Hingga saat ini ia telah berhasil mengumpulkan lebih dari 17.000 tanda tangan dari berbagai masyarakat.
Lanjutnya dengan hal ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat lewat petisi tersebut. Akan tetapi banyak pihak yang menyarankan agar ia mengirimkannya ke pihak berwenang.
Walau demikian ia mengaku senang atas hal yang telah ia peroleh terlebih masih banyak masyarakat Kamboja bersifat konservatif dan berpikiran sempit.
Direktur Utama pusat hak asasi manusia Kamboja, Chak Sopheap mengatakan jika adanya hal ini ini dapat melumpuhkan kebebasan perempuan di Kamboja.
Dalam beberapa bulan terakhir saja pemerintah sudah mulai menertibkan perempuan yang mengenakan pakaian yang demikian.
Hal ini juga dinilai mengabaikan hak untuk mengekspresikan diri. Serta menyalahkan perempuan atas kekerasan yang dialaminya.
Dulunya pada tahun 2007 ditetapkan sebuah kode etik bernama Chbab Srey. Hal ini dulunya menjadi pelajaran wajib di sekolah yang mengajarkan perempuan untuk bersikap lemah lembut dan membatasi diri dari dunia luar.
Hingga pada April lalu, seorang perempuan bernama Ven Rachna divonis penjara selama 6 bulan. Karena saat itu ia mengenakan pakaian yang dinilai tidak senonoh saat melakukan siaran langsung di Facebook.
Baca juga: 8 Tahun Pacaran, Wanita Ini Diputusin Tunangan yang Kecantol Wanita Lain
Seorang wakil direktur Amnesty International kawasan Asia Pasifik, Ming Yu Hah, mengatakan jika dengan menghukum perempuan berdasarkan gaya pakaiannya hanya akan memperkuat anggapan jika mereka patut disalahkan atas gaya berpakaian tersebut. Serta memperkuat budaya impunitas yang berkaitan dengan kekerasan berbasis gender. [*/Nlm]











