Padangkita.com - Nama Fair Wayne Bryant sempat jadi sorotan publik, khususnya di Amerika Serikat. Pasalnya, pria itu mendapat vonis hukuman penjara seumur hidup hanya karena mencuri gunting rumput pada 23 tahun lalu.
Namun belum lama ini, Bryant akhirnya bisa menghirup udara bebas setelah Badan Legislatif Louisiana memutuskan untuk mengubah undang-undang kejahatan berulang negara bagian.
Hal itulah yang membuat Bryant akhirnya bisa mendapat kebebasan setelah sidang pembebasan bersyarat Kamis pagi (15/10/2020) di Baton Rouge.
Dilansir The Advocate pada Sabtu (17/10/2020), Bryant divonis seumur hidup karena mencuri gunting rumput pada 1997 lalu. Hakim Mahkamah Agung Lousiana akhirnya memberikan pengampunan pada pria kulit hitam itu.
Beberapa bulan lalu, Mahkamah Agung negara bagian sempat menolak permintaan untuk meninjau hukuman Bryant, yang dianggap berlebihan dan inkonstitusional. Namun akhirnya Keputusan dewan pembebasan bersyarat memberikan pembebasannya Bryant.
Saat pembicaraan mengenai pembebasan Bryant, mayoritas hakim tidak memberikan berkomentar. Namun hasil keputusan itu didapat setelah adanya perbedaan pendapat yang pedas dari Ketua Mahkamah Agung Bernette Johnson. Menurutnya, penerapan hukuman penjara seumur hidup sangat tidak proporsional dengan kejahatannya.
Ketika itu, Johnson membandingkan kasus Bryant dengan sebutan "undang-undang babi". Pasalnya, aturan tersebut hanya dirancang untuk menargetkan orang kulit hitam yang miskin untuk kejahatan kemiskinan seperti mencuri babi.
Selain itu, Johnson juga mencatat bahwa pembayar pajak Louisiana telah menghabiskan US$ 500.000 atau sekitar Rp 7,3 miliar lebih untuk penahanan Bryant sejak hukuman seumur hidupnya dimulai.
Bryant menghabiskan sebagian besar waktunya di Penjara Negara Bagian Louisiana di Angola. Penjara tersebut memiliki keamanan maksimum yang luas di negara bagian Lousiana.
"Sekarang sangat penting bahwa Badan Legislatif mencabut undang-undang pelaku kebiasaan yang memungkinkan hukuman yang tidak adil ini, dan bagi jaksa wilayah di seluruh negara bagian untuk segera berhenti mencari hukuman ekstrem untuk pelanggaran ringan," ujar Alanah Odoms, direktur eksekutif kelompok tersebut, seperti dilansir dari USA Today.