Berita viral terbaru: Pasangan lansia di Banyumas tinggal di gubuk karung selama 5 tahun dan hidup mandiri serba kekurangan di gubuk tersebut.
Padangkita.com - Hidup serba kekurangan dialami Mbah Tarso (70) dan istrinya, Sugiani (45). Pasangan suami istri, warga RT 7 RW 6, Kecamatan Purwokerto Barat, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah ini terpaksa tinggal di gubuk berukuran 2×3 meter dan tinggi 1 meter yang terbuat dari karung serta plastik beralaskan spanduk bekas.
Pasangan tersebut hidup jauh dari permukiman penduduk. Untuk makan sehari-hari, biasanya mereka hanya mengandalkan alat pancing guna memancing belut di Sungai Banjaran yang tepat berada di samping gubuk mereka.
Hasil tangkapan tersebut biasanya mereka masak atau dijual. Sedangkan untuk mandi menjadi satu di gubuknya tersebut.
Pasangan lansia itu tinggal di tanah milik warga. Mereka hidup tanpa penerangan listrik dan perabotan rumah tangga selama 5 tahun.
Untuk bisa ke gubuk tersebut, hanya bisa dilakukan dengan berjalan kaki melewati sawah-sawah dan kebun milik warga.
“Lima tahun tinggal di sini, Kedungwuluh, asli Kranji (Purwokerto Timur). Aktivitas mancing pelus (belut besar) untuk dijual, tidak pasti kadang dapat,” kata Tarso, Rabu (8/7/2020).
Lantaran tak memiliki pekerjaan, Tarso hanya mengisi aktivitasnya dengan mencari belut atau ikan lele untuk makan sehari-hari. Hasil tangkapannya itu kemudian dijual kepada orang orang. Namun kadang kala ia juga tak dapat tangkapan apapun.
“Kalau dapat banyak dibagi-bagi. Sebulan paling satu dua, paling banyak 3 belut. Kadang juga mancing lele dapat 5 kilogram dijual 1 kilogram Rp15 ribu, ya cukup untuk makan satu Minggu. Cari lagi belum satu Minggu sudah dapat lagi buat nyambung. Lebih sedikit saya tabung,” jelasnya.
Baca juga: Pria Ini Penggal Kepala Wanita yang Dituduh Bunuh Anaknya Pakai Ilmu Hitam
Selain mencari belut dan lele, Tarso juga pernah menjadi pemburu ular kobra. Kurang lebih 80 ular pernah dia jual ke daerah Cilacap. Hasil dari penjualan tersebut ditabung untuk kebutuhan harian dan kebutuhan lain.
Lantaran hanya terbuat dari karung dan spanduk, jika malam hawa dingin sangat terasa oleh pasangan itu. Untuk penerangan, Tarso hanya menggunakan sebatang lilin untuk satu malam. Tak hanya itu, bahkan jika turun hujan, gubuk tersebut selalu kebanjiran.
Awal mula Tarso diizinkan untuk menempati tanah pada gubuknya itu, setelah dirinya membersihkan sungai dan rumput-rumput pemilik tanah.
Saat itu, Tarso tak ingin menerima bayaran dari pemilik tanah. Lantaran hal itu, pemilik tanah akhirnya mengizinkanTarso untuk menempati tanah tersebut dengan syarat tidak dibangun permanen.
“Dulu punya rumah sendiri, sekarang tidak punya karena dibagi bagi (warisan) akhirnya habis. Lalu cari kontrakan, pindah 3 kali, akhirnya bingung cari lokasi. Karena diberi izin sama yang punya tanah saat awal bersihin kali. Lalu yang punya tanah tahu dan diizinkan tinggal selamanya, selama belum dijual atau dibangun,” ujarnya.
Ketua Forum Lintas Komunitas Kabupaten Banyumas, Muvik mengatakan jika pihaknya bersama komunitas-komunitas sosial sepakat untuk patungan membantu membangun rumah untuk Mbah Tarso.
Baca juga: Sudah Beda Agama, Salmafina Ingin Belikan Kurban untuk Sang Bunda di Hari Raya Umat Muslim
“Karena kita melihat kondisi seperti ini, akhirnya kita dari komunitas-komunitas sosial sepakat patungan bagaimana caranya. Tidak ada yang disalahkan, tidak saling menyalahkan, ini masalah kita bersama. Penggalangan dana diungkap apa adanya, kita up lewat media sosial,” ujarnya.
Hingga saat ini, kata Muvik, sudah terkumpul kurang lebih Rp 8,6 juta. Rencananya uang tersebut akan digunakan untuk membantu Mbah Tarso membangun rumah.
“Penggalangan dana sudah Rp 8,6 juta amanahnya untuk pembuatan rumah,” jelasnya. [*/Prt]