Bagaimana mengatasi “kegamangan”? Belajar membiasakan diri, melakukan transformasi diri untuk menata kehidupan dan perilaku hidup bersih serta mematuhi protokol kesehatan selama pandemi, yang kemudian akan dibawa terus ke depannya dalam kehidupan keseharian, untuk menjaga kebersihan lingkungan, menjaga kebersihan makanan, dan mengonsumsi gizi yang seimbang.
Pada tanggal 15 Mei 2020, Presiden Jokowi telah membuat pernyataan resmi mengajak segenap masyarakat Indonesia untuk memasuki tatanan kehidupan baru (new normal).
“Masyarakat harus berdamai dan hidup berdampingan dengan Covid-19. Berdampingan itu justru kita tak menyerah, tetapi menyesuaikan diri (dengan bahaya Covid-19). Kita lawan Covid-19 dengan kedepankan dan mewajibkan protokol kesehatan ketat.”
Untuk mendukung kebijakan ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan (Menkes) Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.
Bahkan untuk mendukung penerapannya telah disiapkan anggota TNI dan Polri sebanyak 340.000 personel. Mereka akan dikerahkan di empat provinsi dan 25 kabupaten/kota sesuai instruksi Presiden. Keempat provinsi yang dimaksud yakni, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatra Barat dan Gorontalo.
Di mana ada 1.800 objek yang akan dijaga di empat provinsi tersebut. Personel TNI-Polri akan memastikan masyarakat menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus Corona (Covid-19), seperti memakai masker dan menjaga jarak fisik.
Dari penerbitan KMK dan kesiapan personel TNI dan Polri, tergambar keseriusan pemerintah untuk menerapkan new normal di tanah air, tetapi apakah masyarakat kita telah siap memasuki era new normal ini? Inilah “kegamangan dalam harapan” di tengah pandemi Covid-19 ini.
Syarat Memasuki New Normal
New Normal adalah sebuah istilah dalam bisnis dan ekonomi yang merujuk pada kondisi-kondisi keuangan usai krisis keuangan 2007—2008, resesi global 2008—2012. Istilah ini selanjutnya dipakai pada berbagai konteks lain untuk mengimplikasikan bahwa suatu hal yang sebelumnya dianggap abnormal menjadi umum, tak terkecuali untuk pandemi Covid-19.
Dalam kaitannya dengan pandemi Covid-19, Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan new normal merupakan perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas secara normal, tetapi ditambah dengan menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19.
Menurutnya, kehidupan dapat kembali normal setelah vaksin ditemukan dan dapat dipakai sebagai penangkal virus Corona jenis baru itu, di mana diperkirakan vaksin ini paling cepat ditemukan tahun depan (2021).
Menurut DR. Hans Henri P. Kluge, Direktur regional WHO untuk Eropa, ada enam persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat memasuki era new normal, yakni:
- Pertumbuhan transmisi Covid-19 bisa dikendalikan.
- Kesehatan masyarakat dan kapasitas sistem kesehatan mampu untuk mengidentifikasi, mengisolasi, menguji, melacak kontak dan mengarantina.
- Mengurangi risiko wabah dengan pengaturan ketat terhadap tempat yang memiliki kerentanan tinggi, terutama di rumah orang lanjut usia, fasilitas kesehatan mental dan pemukiman padat.
- Melakukan penetapan pencegahan tempat kerja, seperti jarak fisik, fasilitas mencuci tangan, etiket penerapan pernapasan.
- Risiko penyebaran imported case dapat dikendalikan.
- Masyarakat ikut berperan dan terlibat dalam transisi.
Kegamangan di Tengah Harapan
Sumatra Barat (Sumbar) menjadi satu dari empat provinsi di Indonesia yang harus menyiapkan strategi menghadapi kondisi new normal. Untuk itu Kepolisian Daerah (Polda) Sumbar menyiapkan enam ribu personel kepolisian di daerah itu untuk mendukung skenario new normal ini.
