Makan Minum di Italia: Waspada Adds On, Coperto dan Tavolo

Pasta Vongole di Milan, Italia.

Pasta Vongole di Milan, Italia. [Foto: Hariatni Novitasari]

Dari dua kejadian itu, saya kemudian baru tahu jika kita makan dan duduk di salah satu restoran di Italia, pada umumnya kita akan dikenakan apa yang dinamakan coperto, istilah untuk cover charge.

Ketika saya membayar makan siang di sebuah restoran di area Milan Cathedral (Duomo di Milan), Italia, kasir bertanya kepada saya:

“Kamu bayar untuk berapa orang?”

“Satu orang,” jawab saya.

Ketika dia menanyakan itu, saya tidak mengerti maksudnya. Namun memang ketika makan siang itu, saya tidak sendirian, tetapi bersama beberapa teman yang kebetulan ketemu di Milan.

Kami sepakat untuk membayar sendiri-sendiri bon makanan kami (going Dutch). Namun, ketika saya menerima bon makan siang saya, saya benar-benar terkejut. Hah? EUR35! Kok bisa begitu mahal. Padahal, saya hanya memesan vongole pasta (pasta kerang) dan satu cangkir cappuccino. Jika lihat pada harga yang tertera di buku menu, harusnya tidak semahal itu. Hanya sekitar EUR20.

Penasaran dengan harga makanan yang saya pesan, saya kemudian teliti item apa saja yang harus bayar. Saya biasanya jarang sekali meneliti bon makanan. Di situ saya lihat ada “service charge” sebesar EUR3,5 untuk satu orang.

Tomatoes Pasta Verona Italia.

Tomatoes Pasta Verona Italia. [Foto: Hariatni Novitasari]

Saya juga kena adds on (tambahan) untuk keju permesan yang ditabur di atas pasta dan cream di cappuccino. Setelah dijumlah, ya totalnya seperti di atas. Ah, oke. Jadi masuk akal berarti (meski tidak terima).

Di lain waktu, saya beli makan di salah satu restoran di Stasiun Central Milan, ketika menunggu kereta ke Roma. Saya pesan makanan dan membayarnya di kasir. Karena saya melihat ada kursi yang kosong, buru-buru saya duduk di situ.

Tempat makan di lokasi itu lumayan sempit, agak semrawut. Dan saya melihat banyak kursi serta meja kosong. Baru saja saya meletakkan tas ransel saya, ada pelayan laki-laki yang mendekati dan menegur saya, “Kamu tidak boleh duduk di situ, karena kamu tadi bayar pesananmu di kasir…”

Lalu si pelayan menunjukkan kepada saya tempat di mana saya bisa makan. Di tempat itu, saya hanya melihat beberapa meja tinggi, tanpa tempat duduk. Rupanya meja hanya untuk menaruh makanan. Sedangkan kita makan sambil berdiri. Buru-buru saya menyeret ransel dari daerah dengan tulisan “Reservasi” itu.

Dari dua kejadian itu, saya kemudian baru tahu jika kita makan dan duduk di salah satu restoran di Italia, pada umumnya kita akan dikenakan apa yang dinamakan coperto, istilah untuk cover charge.

Sejarah Coperto

Pizza di Verona, Italia.

Pizza di Verona, Italia. [Foto: Hariatni Novitasari]

Charge ini dikenakan kepada pelanggan karena mereka menggunakan tempat duduk dan alat-alat makan milik restoran. Cerita ini berawal dari Abad Pertengahan. Saat itu, jika orang Italia bepergian, mereka akan membawa bekal dari rumah untuk menghemat biaya.

Ketika mereka menginap di losmen, mereka akan makan bekal dari rumah ini ini. Sehingga pengelola losmen akan rugi karena tidak bisa menjual makanan kepada para tamu. Makanya coperto mulai diberlakukan sejak saat itu.

Nah, untuk coperto ini tarifnya beragam, dari EUR1- EUR5, tergantung jenis restoran yang kita kunjungi. Semakin mahal restoran itu, biasanya coperto akan semakin tinggi. Atau, restoran-restoran yang dekat pusat wisatawan akan semakin mahal pula.

Oleh karena itu, jangan heran jika kita di Italia akan menjumpai orang-orang yang memesan makanan untuk dibungkus (take away) ataupun minum kopi di café tetapi di berdiri di depan bar dan tidak duduk.

Sebab, minum kopi di bar harganya lebih murah (dikenal dengan istilah banco). Sedangkan jika kita ngafe dengan duduk di kursi punya café, kita akan kena harga yang dikenal dengan istilah tavolo.

Sedangkan untuk adds on menu, kita kadang-kadang tidak sadar bahwa apa yang kita tambahkan itu akan dikenakan charge. Ini bisa menjadi semacam jebakan bagi wisatawan (tourist trap) yang belum pernah sama sekali pergi dan makan di restoran di Italia.

