Berita Padang hari ini dan berita Sumbar hari ini: Alde Maulana masih terus berjuang mendapatkan haknya menjadi PNS di BPK.
Padang, Padangkita.com - Alde Maulana masih terus berjuang mendapatkan haknya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Penyandang disabilitas ini, sebelumnya dinyatakan lolos sebagai Calon PNS pada BPK sebelum akhirnya diberhentikan secara hormat.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang yang mendampingi Alde, mencoba berbagai cara membantu Alde. Mulai dari mediasi dengan BPK, aksi di jalan, hingga mengirimkan surat kepada presiden.
Bagaimana kronologi pemberhentian Alde sebagai Calon PNS serta perjuangan LBH?
Berikut wawancara Padangkita.com dengan Wakil Direktur LBH Padang Indira Suryani dikutip dari tayangan “Diskusi Kita” di Kanal Youtube Padangkita.
Apa sebetulnya yang dialami oleh Alde Maulana? Bagaimana kronologinya, sehingga diberhentikan sebagai CPNS?
Alde Maulana ini penyandang disabilitas fisik, mata kirinya 50% tidak bisa melihat. Lalu lumpuh layu di tangan dan kaki kirinya. Secara kasat mata tidak kelihatan sebenarnya. Nah, 2018 itu dia mengikuti seleksi CPNS untuk BPK RI bagian pemeriksa atau editor. Pada 2019 ia lulus dan mengikuti serangkaian diklat.
Ketika diklat terakhir di Medan dia mengalami situasi diskriminatif. Saya bilang diskriminatif, karena sejak awal tidak ada asesmen terhadap apa kebutuhan Alde selama proses diklat. Lalu kemudian tidak ada pendamping juga, lalu dia disamakan dengan teman-teman non-difabel mengikuti proses seperti apel malam yang cukup lama. Dia itu tidak bisa berdiri lama, akibatnya dia sakit kejang-kejang dan masuk rumah sakit.
Dia disabilitasnya memang karena sakit, pernah operasi di bagian kepala. Saat itu ketahuan jika Alde menderita penyakit yang agak berat. Jadi, permasalahannya saya melihat pemerintah membuka formasi untuk disabilitas tingkat ringan. Nah ketika tahu Alde agak berat disabilitasnya lalu tiba-tiba dianulir. Pada Maret 2020 ia tidak diangkat menjadi PNS. Padahal sudah CPNS 1 tahun. Atau SK 100%, dia ini statusnya (sudah) SK 80 %.
Bagaimana proses pemberhentian yang dialami oleh Alde Maulana?
Maret 2020 itu kami sempat mediasi karena kasusnya dilapor ke mana-mana. Dimediasi oleh Ombudsman lalu kemudian oleh Deputi V KSP. Awalnya BPK membuka ruang ke kami bisa merevisi surat pemberhentian dengan hormat terhadap Alde sebagai CPNS. Mereka mengatakan setuju membuka diri dan mengubah surat itu jika ada bukti baru.
Lalu, kami bersama Alde melakukan pemeriksaan medical check-up ulang di RSUP M. Djamil. Ada suratnya dari M. Djamil yang mengatakan jika Alde ini bisa melakukan pekerjaan tertentu. Surat itu dikirimkan ke BPK dengan tujuan agar direvisi.
Bukannya direvisi, tetap saja tidak menerima. Waktu itu kami berpikir, BPK mungkin tidak paham paradigma disabilitas, namun setelah keluar surat kedua kami merasa sangat dipermainkan. BPK tidak patuh pada UU No. 8 tahun 2016 tentang disabilitas.
Tahun 2020 kasus ini mulai bergulir, katanya sudah ke gubernur juga dan menyurati presiden. Sekarang kabar terbarunya seperti apa?
