Berita viral terbaru: Praktik poliandri ternyata bayak terjadi di masyarakat Upper Dolpa, namun kini perlahan ditinggalkan.
Padangkita.com- Selama ini biasanya kita hanya mendengar jika sosok laki-laki yang memiliki istri lebih dari satu. Istilah ini juga dikenal dengan nama poligami.
Dalam ajaran agama Islam sebenarnya hal tersebut juga diperbolehkan dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pihak pria selaku pemimpin keluarga.
Baca juga: Meski Tamatan SMP, Pria Asal Cilacap Ini Mampu Ubah Nasib Hingga Jadi Miliarder
Namun ternyata ada wanita yang memiliki suami lebih dari satu, atau yang disebut poliandri. Mungkin hal ini terdengar aneh, tapi tradisi ini benar-benar terjadi. Tepatnya di sebagian masyarakat Upper Dolpa di Himalaya.
Melansir dari Intisari-Online.com, dikisahkan jika salah seorang wanita yang beru berusia 17 tahun telah menikah. Sang wanita bernama Tashi Sangmo itu sebelumnya telah menikah untuk pertama kalinya pada umur 14 tahun. Pernikahan tersebut terjadi antara ia dengan tetangganya.
Kemudian Sangmo juga setuju untuk menikah dengan adik lelaki suaminya. Ia saat itu beranggapan jika hal yang demikian akan lebih mudah karena mereka nantnya berada dalam satu keluarga.
Sangmo melanjutkan jika dalam pernikahan yang dijalaninya tersebut tidak ada pembagian pembagian harta bersdasarkan jumlah istri yang ada. Karena Sangmo sendirilah yang mengurus perihal harta dan keuangan keluarga.
Suami pertama Sangmo bernama Mingmar Lama, ia sudah berniat untuk memasukkan sang adik pada keluarganya.
Ia mengatakan jika poliandri yang dilakukan tersebut lebih memudahkan ia berbagi ikatan batin dengan Pasang, sang adik.
Baca juga: Meski Tamatan SMP, Pria Asal Cilacap Ini Mampu Ubah Nasib Hingga Jadi Miliarder
Saat ini mereka telah memiliki 3 orang anak lelaki, masing-masing berusia delapan, enam, dan empat tahun. Mereka tinggal di sebuah desa bernama Desa Simen, yang terletak di ketinggian 4.000 di atas permukaan laut. Untuk dapat mencapai rumah mereka diperlukan waktu lima hari berjalan kaki ke kota terdekat.
Secara tradisional, warga Upper Dolpa merupakan bagian dari kelompok masyarakat yang membuka jalan antara Nepal dan Tibet. Dengan minimnya sumber daya alam, masyarakat Upper Dolpa tidak memiliki banyak harta.