Berita viral terbaru: Koruptor bernama Eddy Tansil hingga kini masih jadi buronan polisi. Ia kabur dari penjara di tengah pengawasan khusus dan penjagaan super ketat.
Padangkita.com - Indonesia menjadi salah satu negara di dunia dengan angka kasus korupsi yang cukup tinggi. Para koruptor pun tampak tak jera dengan hukuman yang diganjarkan ketika kasusnya terungkap.
Parahnya lagi, beberapa koruptor justru berhasil buron dan kabur dari penjara tatkala penegakan hukum di Indonesia cukup ketat. Salah satu nama yang paling bersejarah mencoreng institusi penegakkan hukum di Tanah Air adalah Maria Pauline Lumowa.
Ia berhasil jadi buronan selama 17 tahun setelah melakukan pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru senilai Rp1,7 triliun lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.
Maria Pauline Lumowa kini akhirnya berhasil diekstradisi dari Serbia. Proses ekstradisi dilakukan oleh delegasi pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly. Ia dijadwalkan tiba di Indonesia pada Kamis (9/7/2020).
Selain Maria Pauline Lumowa, koruptor lain yang berhasil buron dan cukup membuat aparat penegak hukum berpikir keras adalah Eddy Tansil.
Mengutip Kompas.com, Eddy Tansil diketahui kabur dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang pada 1993. Saat itu, tidak diketahui ke mana Eddy Tansil melarikan diri. Dugaan muncul bahwa ia kabur ke China. Sekitar 20 tahun kemudian, nama Eddy Tansil kembali terdengar, meski belum juga berhasil ditangkap.
Pada 2013 lalu, Jaksa Agung Basrief Arief mengatakan, Kejaksaan Agung telah mengendus keberadaan pembobol uang negara melalui kredit Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) melalui perusahaan Golden Key Group (GKG) itu berada di China.
Bahkan, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri saat itu, Komjen Suhardi Alius, berharap agar Pemerintah China membantu Pemerintah Indonesia dalam memulangkan buronan tersebut.
"Kalau mereka memberikan izin untuk mendeportasi dia, justru akan lebih baik kan? Jadi tak perlu lagi diekstradisi, karena itu terlalu lama prosesnya,” kata Suhardi di Mabes Polri pada 27 Desember 2013, silam.
Baca juga: Hadiah Uang Tunai 10 Juta Bagi yang Menemukan Pria Pelaku Pemerkosa Ini
Dilansir dari pusat data Harian Kompas, kasus Eddy Tansil ini terungkap saat rapat dengar pendapat antara Komisi VII DPR dengan Gubernur Bank Indonesia J Sudrajad Djiwandono tahun 1993. Saat itu, anggota Komisi VII dari Fraksi Karya Pembangunan AA Baramuli menjadi tokoh penting.
Mantan Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) itu mengungkap secara gamblang petunjuk kemungkinan adanya penyelewengan uang dalam jumlah besar dalam kasus kredit yang dikucurkan Bapindo kepada bos GKG Eddy Tansil tanpa adanya jaminan yang jelas.
Belakangan ada dua nama pejabat penting yang diketahui memberikan referensi layak kredit untuk Eddy Tansil yang ditujukan kepada jajaran pimpinan tertinggi di bank milik pemerintah itu.
Keduanya adalah mantan Menteri Keuangan JB Sumarlin dan Ketua DPA Laksamana (Purn) Sudomo. Namun, tidak ada bukti keterkaitan mengenai aksi Eddy Tansil dengan dua orang tersebut.
Di dalam pengadilan terungkap adanya pembobolan uang negara sebesar 430 juta dollar AS atau sekitar Rp1,3 triliun (kini setara Rp9 triliun). Atas perbuatannya, Eddy diganjar hukuman penjara 17 tahun, uang pengganti Rp500 miliar dan denda Rp30 juta, termasuk penyitaan sejumlah aset miliknya.
Selain Eddy Tansil, vonis juga dijatuhkan kepada para petinggi Bapindo yaitu Subekti Ismaun (penjara enam tahun ditambah denda Rp30 juta), F Bambang Kuntjoro (penjara empat tahun ditambah denda Rp15 juta), Sjahrizal (penjara enam tahun ditambah denda Rp30 juta), dan Towil Heryoto (penjara delapan tahun ditambah denda Rp30 juta).
Ditambah, Kepala Cabang Bapindo almarhum Maman Suparman yang diganjar penjara sembilan tahun ditambah denda Rp 15 juta. Nama yang belakangan ini kemudian meninggal dunia semasa menjalani masa hukumannya dan sedang mengupayakan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung atas kasusnya.
Atas tuntutan itu, seluruh terdakwa kemudian mengajukan banding. Namun, oleh Pengadilan Tinggi Jakarta, hukuman Eddy Tansil justru diperberat menjadi 20 tahun dan ada kewajiban membayar uang pengganti dan denda dengan jumlah yang sama.
Upaya kasasi yang diajukan Eddy dan para terpidana lainnya pun ditolak Mahkamah Agung. Mereka akhirnya tetap dijebloskan ke penjara. Namun, negara harus "gigit jari" lagi. Pasalnya, setelah dihitung aset Eddy Tansil hanya sekitar Rp100 miliar, tidak sesuai dengan jumlah yang seharusnya.
Diberitakan, kaburnya Eddy Tansil terjadi di tengah isu kolusi yang dilemparkan Ketua Muda MA bidang Hukum Pidana Umum, Adi Andojo Soetjipto, yang juga merupakan Ketua Majelis Hakim Agung yang memutus permohonan kasasi Eddy.
Kaburnya Eddy merupakan tamparan keras bagi dunia peradilan Tanah Air. Sebab, sejumlah upaya yang menguras tenaga, biaya, dan waktu berbulan-bulan dengan menghadirkan sekian petinggi negara seperti Sudomo, JB Sumarlin hingga Menteri Muda Keuangan Nasruddin Sumintaputra tidak ada hasil sama sekali.
Eddy Tansil harusnya dalam tahap pengawasan khusus karena ketahuan memiliki fasilitas ‘istimewa’ di penjara. Fasilitas itu berupa ruangan berpendingin udara hingga izin kunjungan keluarga setiap hari baginya.
Namun, di tengah pengawasan khusus itulah justru Eddy Tansil berhasil kabur. Kaburnya Eddy ini membuat publik bertanya-tanya, termasuk mantan Dirjen Pemasyarakatan Baharuddin Lopa yang ikut keheranan.
“Bagaimana dalam pengawasan khusus bisa kabur?” ucap Baharuddin kala itu.
Hingga kini,Eddy Tansil masih bisa dengan leluasa menghirup udara bebas. Seperti hilang ditelan bumi, jejaknya sama sekali tidak diketahui pasca kabur dari penjara. [*/Jly]