Marochinno di cafe depan Universitas Milan.

Marochinno di cafe depan Universitas Milan. [Foto: Hariatni Novitasari]

Misalnya, dalam kejadian di restoran di Milan, ketika memesan cappuccino dan pasta vongole, mereka menawarkan lagi adds on, tetapi seakan-akan tidak ada tambahan harga.

“Apakah mau pakai cream (di cappuccino)?”

“Enak dengan cream atau tidak,” tanya saya polos karena belum pernah melihat cappuccino dengan cream.

“Tentunya dengan pakai cream dong,” jawab Hall Manager yang nyatat pesanan kita.

“Ya, tambahkan cream kalau begitu,” jawab saya, karena ingin cappuccino yang enak.

Hal yang sama juga terjadi dengan tambahan keju permesan yang ditaburkan di atas pasta. Iya, memang lebih enak.

Namun adds on pemesanan itu sendiri bisa EUR4- EUR5. Nyesek kan? Oya, selain adds on seperti keju atau cream di kopi kita, pada banyak restoran di Italia kadang kala memberikan roti dan stick keju tidak gratis meskipun ditaruh di atas meja kita, seperti makan lontong balap dan pedagangnya meletakkan sate kerang di depan kita. Untuk roti, biasanya tidak dihitung per porsi, tetapi per kepala, seperti coperto tadi.

Tapi untungnya, makanan di Italia secara rasa jarang yang mengecawakan. Diolah dengan bahan-bahan yang segar dan buatan “sendiri” (homemade), makanan Italia merupakan salah satu makanan yang paling enak di dunia (menurut pendapat saya).

Selama di Italia, jarang menemui makanan yang tidak enak. Jadi, siap-siap saja untuk kaget ketika kita menimbang badan saat balik dari Italia.

Cara Hindari “Jebakan”

Lamb Chopped Steak di Roma Italia.

Lamb Chopped Steak di Roma Italia. [Foto: Hariatni Novitasari]

Untuk menghindari jebakan “batman” itu, beberapa hal yang barangkali bisa dilakukan.

Pertama, jika mau ngafe atau ngopi, tidak ada salahnya mencari lokasi tempat makan yang sudah membedakan menu yang banco dan tavolo. Sehingga kita bisa tahu berapa harga makanan yang kita

pesan, dan menghitung kira-kira akan habis berapa.

Kalau tidak malu, boleh tanya untuk coperto berapa. Jika mau makanan-makanan yang tidak kalah enaknya, tetapi harga lebih murah, kita bisa berjalan agak menjauh dari pusat-pusat wisatawan atau daerah perumahan penduduk.

Jika kebetulan Anda sedang di Kota Milan, jangan ngopi di dekat Duomo. Harganya bisa mencekik. Tapi agak bergeserlah ke dekat Universitas Milan. Untuk cappuccino yang jauh lebih enak, saya hanya membayar EUR1,4, bukan EUR6 seperti di daerah Duomo.

Kedua, jika ada tawaran tambahan (adds on), kita bisa menolak dengan tegas dan sopan jika kita tidak mau. Bisa bilang kita hanya mau menu yang sudah kita pesan. Tidak apa-apa.

Ketiga, tidak ada salahnya untuk memeriksa bon makanan setelah kita selesai makan, untuk mencocokkan apa yang sudah kita makan dengan yang tertera tagihan.

Oya, perlukah kita kasih tips kalau makan di restoran-restoran di Italia? Tidak ada keharusan ngetips, seperti di restoran-restoran di Amerika Serikat. Namun kita bisa memberikannya jika kita berkenan.

[jnews_carousel_1 show_nav="true" number_post="3" exclude_post="35812" include_tag="3141"]

Biasanya, tips berupa pembulatan tagihan kita (rounds up). Selama makan di Italia, saya jarang diminta tips oleh pelayanannya. Hanya sekali saja ketika makan pasta di dekat Kuil Pantheon di Roma. Selebihnya, tidak pernah ada yang minta tips. (*)


Hariatni Novitasari
Penulis

Baca Juga

Kereta cepat italo
600 KM Hanya Tiga Jam
Pasar Seomun di Daegu, Korea.
Pada Sebuah Pasar
Pasar Natal di Munchen, Jerman.
Ambyar di Pasar Natal Augsburg
Menikmati sandwich Le-crobag di statiun Freiburg, Jerman.
Roti, Roti Terus, Nasinya Mana?
De Santis: A Panini to Die For
De Santis: A Panini to Die For
Jalan-jalan Padangkita.com: Catatan perjalanan di Italia.
Drama Trenitalia 2: Terdampar di Lugano, Terbayarkan Panorama Dunia Dongeng