Berita viral terbaru: Agama Sikh merupakan sebuah agama yang berasal dari Punjab, India. Tenyata di Indonesia memiliki 10-15 ribu penganut.
Padangkita.com - Agama Sikh atau Sikhisme (bahasa Punjabi) adalah salah satu agama terbesar di dunia. Banyak orang yang beranggapan bahwa agama Sikhisme lahir dari perpaduan Islam dengan Hindu. Apakah benar demikian?
Menurut pemuka agama Sikh, Prem Sighn, ajaran yang dibawa Guru Nanak Dev itu tidak beririsan dengan Hindu atau Islam. Meskipun dia mengakui ada sejumlah ritual dan nilai yang terinspirasi dari dua agama tersebut.
“Sebenarnya tidak bisa dikatakan demikian (irisan Hindu dan Islam). Tapi ada nilai-nilai universal yang mirip dengan Hindu dan Islam. Ada juga kok praktik dalam Hindu dan Islam yang dikritik agama Sikh,” melansir IDNTimes. Agama ini berkembang terumanya pada abad ke-16 dan 17 di India. Kata Sikhisme, berasal dari kata Sikh yang berarti "murid" atau pelajar.
Baca juga: Geger, Petani Ini Pasang Poster Bintang Film Panas di Sawah untuk Halau Burung
Agama Sikh juga sudah tersebar di berbagai penjuru dunia yang mempunyai komunitas India. Konsentrasi terbesar agama ini berada di India. Di Asia Tenggara umat Sikh banyak ditemukan di negara Malaysia dan Singapura. Umat Sikh ini dapat dikenali melalui namanya yang kebanyakan akhir namanya Sing untuk pria dan Kaur untuk wanita.
Agar tidak salah memahami tentang agama Sikh, inilah ulasan fakta tentang agama Sikh yang dilansir dari IDNTimes.
Meyakini Tuhan Yang Maha Esa
Agama Sikh pertama kali muncul di Punjab, India Utara, pada 1469. Ada 10 sosok yang dianggap sebagai nabi dengan sebutan Guru di bagian awal Namanya.
Nabi yang terakhir, Guru Gobind Singh, meninggal dunia pada 7 Oktober 1708. Esensi Sikhisme adalah percaya terhadap keesaan Tuhan. Di mana Tuhan berada? Sikhisme meyakini Tuhan ada pada setiap ciptaannya,
termasuk di dalam diri manusia.
Pernyataan itu serupa dengan hadis yang menjadi landasan kelompok tasawuf (penganutnya disebut Sufi) dalam Islam, yaitu “Barang siapa yang mengenal dirinya, maka dia mengenal Tuhannya. Kami percaya Tuhan itu punya berbagai nama walau Tuhannya itu sendiri hanya satu. Di dalam Kitab Suci Guru Grant Sahib, ada istilah Allah juga, tapi yang biasa digunakan adalah Waheguru. Sikh itu diajarkan untuk menemukan Tuhan yang bersemayam di dalam setiap ciptaannya,” tutur Prem.
Muncul Sebagai Bentuk Protes Atas Penyelewengan Nilai di India
Prem menceritakan, kemunculan Sikhisme berawal dari degradasi moral yang terjadi di India. Kala itu, banyak pemimpin yang tidak amanat serta pemuka agama yang melakukan penyelewengan. Jabatan dan kepercayaan yang mereka emban dimanfaatkan untuk memperkaya diri sendiri.
“Waktu itu masyarakat India sangat menderita, tertindas, terjadi ketidaksetaraan gender, apalagi kasta bawah. Jadi hampir sama seperti kemunculan Protestan,” ungkap dia.
Teologi Sikhisme yang paling utama adalah kesetaraan derajat. Oleh sebab itu, kritik fundamental ajaran ini terhadap Hindu adalah sistem kasta yang membedakan manusia berdasarkan keturunannya.
Perkara ini pula yang menjadikan Sikhisme mendapat perhatian banyak orang, karena nilai-nilainya yang saat itu membela masyarakat tertindas.
