Toba.
Kemudian para lelaki beringas dan bertombak itu melepaskan tawa mereka. Barangkali, kepercayaan diri yang Ida tunjukkan telah membuat suatu kesan bersahabat kepada mereka.
Pada akhirnya, mereka menyambut Ida dengan uluran tangan, dan lelaki bertombak yang melingkari perlahan membuka jalan untuk dirinya.
Ida bersuka cita lantaran terlepas dari bahaya di pedalaman Sumatra. Dia pun berhasil berjejak di tepian Danau Toba dengan selamat.
Ketika peristiwa itu telah dua tahun berlalu, Ida telah kembali ke kampung halamannya di Wina, Austria. Dia terkejut pada satu pemberitaan dari Hindia Belanda.
“Saya membaca surat kabar yang mewartakan bahwa tiga misionaris asal Prancis di pedalaman Tappanolla, Batak; telah terbunuh dan dimangsa oleh para kanibal ditengah perayaan dengan tarian dan musik.”
Sejatinya kisah suku kanibal di Sumatra telah diwartakan pertama kali oleh Niccolò de' Conti, penjelajah asal Venesia yang berjejak di Sumatra pada awal abad ke-15.
Rumor tentang suku tersebut terabadikan juga dalam catatan lain pada abad ke-19 dari Thomas Stamford Raffles, Friedrich Franz Wilhelm Junghuhn, dan Oscar von Kessel. [*/son]