Dalam penerapan skenario new normal, personel kepolisian bertugas untuk menegaskan kepada masyarakat agar mematuhi aturan protokol kesehatan, sesuai instruksi Presiden Jokowi dan maklumat Kapolri untuk memutus mata rantai penularan Covid-19. Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengatakan pemerintah akan terus mencari solusi dan berinovasi, agar kehidupan secara berangsur berjalan normal dan produktivitas tetap berjalan di tengah Covid-19.
Pertanyaannya sekarang adalah, sudahkah masyarakat kita paham tentang konsep new normal ini? Sudahkah masyarakat kita benar-benar dapat mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan?
Faktanya, sampai tanggal 3 Juni 2020, kurva kasua positif Covid-19 masih menunjukkan peningkatan, belum ada indikasi akan melandai, hal ini berarti persyaratan No. (1) menurut WHO, yakni pertumbuhan transmisi Covid-19 bisa dikendalikan, belum dapat terpenuhi dengan baik. Hal ini di antaranya disebabkan oleh masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk “menjaga jarak aman” di keramaian.Terbukti penambahan kasus terbanyak dari Pasar Raya Padang. Meskipun masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Sumbar telah diperpanjang sampai tanggal 7 Juni 2020, akan tetapi dengan masih terus ditemukannya kasus positif Covid-19 ini tentunya akan membutuhkan usaha keras guna menyiapkan diri memasuki era new normal.
Pasca PSBB berakhir, penerapan protokol kesehatan di tempat kerja formal mungkin akan relatif lebih mudah untuk dilakukan, bagaimana dengan di sekolah-sekolah yang memiliki ruang kelas terbatas sedang jumlah siswanya banyak? Bagaimana di tempat keramaian seperti pasar dan tempat wisata? Pertanyaan ini menimbulkan kegamangan dalam memasuki tatanan kehidupan baru atau new normal dalam pandemi Covid-19 ini.
Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, skenario new normal yang ingin diterapkan pemerintah, khususnya yang terkait dengan bisnis maupun layanan publik, masih terlalu dini. Sedangkan Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Muhammad Adib Khumaidi meminta pemerintah mengkaji secara mendalam rencana penerapan new normal di tengah pandemi Covid-19. Sebab, jika tidak diperhitungkan dengan matang, berpotensi terjadi ledakan kasus Covid-19 di Indonesia, dan Tim Pakar Ekonomi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Beta Yulianita Gitaharie mengatakan bahwa menyelamatkan nyawa dan menekan angka pertumbuhan penularan Covid-19 adalah hal yang penting.
Namun demikian, kegiatan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat juga harus tetap berjalan. Untuk itu, penerapan new normal harus dilakukan dengan kehati-hatian agar tujuan untuk menggerakkan roda perekonomian sebagaimana yang kita harapkan dapat terwujud selaras dengan upaya memutus rantai penyebaran Covid-19.
Faktor Penentu
Bagaimana mengatasi “kegamangan”? Belajar membiasakan diri, melakukan transformasi diri untuk menata kehidupan dan perilaku hidup bersih serta mematuhi protokol kesehatan selama pandemi, yang kemudian akan dibawa terus ke depannya dalam kehidupan keseharian, untuk menjaga kebersihan lingkungan, menjaga kebersihan makanan, dan mengonsumsi gizi yang seimbang.
Salah satu faktor penentu keberhasilam penerapan new normal adalah kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan. Untuk itu, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengingatkan hal yang perlu diperhatikan untuk hidup di bawah new normal pandemi Covid-19, di antaranya, adalah mendidik, melibatkan dan memberdayakan masyarakat, inilah yang menjadi “PR” kita semua; pemerintah, akademisi, pemuka dan tokoh masyarakat, serta seluruh elemen masyarakat. [*]
Sri Maryati
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Andalas [FEUA], Sekretaris Pusat Studi Keuangan dan Pembangunan (PSKP - FEUA)