Tersangka mengira ia hanya berpura-pura hingga mereka membakarnya lagi. Ia bahkan sempat meminta untuk dibunuh saja ketimbang terus mendapat siksaan, namun justru sebaliknya.
Memasuki Januari, penyiksaan demi penyiksaan membuat kondisi fisik Furuta berubah. Wajahnya membengkak dan luka-luka di sekujur tubuhnya mulai membusuk dan menghasilkan bau tak sedap.
Kemudian pelaku mencari korban lainnya melayani nafsu mereka menggantikan Furuta namun tidak sampai ditahan.
Penyiksaan terus berlanjut hingga pada 4 Januari 1989 mereka memukuli Furuta dengan barbel, menendang dan meninju, dan meletakkan dua lilin pendek di kelopak matanya.
Mereka memposisikan Furuta untuk berdiri dan memukul kakinya dengan tongkat. Pada titik ini, dia jatuh. Mereka juga menuangkan cairan ke paha, lengan, wajah, dan perutnya dan sekali lagi membakarnya.
Dua jam setelahnya Furuta meninggal dunia, sementara untuk menyembunyikan kejahatannya mereka membungkus tubuh Furuta dengan selimut, menempatkannya di drum bervolume 208 liter, dan mengisinya dengan semen basah dan membuangnya ke truk semen di daerah Koto.
Kasus ini berhasil terbongkar pada akhir Januari 1989, namun penemuan mayat Furuta ditemukan pada 30 Maret 1989, berdasarkan pengakuan pelaku sehari sebelumnya.
Namun tersangka hanya menerima hukuman penjara 7 tahun sementara yang terberat 20 tahun yang banyak di protes masyarakat saat itu, pasalnya mereka berada di bawah umur.
Kemudian Junko Furuta dimakamkan pada 2 April 1989 yang dihadiri oleh keluarga dan teman-teman dekatnya hadir di sana bersama kesedihan yang mendalam. [*/Nlm]