Berita viral terbaru: Gadis Pontianak jadi korban pengantin pesanan di China dengan iming-iming akan dijodohkan dengan pria kaya raya asal China.
Padangkita.com - Sebanyak 29 perempuan Indonesia menjadi korban pengantin pesanan di China. Terdapat 13 Perempuan tersebut berasal dari Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
Sementara 16 perempuan lainnya berasal dari Jawa Barat. Mereka diduga terperangkap dalam modus kejahataan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Monika Normiati (23) merupakan salah satu korban perdagangan manusia dengan modus pernikahan.
Diiming-imingi akan dijodohkan dengan pria kaya raya asal China, perempuan asal Pontianak, Kalimantan Barat tersebut tidak menyangka perkenalan itu menjadi awal 10 bulan kehidupan penuh derita.
Dilansir dari BBC Indonesia, saat itu kira-kira September 2018, Monika dan si teman barunya bertemu di Singkawang, Kalimantan Barat.
Monika dibawa ke rumahnya dan dikenalkan pada dua pria keturunan China. Tapi perempuan 22 tahun ini, menolak.
"Cowok yang satu, sudah tua dan yang kedua agak-agak idiot gitu," ujar Monika kepada wartawan di kantor LBH Jakarta, Minggu (23/06/2019).
Keesokan harinya, Monika kembali dipertemukan dengan seorang pria asal China yang usianya 28 tahun.
Barulah saat itu, ia setuju untuk dijodohkan dengan rayuan akan dibelikan emas dan dikirimi uang setiap bulan ke orangtuanya yang tinggal di Kecamatan Sompak, Kabupaten Landak.
Kemudian, Monika dan pria China itu bertukar cincin, menandatangani dokumen pernikahan yang ditulis dalam bahasa China dan Indonesia serta berfoto.
Baca juga: Geger Soal Kabar Mike Tyson Ganti Kelamin, Ternyata Bagian Ini yang Dioperasi
Sebagai maskawin, Monika menerima uang tunai Rp 18 juta dengan Rp 1 juta menjadi hak si perantara.
"Saat kami tukar cincin itu di tempat rias. Saya juga menerima uang Rp19 juta. Lalu saya dan si mak comblang itu di bawa ke sebuah rumah dengan membawa surat nikah," sambungnya.
Sepekan setelahnya, tepatnya pada 18 September 2018, Monika diboyong suami beserta mertuanya ke China. Sayangnya ia tidak tahu di wilayah mana tinggal.
Monika awalnya beranggapan bahwa mereka baru bertunangan meski ia telah meneken dokumen. Sedangkan pernikahan akan menyusul setibanya di China.
Namun, saat tiba di China, Monika langsung dibawa ke kediaman keluarga sang pria. Saat itulah dia menyadari telah menjadi korban penipuan.
Pernikahan bahagia yang ada dalam bayangan Monika tidak pernah terjadi. Penghasilan sebulan sang suami tidak mencapai Rp 10 juta seperti yang dijanjikan sang perantara.
Terlebih sang suami hanya bekerja sebagai tukang di proyek-proyek pembangunan. Selain itu Monika mengaku pria tersebut selalu menyiksanya saat menolak untuk berhubungan badan.
Selain itu, selama tinggal di kediaman pria tersebut di provinsi Hebei, 122 kilometer dari Beijing, Monika acap kali medapat pelecehan secara verbal maupun fisik dari sang ibu mertua.
Setiap harinya mulai pukul 07.00 hingga 19.00, Monika harus membuat bunga kertas untuk dijual sang ibu mertua.
Meski sudah ikut membantu, tak jarang Monika kerap dihukum tidak mendapat makanan dan dia juga tidak diijinkan mengakses internet.
"Ibu mertua saya amat menakutkan. Saya masih trauma jika memikirkan dia. Melihat dia dari jauh saja sudah cukup membuat saya ketakutan," ujar Monika.
Meski dilarang mengakses internet, Monika selalu mencuri waktu menggunakan internet terutama untuk belajar sedikit bahasa Mandarin.
Setelah menguasai beberapa kosa kata dan mempelajari cara menuju ke kantor polisi, Monika kemudian menggunakan taksi untuk menuju ke markas kepolisian setempat.
Di sana ia menceritakan semua masalahnya pada polisi. Kemudian polisi meminjamkan telepon untuk menghubungi kedutaan besar Indonesia di Beijing. Akhirnya, Monika tiba kembali di Jakarta setelah 10 bulan masa yang penuh derita itu.
"Saya lega tidak memiliki anak dengan dia. Apa yang terjadi dengan anak-anak saya jika ayah mereka suka memukul ibunya dan memiliki nenek yang kejam?" kata Monika.
"Saya amat tertekan selama hidup di China sehingga nyaris gila. Saya menangis tiap malam. Kini saya hanya ingin bekerja agar adik-adik saya bisa sekolah," dia menegaskan.
Setelah mengetahui kasus Monika, polisi menggerebek sebuah rumah di Pontianak yang diyakini adalah milik sang perantara.
Operasi itu mendapatkan 60 perempuan yang akan diterbangkan ke China untuk menikahi pria yang sudah membayar hingga Rp 400 juta untuk satu perempuan.
Sementara di China, kepolisian negara tersebut menyelamatkan 1.147 perempuan warga asing korban perdagangan manusia. Mereka terdapat 17 anak-anak asal Myanmar, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Thailand.
Selain itu, sebanyak 1.332 orang ditahan dan sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam jaringan perdagangan manusia ini. [*/Prt]
Baca berita Viral Terbaru hanya di Padangkita.com.