LBH berkantor di Padang. Lalu jika ada masyarakat di kabupaten misalnya Pasaman dan Solsel ingin melapor apakah bisa ke paralegal?
Cara kasus ditangani LBH itu beda-beda. Misalnya ada kasus yang kami tahu dari media, jika kami tahu ada pelanggaran kami akan langsung turun. Ada juga masyarakat langsung datang ke kantor, lewat media sosial. Nah kami sangat terbuka untuk itu.
Ada permasalahan LSM yang mengambil kesempatan mengatasnamakan sebagai LBH untuk mengambil keuntungan?
Kami pernah terjun waktu itu (dalam) permasalahan dengan perusahaan sawit. Lalu masyarakatnya bertanya, ‘jika LBH bantu kami harus bayar berapa?’. Kenapa hal itu bisa terjadi? Karena banyak organisasi yang meminta uang ke rakyat lalu kabur begitu saja. Kami akan mengatakan jika kami berjuang bukan karena uang dan masyarakat tidak perlu untuk bayar LBH.
Anda sendiri sudah lama di LBH, pasti banyak mengalami banyak tantangan seperti ancaman dan intimidasi. Intimidasi apa yang pernah dialami?
Kerja pembela HAM sangat-sangat sensitif kadang dikatakan melawan negara. Itu memang menghasilkan hal-hal yang mengancam nyawa. Saya paling terkena stigma karena perempuan. Mendapat ancaman verbal seperti, kamu itu perempuan dan saya tahu ada rumah kamu. Lalu disadap juga pernah, di kantor dulu pernah ada ancaman dibakar karena mendampingi kasus penganiayaan.
Pandemi membuat kasus yang ditangani LBH meningkat atau tidak ada perubahan?
Di pandemi ini yang meningkat yaitu masalah PHK atau dirumahkan tanpa diberikan haknya. Paling bermasalah saat pandemi yaitu hak atas pangan warga. Waktu PSBB, LBH sering dikontak menanyakan bantuan sembako. Kami hanya membantu semampunya saja waktu itu. Serta keluhan atas bantuan sosial. [pkt]