Berita viral terbaru: Muhammad Kasim Arifin, mahasiswa IPB memilih mengabdi di Waimital, Pulau Seram, Maluku selama 15 tahun.
Padangkita.com - Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan salah satu program yang dilakukan oleh mahaiswa di perguruan tinggi. Biasanya mahasiswa akan melakukan KKN di desa-desa dalam waktu beberapa bulan.
Namun ternyata ada pula mahasiswa yang tak ingin kembali ke kampusnya karena telah nyaman mengabdi di desa. Hal ini pula yang dialami oleh mahasiswa IPB ini.
Pria bernama Muhammad Kasim Arifin tak berambisi untuk menyelesaikan kuliahnya. Ia lebih memilih untuk mengabdi di desa tempat dirinya melakukan KKN. Tak tanggung-tanggung, Kasim telah mengabdi di Waimital, Pulau Seram, Maluku selama 15 tahun.
Kasim Arifin dulunya merupakan mahasiswa Fakultas Pertanian di IPB, Bogor. Mulanya ia dan beberapa mahasiswa lainnya melakukan KKN di Waimital.
Di sana, mereka memperkenalkan program Panca Usaha Tani bagi masyarakat setempat. Namun Kasim Arifin nampaknya begitu mendalami tugasnya.
Di sana, ia mengajari petani setempat untuk meningkatkan hasil tanaman dan ternak mereka. Usai beberapa bulan berlalu, program KKN tersebut selesai dilakukan.
Saat teman kelompoknya kembali ke kampus, Kasim justru menolak pulang dan memilih untuk tinggal di Waimital.
Pria itu memilih untuk mengabdi pada desa tersebut. Bahkan ia membantu membuka jalan desa, membangun sawah, dan membuat irigasi. Hal itu ia lakukan seorang diri tanpa bantuan uang dari pemerintah.
Warga setempat memanggilnya dengan sebutan Antua. Panggilan itu biasanya digunakan untuk orang yang dihormati di Maluku.
Baca juga: Merasa Tertekan oleh Sang Ibu, Gadis Pelukis Asal Sukabumi Pilih Menetap di Jakarta
Beralaskan sendal jepit dan pakaian lusuh, sehari-harinya Kasim selalu berjalan kaki sejauh 20 kilometer untuk bisa tiba di sawah yang ia buat dari hasil pengetahuan yang dirinya dapat selama berkuliah.
Pria itu sangat peduli pada para petani. Ia terus mendorong mereka untuk menjadi mandiri.
Tak terasa telah 15 tahun berlalu sejak ia datang untuk melakukan program KKN di desa tersebut. Banyak pihak mulai dari teman, orang tua, hingga rektor IPB , Prof. Dr. Ir. Andi Hakim Nasution telah mencoba membujuknya pulang dan menyelesaikan kuliahnya, namun pria itu selalu menolak.
Namun akhirnya sahabatnya, Saleh Widodo, berhasil membujuk pria itu. Kasim akhirnya mendapat gelar insinyur pertanian istimewa dari IPB.
Hal itu ia dapat bukan karena skripsi atau ujian kampus. Gelar tersebut diberikan karena baktinya selama 15 tahun yang ikhlas dan tak digaji selama di Waimital.
Meski harus berjalan kaki puluhan kilometer dan harus keluar-masuk hutan serta perkampungan, pria kelahiran 18 April 1938 itu tidak pernah tampak kelelahan ataupun mengeluh.
"Pekerjaan saya memang seperti ini. Tahun 1960-an saya pernah melintasi jalur ini sampai ke Lokop," ungkapnya, seperti dilansir dari hutan-tersisa.org. [*/Prt]