Inik

Inik

Yusrizal KW. [Foto: dok.pribadi]

Sepertinya, kata yang satu ini terbilang sangat jarang atau hampir tidak terdengar orang Minang menyebutnya. Saya menemukannya, ketika membolak-bolak-balik Kamus Bahasa Minangkabau–Indonesia, Balai Bahasa Padang. Kata yang dimaksud yaitu: inik.

Inik menurut kamus tersebut berarti hemat. Kata hemat, bagi orang Minang yang sering kita dengar “imaik”, atau tetap menyebut hemat. Ketika kata “inik” kita temukan, jelas, ini merupakan khasanah bahasa Minangkabau.

Kata inik, semua kita, bisa memahami, jika makna atau arti sesungguhnya adalah hemat. Mungkin ada satu dua yang mengesankan, itu juga bentuk perilaku ya setara dengan pelit, yang sesungguhnya bisa pula bermakna positif, yaitu penuh perhitungan jika ingin mengeluarkan sesuatu.

Namun, kata “inik” kadang lebih kepada kebiasaan, kecenderungan seseorang terhadap yang disukainya. Jika ia suka goreng ikan “ambu-ambu”, maka goreng ikan tersebut, oleh dia dimik-imikan, yang artinya, sengaja dihematkan dalam artian tidak habis dalam sekali atau dua kali makan. Biasanya bisa untuk tiga kali makan, ia buat menjadi empat atau lima, dengan cara makan sedikit-sedikit goreng ikan tersebut. Di sini, inik, lebih mendalam pada rasa menikmati kepemilikan, untuk kebutuhan individu.

“Inyo painik” yang artinya dia hemat. Penjelasan menariknya, bagi orang Minang kadang hemat, imaik, inik, lebih mengarah pada pemahaman menjaga sesuatu agar tidak cepat habis, tidak cepat rusak, selalu terjaga baik. Misalnya, seorang anak, dinilai ibunya positif, karena inik dengan barang miliknya. Kalau punya sepatu atau baju bagus, dia tidak memakainya setiap saat. Saking senang dan berartinya barang tersebut, mungkin dibeli dengan tabungan, siap dipakai, dicuci atau dibersihkan dan disimpan kembali baik-baik. Dijaga agar tetap Nampak baru.

Orang painik, adalah mereka dari kalangan yang sesungguhnya memanfaatkan benda atau kepunyaan mereka sesuai kebutuhan, kemudian merawatnya dengan baik. Karena itulah, ada orang tua-tua bernasehat, “Inik itu perlu. Tidak apa kita dibilang pelit. Kalau orang itu tahu, tujuannya agar bisa bertahan, kalau sama orang berlaku setahun, kita bisa satu setengah tahun…” Artinya, kita memahami, sikap hemat atau menjaga sesuatu agar tidak mengalami percepatan masa pakai, ini merupakan sifat baik yang terpuji.

Kita juga dengar “mainik-inikan”, yang artinya, menghemat-hematkan.  Kalau kita tinggal di rantau, suatu hari dikirimi rendang oleh orangtua di kampung, senangnya bukan main. Karena rendang khas kampung halaman, rasanya sudah kita ketahui. Enak dan sedap rasanya. Ada juga yang jual rendang di rantau itu, tapi rasanya tidak ketemu di lidah, asal rendang saja mungkin.

Nah, yang buatan dari kampung inilah, rasanya sangat menyenangkan bagi lidah. Makan kita banyak, rendangnya enak, tapi takut cepat habis. Akhirnya, bersama istri dan anak, makan rendangnya seperti dibatasi, bagai dipelit-pelitkan, karena yang terpenting, bisa lama habisnya. Kalau tidak, sekali makan, selera buruk diperturutkan, bisa tiga sampai empat potong seorang daging rendang dimakan. Nah, inilah yang dimaksud “mainik-inikan”, yang kadang tidak mudah.

Baca juga: Inok

Kata “inik”, sesungguhnya kata hemat, sebuah ungkapan dengan kesimpulan, apa pun yang kita punya, apa pun yang kita miliki, demi kebaikan, bainik-inik tak apa. Jika tidak, kita kadang bagai memastikan tak perlu hari esok. Padahal, bukan begitu. Hemat pangkal kaya, inik pangkal bahagia. Tapi, jika saking ingin kaya dan bahagia, semua ditahan, superhemat, tentu kita takut jatuhnya kepada pelit. Kita menjadi tidak berbagi dengan diri sendiri, melainkan mencederai hak diri sendiri. Inik, kebaikan, yang kata ini, kini apakah masih enak diucapkan lidah orang Minang atau tidak. Tapi, ia terasa langka. Kita perlu mencatatnya. (*)


Penulis: Yusrizal KW, dikenal sebagai penulis cerita pendek dan telah melahirkan tiga buku kumpulan cerpen. Pernah menjabat Redaktur Budaya Harian Padang Ekspres 2005 – 2020.

Baca Juga

Lebih Berupa Kebijakan dan Payung Hukum, Ini Rekomendasi Hasil Kongres Bahasa Indonesia XII
Lebih Berupa Kebijakan dan Payung Hukum, Ini Rekomendasi Hasil Kongres Bahasa Indonesia XII
Puan Bangga, Lagu Tak Tong Tong dan Baju Adat Minang Bawa TRCC Juara Internasional
Puan Bangga, Lagu Tak Tong Tong dan Baju Adat Minang Bawa TRCC Juara Internasional
Puan Dorong Pemerintah Perjuangkan Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Internasional
Puan Dorong Pemerintah Perjuangkan Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Internasional
Mengenal Istano Basa Pagaruyung, Pusat Kejayaan Minangkabau di Masa Lalu (1)
Mengenal Istano Basa Pagaruyung, Pusat Kejayaan Minangkabau di Masa Lalu (1)
Bertemu Mahyeldi, Wamenkumham Ungkap akan Akomodasi Hukum Adat Minang dalam RKUHP
Bertemu Mahyeldi, Wamenkumham Ungkap akan Akomodasi Hukum Adat Minang dalam RKUHP
Sejalan dengan Progul, Gubernur Mahyeldi: KAN Penjaga Eksistensi Nagari dan ABS-SBK
Sejalan dengan Progul, Gubernur Mahyeldi: KAN Penjaga Eksistensi Nagari dan ABS-SBK