Pemerintah Provinsi Sumbar dan DPRD Sumbar menyurati BPK. Kita belajar dari kasus drg. Romi ketika, misalnya, mereka belum paham tentang disabilitas itu bisa menerima. Tapi tidak dengan BPK, mungkin karena atasannya presiden. Jadi kita menuntut sekarang ke presiden, BPK harus membuka ruang kesempatan. Undang-undangya (mengamanatkan) 2% (peluang kerja buat disanbilitas), jika pemerintah abai pada hak Alde, pemerintah tidak patuk dengan peraturan mereka.
Apa harapan dari kasus yang dialami Alde?
Alde harus diangkat jadi PNS. Tidak gampang loh lulus jadi PNS. Jika Alde tidak mendapatkan haknya, pemerintah sedang mencoreng mukanya sendiri.
LBH Padang dalam mendampingi kasus hukum, kasus apa saja yang didampingi atau kasus apa saja yang dibantu?
LBH itu punya visi sendiri, tidak semua kasus bisa kami tangani. Di LBH itu kami mendeklarasikan diri punya pendekatan bantuan hukum struktural. Pengacaranya disebut dengan pengacara publik. Kami menangani kasus struktural bukan kasus horizontal. Misalnya ada permasalahan tanah satu orang dengan orang lainnya kami tidak menangani, hanya memberikan konsultasi saja. Tapi kalau misalnya si A punya tanah lalu diambil oleh negara kami ikut campur.
Jadi memang kasus-kasus vertikal, ketika masyarakat berhadapan dengan pemerintah atau masyarakat dengan pelaku usaha. Kami fokus pada kasus pelanggaran HAM, termasuk kasus Alde.
LBH juga membuat pelatihan untuk paralegal? Sebagai perpanjangan tangan LBH atau untuk apa?
Indikator demokrasi yang baik dan substansial itu bisa terwujud dengan masyarakat yang tahu hukum, sadar hak, dan kemudian tahu cara memperjuangkan haknya. Oleh karena itu, sekolah paralegal hadir bagaimana kami punya teman yang tersebar di 11 Kabupaten Kota. Mereka yang bisa memproteksi komunitasnya agar tidak terampas hak-haknya.
LBH berkantor di Padang. Lalu jika ada masyarakat di kabupaten misalnya Pasaman dan Solsel ingin melapor apakah bisa ke paralegal?
Cara kasus ditangani LBH itu beda-beda. Misalnya ada kasus yang kami tahu dari media, jika kami tahu ada pelanggaran kami akan langsung turun. Ada juga masyarakat langsung datang ke kantor, lewat media sosial. Nah kami sangat terbuka untuk itu.
Ada permasalahan LSM yang mengambil kesempatan mengatasnamakan sebagai LBH untuk mengambil keuntungan?
Kami pernah terjun waktu itu (dalam) permasalahan dengan perusahaan sawit. Lalu masyarakatnya bertanya, ‘jika LBH bantu kami harus bayar berapa?’. Kenapa hal itu bisa terjadi? Karena banyak organisasi yang meminta uang ke rakyat lalu kabur begitu saja. Kami akan mengatakan jika kami berjuang bukan karena uang dan masyarakat tidak perlu untuk bayar LBH.
Anda sendiri sudah lama di LBH, pasti banyak mengalami banyak tantangan seperti ancaman dan intimidasi. Intimidasi apa yang pernah dialami?
Kerja pembela HAM sangat-sangat sensitif kadang dikatakan melawan negara. Itu memang menghasilkan hal-hal yang mengancam nyawa. Saya paling terkena stigma karena perempuan. Mendapat ancaman verbal seperti, kamu itu perempuan dan saya tahu ada rumah kamu. Lalu disadap juga pernah, di kantor dulu pernah ada ancaman dibakar karena mendampingi kasus penganiayaan.
Pandemi membuat kasus yang ditangani LBH meningkat atau tidak ada perubahan?
Di pandemi ini yang meningkat yaitu masalah PHK atau dirumahkan tanpa diberikan haknya. Paling bermasalah saat pandemi yaitu hak atas pangan warga. Waktu PSBB, LBH sering dikontak menanyakan bantuan sembako. Kami hanya membantu semampunya saja waktu itu. Serta keluhan atas bantuan sosial. [pkt]