Rencana gugatan masih akan dilayangkan oleh dua pasangan calon (paslon) yang kalah kemarin ke Mahkamah Konstitusi (MK). Biarlah, itu hak politik mereka. Mari kita hormati itu.
Meski saya yakin seratus persen, mereka akan kalah di sana. Akan sia-sia saja pekerjaan itu. Kecuali, kalau Akil Mochtar masih di situ. Mungkin saja harapan dimenangkannya masih ada. Tinggal siapin saja segopok uang. Sayang, Akil sudah ditangkap KPK.
Saya lebih berharap mereka melakukan konsolidasi politik. Merehabilitasi kerusakan sosial, yang menjadi dampak dari pertarungan politik. Pertarungan kemarin itu telah mencabik-cabik kehidupan sosial masyarakat. Marilah kita mulai lembaran baru, bersatu padu membangun Sumbar paska pilkada.
Jangan semai lagi perbedaan politik. Saat ini, setelah pilkada itu, kita harus kembali berhadapan dengan pahit-manisnya kehidupan sosial ekonomi. Di mana pahitnya akan lebih terasa dibandingkan manisnya. Tantangan pembangunan ke depan semakin berat.
Bagi paslon yang menang – Mahyeldi-Audy, kalian harus bisa meyakini semua masyarakat Sumbar, bahwa kalian layak menjadi pemimpin untuk periode lima tahun ke depan. Terlalu banyak janji-janji politik yang harus kalian buktikan.
Mewujudkan masyarakat madani itu tidaklah mudah. Apalagi, ditambah dengan embel-embel unggul dan berkelanjutan. Itu membutuhkan kerja keras dan komitmen politik yang kuat.
Kita tahu, politik di negeri ini adalah transaksional. Banyak kepentingan pihak tertentu yang harus dilayani. Paling banyak itu dari parpol pengusung dan tim sukses. Sekali kalian melayani kepentingan mereka, masyarakat madani yang unggul dan berkelanjutan itu akan hanya tinggal slogan.
Selain visi itu, kalian juga terikat dengan misi dan program unggulan yang disampaikan pada masa kampanye. Kalian berhutang 7 misi dan 15 program, yang harus diwujudkan ke depannya. Sekali lagi, itu tidak mudah.
Saya berharap visi, misi dan program unggulan itu bisa diracik dengan baik di dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Sumbar 2021-2026. RPJMD itu selain jadi mandat konstitusi, juga menjadi panduan dalam pembangunan daerah lima tahun ke depan. Posisinya sangat penting.
Meski saya juga yakin, seringkali dokumen sepenting itu hanya jadi hiasan. Sebagai kewajiban bagi kepala daerah terpilih, tapi tak pernah dipakai sebagai pedoman dan panduan dalam proses pembangunan. Bahkan, kepala daerahnya sendiri banyak yang tidak paham juga isinya.
Saya sendiri, orang yang sangat percaya bahwa pembangunan itu butuh perencanaan dan panduan. Itu bukan karena saya alumni dari jurusan Ekonomi Pembangunan. Tapi, yang namanya membangun itu butuh rencana yang matang. Apalagi, itu menyangkut masyarakat luas. Padahal, untuk kepentingan sendiri saja, seperti melamar dan menikahi pasangan hidup, kita butuh perencanaan.
RPJMD Sumbar harus menjadi dokumen penting bagi arah pembangunan. Selayaknya itu diracik dengan baik.
Meracik dokumen ini tak mudah. Butuh keahlian dan pemikiran yang menguasai aspek perencanaan. Multipihak, multidisiplin ilmu dan multi dari semua multi. Karena pembangunan itu harus berbasis multikepentingan.
Orang seperti Audy Joinaldy saja tidak cukup. Meski saya lihat gelarnya sangat multidisiplin ilmu. Yang bahkan penulisan gelarnya lebih panjang dari namanya sendiri. Bukan itu maksudnya. Butuh kerja kolaborasi.
Pihak birokrat Sumbar tentu sudah menyiapkan rancangan teknokratiknya. Rancangan teknokratik sebagai bahan awal dari RPJMD sebelum disempurnakan dengan memasukkan visi, misi dan program kepala daerah terpilih. Di sini perlu koki yang handal. Sekelas Chef Rennata atau Chef Marinka di bidangnya.
Koki itu harus mampu menyederhanakan hal yang rumit dan normatif. Menjadi aspek teknis yang terukur dan implementatif. Menyatukan kepentingan pusat dan daerah. Bagaimana pun Mahyeldi berasal dari partai oposisi pemerintah. Dan masyarakat Sumbar bukan pemilih Jokowi. Tapi ingat, pemerintah provinsi itu adalah kepanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. RPJMD Sumbar juga harus mengadopsi kepentingan pemerintah pusat. Jadi tak ada namanya oposisi pemerintah pusat. Mahyeldi dan parpolnya harus paham itu.
Saya tak berharap RPJMD Sumbar itu meniru RPJMN periode pertama pemerintahan Jokowi. RPJMN yang paling rumit bagi saya. Jumlahnya berhalaman-halaman, seperti buku ensiklopedi pembangunan Indonesia. Ketika membacanya buat mata mengantuk dan selanjutnya jadi bantal untuk tidur, saking tebalnya.
RPJMD Sumbar sebaiknya meniru RPJMN Malaysia, di sana disebut Rancangan Malaysia. Sangat sederhana, simpel, terukur, programatik, dan jelas arahnya. Sampai saya yang bukan warga negara Negeri Jiran itu bisa paham ke mana arah pembangunan nasional mereka. Tapi, jangan pula dengan alasan itu, perlu dilakukan studi banding ke sana. Buang duit rakyat lagi. Berselancar saja di dunia maya: murah dan hemat.
Yang penting diperhatikan, penyusunannya jangan elitis, tapi harus menyerap inspirasi dari bawah. Jangan pula terlalu kedaerahan, karena kita hidup dalam tatanan dunia yang mengglobal. Jadi carilah koki yang punya kompetensi itu. Memang sulit, tapi mestinya ada.
Sekali lagi RPJMD itu penting. Harus diposisikan sepenting mungkin. Jadi, carilah peracik handal. Supaya tidak salah racik. [*]
Wiko Saputra
Praktisi Ekonomi dan Perantau Minang