Meski begitu, kembali lagi ke takdir yang sudah ditetapkan, pasangan ini tetap mantap menikah, dengan konsekuensi diusir dari negara masing-masing hingga membuat mereka tak punya tempat yang aman untuk tinggal.
Hal itu memaksa mereka untuk melakukan perjalanan dan tinggal di negara lain yang bisa mereka masuki.
"Tak satu pun dari kita bisa hidup di negara satu sama lain, bahkan setelah menikah. "Ini berarti bahwa kami harus melakukan perjalanan ke, dan tinggal di, negara-negara yang dapat kami masuki dengan paspor . Israel dan Iran, dan hanya tinggal selama waktu yang diizinkan dengan visa turis," ungkapnya.
Selain itu, membuka identitasnya orang berkewarganegaraan Israel juga merupakan tantangan tersendiri, seperti yang terjadi saat di Turki.
"Tantangan kami dimulai di Turki, di mana saya merasa tidak nyaman terbuka tentang kewarganegaraan Israel saya," katanya. Keduanya pun berpindah kesana-kemari demi bisa bersama.
"Vinas dan saya menghabiskan waktu yang luar biasa bersama berkemah di pantai Mediterania yang menakjubkan, Laut Aegea dan Laut Hitam, tetapi kami juga dilecehkan karena menjadi pasangan Muslim dan non-Muslim dan karena belum menikah pada saat itu," beber Lital.
"Mengkhawatirkan izin masuk adalah hal yang menakutkan," sambungnya. Bahkan, ada pengalaman saat suaminya ditahan dan diinterogasi di perbatasan, hanya karena berkewarganegaraan Iran.
Saat itu suaminya hanya diberi visa 30 hari untuk tinggal di Republik Turki Siprus Utara pada 2019.
"Kami menyadari bahwa kami tidak akan dapat melakukannya. kembali ke Turki seperti yang telah kami rencanakan, kami harus tinggal di luar negeri selama tiga bulan di antara visa turis,".
Berbagai upaya mereka lakukan untuk bisa hidup bersama dengan tenang dan nyaman, termasuk mengajukan permohonan suaka.
"Kami mengajukan permohonan suaka pada Januari 2019 dan permohonan itu masih menunggu keputusan. Kami mendapati diri kami menghadapi kenyataan sehari-hari yang sangat sulit, kami tidak diizinkan untuk bekerja dalam pekerjaan tetap, kami menganggur dan kami tidak didukung oleh sistem kesejahteraan negara," ungkap Vital.
Akibatnya, mereka pun harus mengalami permasalahan keuangan, menambah beban yang harus mereka tanggung. Mereka menjadi tunawisma selama setahun, sementara tenda yang mereka miliki rusak.
"Kami mengalami kondisi cuaca ekstrim dan situasi dimana kami merasa sangat tidak aman," kata Lital. Mereka pun ampai bertahan dengan menerima sumbangan makanan dan mengumpulkan sayuran yang ditinggalkan di lantai pasar.
Berbagai cara mereka lakukan untuk bertahan hidup sementara permohonan suaka belum mereka dapatkan.
"Kami menjadi sukarelawan mingguan dalam proyek penghematan makanan, mengambil sumbangan buah dan sayuran dari pasar," katanya. Pengalaman pahit yang mereka dapatkan tak berhenti di situ. Mereka pun mengalami diusir oleh polisi dari tempat mereka berkemah.
"Saya menangis dan mencoba menjelaskan bahwa saya tidak ingin menjadi tunawisma,"
Baca juga: Viral, Wanita di Suku Ini Menyusui Anak Rusa
Sementara itu, terusirnya mereka dari kampung halaman juga membuat keduanya terpisah dari keluarga, bahkan tidak berkomunikasi dengan mereka.
"Saya berharap saya dapat pergi dan mengunjungi mereka di Israel. Keluarga Vinas sangat mendukung, tetapi demi keselamatan mereka, kami tidak menghubungi mereka," bebernya.