Berita viral terbaru: Tetangga ini perebutkan tanah selebar 3 cm, hingga tak bertegur sapa selama bertahaun-tahun.
Padangkita.com- Memiliki tetangga yang pengertian merupakan suatu keberuntungan tersendiri bagi seorang pemilik rumah.
Namun tak jarang juga banyak tetangga yang tinggal berdekatan justru malah sering terlibat cekcok. Permasalahan yang mendasari perang mulut tersebut juga beragam mulai dari hal penting hingga hal yang sangat remeh sekalipun.
Salah satunya yang paling sering terjadi ialah perihal batas tanah. Hal ini memang sering diperdebatkan karena semua pihak tidak ingin mengalami kerugian dengan jumlah tanah miliknya yang berkurang dari ukuran awal. Namun bagaiama jika tanah yang diperebutkan tersebut berukuran sangat kecil.
Hal inilah yang dialami oleh dua orang warga Sragen, yang bernama Suparmi (61) dan Suprapto. Melansir dari Grid, kedua tetangga ini bertengar hanya karena memperebutkan tanah selebar 3 cm, hingga menyebabkan dua tetangga ini saling lapor
Diketahui jika keduanya merupakan warga Dukuh Kawis Dulang, RT 018, Desa Wonokerso, Kedawung, Sragen. Walaupun hanya memperebutkan tanah selebar 3cm namun tanah tersebut sepanjang 100 meter. Hingga Suprapto merusak tembok batas rumah milik Suparmi.
Suparmi, mengatakan jika asal muasal sengketa tanah tersebut terjadi saat anaknya sakit. Namun ia lupa kapan persisnya hal ini dimulai, namun yang pasti hal ini telah berlangsung selama bertahun-tahun. Saat sang anak sakit ia kemudian menjual tanah tersebut karena butuh biaya operasi.
Namun luas tanah yang ada dengan di sertifikat berbeda, hingga ia memilih untuk menembok sisa luas tanah yang ia miliki.
Hal tersebut ia lakukan sekitar tahun 2000an awal. Akan tetapi tembok yang ia bangun melewati ukuran yang digariskan oleh kelurahan.
Baca juga: Ini 6 Atlet Muslim yang Paling Disorot dan Berprestasi
Ia yang merasa dirugikan kemudian mengajukan protes pada tahun 2016 dan meminta untuk dilakukan pengukuran ulang. Untuk itu ia mengeluarkan uang senilai Rp 400 ribu namun hasil yang diterima masih sama.
Ia tetap yakin jika tanahnya tersisa 33 cm, namun setelah beberapa perundingan yang ia lakukan tanah tersebut tetap tidak kembali. Hingga ia membawa kasus tersebut ke Dinas Agraria Kabupaten Sragen, serta menyewa seorang pengacara.