Bahasa Indonesia pada Film

Bahasa Indonesia pada Film

Ilustrasi. (Foto: Pixabay)

Ria Febrina
Dosen Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Andalas


Tidak ada pemakluman untuk penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia - Ahmad Tohari.

Salah satu film horor Indonesia mengadopsi kepercayaan masyarakat Nigeria-Kongo, yaitu mengangkat istilah zombi. Zombi berasal dari kata nzambi yang dalam bahasa Kongo berarti dewa. Namun, pada masa kini, zombi digambarkan sebagai sosok mayat membusuk dengan kecerdasan rendah, berjalan terseok-seok, dan memakan daging manusia.

Di Indonesia, zombi juga diadopsi dalam film. Ada Zeta (2018) dan Reuni Z (2018). Namun, penggunaan kata zombi sebagai bahasa Indonesia tidak dipopulerkan oleh pelaku kedua film tersebut. Mereka menggunakan istilah zombie yang diserap secara penuh dari bahasa Inggris. Padahal, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sudah dilegalisasi penggunaan kata zombi sebagai bentuk bahasa Indonesia.

Dalam mesin pencarian google, terdapat 24.500.000 hasil untuk kata zombi. Jumlah pencarian yang sedikit jika dibandingkan dengan kata zombie sebanyak 514.000.000. Sedikitnya jumlah pengguna bahasa Indonesia yang mempopulerkan penggunaan kata zombi menyebabkan kata tersebut berada pada urutan kesembilan ketika pengguna mengetikkan kata zomb pada mesin pencari tersebut.

Keberadaan bahasa Indonesia dalam mesin pencarian google merupakan hal penting karena pengguna bahasa Indonesia merupakan pengguna terbanyak kesembilan di dunia versi Listverse. Listverse merupakan akronim dari List Universe yang merupakan sebuah situs yang memposting 10 daftar teratas setiap hari. Salah satu yang diulas ialah bahasa Indonesia sebagai bahasa dengan pengguna terbanyak di dunia. Oleh karena itu, mempercepat bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional merupakan hal yang bisa dicapai. Salah satunya dengan mempopulerkan bahasa Indonesia di dunia maya.

Di samping kata zombi, ada lagi kata lain dalam film Indonesia yang menarik untuk diulas. Salah satunya dapat dilihat melalui dialog dalam film Reuni Z (2018) pada menit ke-63.

Ada dua kata yang dibahas oleh tiga orang polisi pada film tersebut, yaitu hoaks dan hoks. Dalam film diceritakan bahwa tiga orang polisi ditelepon dan diminta untuk datang ke Sekolah Zenith karena ada kasus pencabulan. Namun, setiba di lokasi, tidak ada tanda-tanda terjadi kriminalitas sehingga polisi menyatakan bahwa informasi tersebut palsu.

Salah seorang polisi menyatakan bahwa informasi tersebut merupakan hoaks dan polisi lain menyanggah bahwa pelafalan yang benar ialah hoks. Polisi ketiga melerai dua orang polisi tersebut agar tidak bertengkar dan sayangnya tidak menunjukkan penggunaan kata  yang benar.

Sikap polisi ketiga tersebut mencerminkan kondisi sikap pengguna bahasa Indonesia saat ini. Munculnya berbagai bahasa kekinian menyebabkan pengguna bahasa Indonesia tidak selektif.

Mereka mengadopsi penuh bahasa asing tanpa mengadaptasikan ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini menyebabkan penghargaan pengguna bahasa Indonesia terhadap bahasa sendiri menjadi rendah.

Ahmad Tohari, sastrawan Indonesia, pernah menyatakan bahwa tidak ada pemakluman untuk penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Salah satu kata dicontohkan oleh Ahmad Tohari pada penggunaan istilah zaman now, padahal bisa digunakan pilihan kata kekinian untuk menjelaskan kondisi yang berkenaan dengan masa kini.

Mengenai penggunaan bahasa pada film tadi, jika pelaku film Reuni Z berkonsultasi dengan ahli bahasa, seharusnya pada menit ke-64, sosok polisi ketiga dihadirkan dengan dialog yang menyatakan bahwa penggunaan yang benar dalam bahasa Indonesia ialah hoaks.

Dengan demikian, masyarakat mendapatkan pengetahuan bahasa dan tercerdaskan melalui film. Film menjadi media penyebaran bahasa Indonesia karena masyarakat cenderung menyerap bahasa melalui film.

Baca Juga

Kolom Wiko Saputra: Korupsi Birokrasi Sumbar, Korupsi Sumbar, Budaya Korupsi
Kasus Nurdin Abdullah, Hati-hati Buat Mahyeldi
Dokumenter Film Festival: Sebuah Kecerobohan Berbahasa
Dokumenter Film Festival: Sebuah Kecerobohan Berbahasa
Daerah Istimewa Minangkabau
Daerah Istimewa Minangkabau
Kolom: Nurul Firmansyah
Konflik Agraria dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat
Kolom Wiko Saputra: Korupsi Birokrasi Sumbar, Korupsi Sumbar, Budaya Korupsi
Antivaksin di Sumbar
Opini Holy Adib
Salah Kaprah Penggunaan Frasa Tes Swab di Media Massa (Daring)