Berita viral terbaru : Peraturan di Afsel yang tidak mengakui pernikahan secara muslim berdampak pada perempuan dan anak.
Padangkita.com - Umumnya pernikahan yang diadakan di berbagai negara di dunia dilakukan sesuai dengan hukum dan agama yang dianut mempelai. Namun hal ini tampaknya tidak berlaku di Afrika Selatan (Afsel).
Saat ini muslim di seluruh Afrika Selatan menyuarakan aksi protesnya pada pemerintah.
Sejak tahun 1994, Afsel di bawah pemerintahan Kongres Nasional Afrika, hanya mengakui pernikahan adat Afrika. Sedangkan pernikahan agama, termasuk pernikahan Muslim, dianggap tidak sah.
Aksi protes ini dilakukan juga untuk menentang keputusan Menteri Dalam Negeri Afsel, Aaron Motsoaledi. Pasalnya ia menyatakan departemennya tidak bisa mengakui pernikahan Muslim secara hukum.
Motsoaledi menyatakan jika Departemen tidak memiliki wewenang untuk menuliskan seseorang menikah dalam akta kematian. Ia melanjutkan hal ini tidak bisa dilakukan karena aturan yang tidak sesuai hukum.
Sebelumnya, pemimpin partai Al Jama-ah, Ganief Hendricks, pernah mengajukan petisi kepada pemerintah untuk mengakui pernikahan Muslim.
Hal ini ia lakukan karena termotivasi oleh kematian seorang pria Muslim karena Covid-19.
Sehingga janda yang telah dinikahi selama 40 tahun, mendapatkan sertifikat kematian yang menyatakan 'tidak pernah menikah'. Tentunya hal ini mengejutkan begitu banyak wanita Muslim.
Baca juga: Meski Gudang Penyakit, Ini Rahasia Titek Puspa Bugar di Usia 80 Tahun
Saat ini menurut peneliti Universitas Johns Hopkins, di Afrika Selatan telah melaporkan lebih dari 58.500 kasus, dan terdapat 1.210 korban jiwa. Namun tidak diketahui berapa banyak korban beragama Islam karena Covid-19 ini.
Selain itu, Ganief Hendricks juga menyatakan dengan tidak diakuinya pernikahan muslim ini sangat merugikan kaum perempuan dan anak-anak.
Karena anak yang terlahir dari pasangan tersebut dianggap tidak sah dimata hukum. Serta merugikan martabat perempuan di Afrika Selatan yang bersifat demokratis.
Hal serupa juga dilakukan Pusat Hukum Wanita di Afrika Selatan, yang turut berjuang mengubah status pernikahan Muslim.
Hal ini diungkapkan oleh seorang pengacaranya bernama Charlene May. Ia menjelaskan dalam menangani pembagian harta dalam kasus perceraian pun pasangan muslim mereka dikenakan proses informal dan terkesan illegal. Menurutnya hal ini merupakan bentuk diskriminasi dan meminta pemerintah untuk melakukan intervensi.
Baca juga: Pria di Iran Penggal Kepala Istrinya karena Kabur dengan Pria Lain 2 Hari Setelah Kawin
Pada 2018, Pusat Hukum Wanita ini pernah memenangkan kasus di Pengadilan Tinggi Western Cape menuntut pemerintah untuk melegalkan pernikahan Muslim dalam dua tahun.
Walaupun sempat ditentang, namun Mahkamah Agung berkata akan meninjau kembali kasus tersebut. Saat ini Departemen Dalam Negeri sedang mengerjakan RUU pernikahan omnibus. [*/Nlm].