Bertumpu di atas potongan batang pohon, tangan kiri Sari, memegang kelapa.
Tangan kanannya yang memegang parang sepanjang 30 cm mulai menguliti beberapa bagian kelapa.
Dia tak canggung dengan aktivitasnya yang sudah dijalani sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) itu.
Perempuan kelahiran Samarinda, 2 Januari 1998, tersebut awalnya tak berani memegang benda tajam.
Namun, karena setiap hari perempuan yang hobi menari sejak kecil hingga sekarang itu melihat sang ibu dan ayah mengupas kelapa, secara autodidak nyali mengupas kelapa tumbuh.
Dan itu terus-menerus dilakukan. Hingga Sari piawai mengupas kelapa dengan parang yang sudah menemaninya bertahun-tahun.
Baca juga: Kepergok Mencuri Singkong, Pria Tua Ini Dapat Perlakukan Tak Terduga dari Pemilik Kebun
Tak seperti yang sebagian orang tuduhkan kepadanya tentang menjual es kelapa dengan modal wajah menawan.
“Biar aja, Mas. Kan jualan sudah 10 tahun, pasti ada yang enggak suka. Kalau saya orang-orang seperti itu didoakan, semoga dimurahkan rezekinya,” ucapnya pelan.
Sejak masih duduk di bangku SMP, Sari sudah membantu orangtuanya berjualan es kelapa.
“Saya enggak aji mumpung, kan lagi corona begini, penghasilan jualan es kelapa ya seadanya. Tapi semenjak viral di media sosial, ada penambahan tapi enggak banyak,” ungkapnya.
Sembari mengupas kelapa, Sari masih melayani pembeli yang hendak memintanya berswafoto.
Di sela-sela mengupas kelapa, jarinya tak jarang terkena bagian parang.
Bahkan, luka sayat sepanjang 1–2 cm tampak di beberapa jari dan punggung tangan gadis yang hobi mendengarkan musik genre reggae itu.
Putri bungsu dari pasangan Supriyono dan Musrifah tersebut bercerita, dari membantu orangtuanya berjualan es kelapa, bisa mengenyam pendidikan tinggi di Politeknik Negeri Samarinda Jurusan Administrasi Bisnis.
“Alhamdulillah, saya usaha dan enggak pernah minta uang sama sekali sama orangtua. Kuliah dapat beasiswa dari pemerintah,” sambungnya.
Bahkan, biaya kuliah itu sudah disiapkannya sejak masih duduk di bangku sekolah menengah kejuruan (SMK).
“Saya kebetulan di SMK 3 Jurusan Kecantikan Kulit. Tapi duit buat pertama kuliah itu ngumpulin dari gaji kerja. Mulai di klinik kecantikan, salon, rumah makan, sales promotion girl (SPG), nyanyi dari kampus ke kampus,” ungkapnya.
Namun, tak jarang dia ikut bekerja dengan orang lain tak mendapat bayaran. Bagi dia, dianggap sebagai ladang amal.
“Saya selalu punya pemikiran, menanam kebaikan, yang dituai juga pasti kebaikan,” tambahnya.
“Kelapa dibeli pagi, sore sudah habis. Tadi (kemarin) biasanya jualan itu mulai pukul 16.00 Wita, sejam sebelumnya sudah antre,” tutupnya. [*/Son]