Sikhisme Masuk ke Indonesia Pada Awal Abad ke-19
Sikhisme masuk ke Indonesia pada awal abad ke-19. Ada tiga jalur utamanya. Pertama, jalur perdagangan yang kebanyakan masuk dari Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Kedua, jalur imigran, ada yang masuk dari Tanjung Priok dan pelabuhan di Sumatra. Terakhir, dibawa pasukan Inggris sebagai tentara.
Menurut Prem, ajaran ini mudah diterima masyarakat Indonesia karena Sikhisme bukan agama dakwah, yang memaksa orang-orang untuk
menganutnya.
“Sikhisme justru menekankan supaya jadilah pemeluk agama yang benar. Kalau kamu Islam, pahami Islam dengan baik, jangan sampai malah bermusuhan dengan agama lain. Ada banyak di India orang yang mengikuti perkataan Guru Nanak, tapi tetap memegang agamanya,” ujarnya.
Merawat Rambut dan Turban adalah Identitas Penganut Sikhisme
Para penganut Sikhisme dituntut untuk mengenakan turban, kain atau sorban yang menutupi kepala, dan selalu merapikan rambut. Saking esensialnya, Prem berharap pemerintah mempertimbangkan supaya umat Sikh diberikan keringanan dalam penggunaan turban untuk setiap urusan administrasi.
“Turban itu jadi identitas Sikh. Yang jadi permasalahan, sering kali ketika foto paspor, misalnya, kita diminta untuk buka turban. Ketika pakai motor, polisi akan menilang kita yang memakai turban,” kata dia. Lebih lanjut, menurut Prem, baru pemerintah daerah dan kepolisian di Medan saja yang mengizinkan penganut Sikh menggunakan turban ketika mengendarai sepeda motor.
Sudah ada 11 rumah Ibadah di Indonesia
Rumah ibdaha agama Sikh disebut Gurdwara, yang berarti jalan menuju Tuhan. Arsitekturnya serupa dengan masjid, karena memiliki kubah. Setiap minggunya mereka melakukan ibadah berupa nyanyian dan doa bersama.
Di samping itu, mereka juga memiliki ibadah harian yang dilakukan sebanyak tiga kali, saat bangun tidur di waktu subuh, saat terbenamnya matahari, dan sebelum tidur.
Untuk rumah ibadah, saat ini jumlahnya ada 11 yang tersebar di pulau Jawa dan Sumatera. Untuk administrasinya, Gurdwara tercatat dalam Ditjen Binmas Hindu, Kementerian Agama. Hal inilah yang menyebabkan pembangunan Gurdwara tidak pernah bermasalah.
Selain itu, Gurdwara juga dimanfaatkan sebagai tempat pendidikan keagamaan bagi anak-anak. “Jadi Kementerian Agama memasukkan Sikh ke dalam Ditjen Binmas Hindu, karena praktik ibadahnya dinilai memiliki beberapa kesamaan. Kami tentu berharap supaya Sikh diakui seperti agama-agama lainnya, walau kami sadar jumlah kami yang sedikit. Meski begitu, sedari awal kami berkomitmen, diakui atau tidak, kami tetap berkarya bagi bangsa Indonesia,” tutup Prem.
Melansir Republika.co.id, gama Sikh secara sosiologis dan antropologis agama Sikh telah diakui keberadaannya oleh masyarakat, meskipun secara administrasi kependudukan belum diakui sehingga tidak dilayani oleh pemerintah. Untuk bisa bertahan, umat Sikh bergabung dengan PHDI, namun tidak memperoleh apresiasi yang semestinya.
Pemeluk agama Sikh sampai saat ini belum memperoleh pelayanan dalam hal hak-hak sipil. Pemeluk agama Sikh masih sebagai subaltern, yaitu ada tetapi tidak dianggap ada sehingga tidak dilayani. Agama Sikh disetarakan dengan aliran kepercayaan, sehingga digabungkan dengan PHDI sebagai payungnya.
Meskipun demikian dalam acara-acara keagamaan yang dilakukan oleh pemerintah, mereka diperlakukan sebagai Hindu Sikh. Relasi sosial pengikut agama Sikh dengan masyarakat di sekitarnya umumnya sangat baik. Tidak ada konflik atas keberadaannya, bahkan mereka ikut dalam kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh masyarakat sekitar. [*/win]