RAKYAT Indonesia kini seolah lupa jati diri sebagai bangsa yang majemuk. Beragam suku, agama, budaya dan ras yang biasanya hidup berdampingan, kini mulai bergesekan.
Indonesia tanah air ku, kini buta tentang keberagaman. Dahulu rakyatnya menjunjung tinggi nilai-nilai perbedaan, saling menghargai dan bersatu demi menggapai tujuan bersama. Kini, rakyat Indonesia rapuh dan mudah terbawa arus. Ibarat kincir angin yang berada di puncak bukit, selalu berputar, namun tidak mampu melawan kehendak angin.
Nilai-nilai perbedaan seolah sirna terbakar zaman. Kaum mayoritas mulai menunjukkan kedigdayaannya, sementara kaum minoritas semakin terasingkan dalam sebuah konflik kepentingan. Bahkan, antara agama dan politik kepentingan hampir tidak bisa dibedakan. Sementara rakyat yang bingung pun cenderung mudah terprovokasi bila dihadapkan dengan masalah keyakinan.
Agama seolah menjadi penyebab utama terjadinya pertikaian, orang-orang cenderung terbakar api semangat bila ada seruan yang mengatasnamakan agama.
Ibarat resep, agama seolah dijadikan bumbu yang ampuh untuk menghilangkan bau. Bahkan bau busuk sekali pun mampu diredam dengan agama. Seperti Korupsi, rebutan kekuasaan, dan bahkan agama pun dijadikan alat untuk melegalkan SARA.
Agama seolah menjadi penyebab utama terjadinya pertikaian, orang-orang cenderung terbakar api semangat bila ada seruan yang mengatasnamakan agama. Bahkan, dalam agama dan politik masalah yang kecil sekali pun dapat menjadi bumerang untuk saling menjatuhkan.
Dinamika yang demikian seolah menjadi hal yang digemari, bahkan dalam membangun gerakan tidak jarang menimbulkan gesekan yang dapat mengancam kebhinekaan. Bahkan kaum mayoritas cenderung ambigu dan gagap dalam menentukan apa yang seharusnya dibela.
Baca Juga:
- Tabuik, Tapak Syiah di Tanah Suni
- Menyusuri Desa Adat Sijunjung yang Menyimpan Kenangan Masa Lalu
- Masjid Gantiang Sisa Kejayaan Eropa di Minangkabau
Namun, jika dihadapkan dengan masalah rasional dan terbukti merugikan kepentingan bersama, rakyat Indonesia cenderung tidak peduli. Rakyat Indonesia seolah tidak memiliki kepedulian terhadap masalah yang selama ini berperan pending dalam "memiskinkan" Indonesia, seperti korupsi, jual beli jabatan, praktek politik kotor yang dilakukan pejabat negara, penguasaan asing terhadap bumi pertiwi, dan bahkan ketika negara lalai dalam menjamin hak pendidikan warga negara sekali pun, mereka tetap diam tanpa adanya tuntutan perbaikan.
Bila kita cermati bersama, kejahatan yang demikian itu yang merusak kehidupan berbangsa. Korupsi terbukti mampu menggiring negara Indonesia ke tepi jurang kesengsaraan. Pejabat negara silih berganti tertangkap karena memperkaya diri sendiri dengan uang negara, uang kita, uang rakyat Indonesia.
Hendaknya, rakyat Indonesia mampu menggalang kepedulian walaupun bukan atas dasar agama saja, tetapi juga atas dasar kemanusiaan.
Kemudian, adanya praktek politik kotor juga memperkeruh keadaan. Pejabat negara seolah lupa kewajiban, mereka hanya sibuk mengurusi kepentingan pribadi, kelompok, dan hanya akan ingat kepada kita, rakyat Indonesia hanya ketika musim kampanye.
Setelah itu, ada masalah penguasaan asing terhadap sumber daya alam Indonesia. Tambang, hasil hutan, dan bahkan sampai sektor pembangunan sekali pun dikuasai asing.
Ironinya, rakyat Indonesia tidak tergugah hatinya untuk menyuarakan perbaikan menyangkut hal ini. Rakyat Indonesia seolah diam tanpa mau berbuat apa-apa. Namun, jika di dalamnya di tambahkan masalah agama, barulah rakyat Indonesia berbondong-bondong menyuarakan berbagai tuntutan dengan satu suara. Dan ini tentu menggambarkan, rakyat Indonesia begitu mencintai agamanya, namun melupakan tentang hakikat kebhinekaan yang melekat dengan negara Indonesia.
Baca Juga:
Hendaknya, rakyat Indonesia mampu menggalang kepedulian walaupun bukan atas dasar agama saja, tetapi juga atas dasar kemanusiaan. Seperti masalah kemiskinan, korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, dan lain sebagainya yang pada dasarnya adalah masalah kemanusiaan. Sebab pada dasarnya, semua manusia itu bersaudara, dan hakikat dari agama adalah untuk membangun moralitas, bukan untuk membangun kebencian.
Tidak ada alasan sebenarnya untuk saling membenci antar sesama manusia.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Mahatma Gandi, Jika kita percaya kepada Tuhan, tidak hanya dengan kepandaian kita, tetapi dengan seluruh diri kita maka kita akan mencintai seluruh umat manusia tanpa membedakan, ras atau kelas, bangsa atau pun agama, kita akan bekerja untuk kesatuan umat manusia. Semua anak manusia bersaudara dan janganlah hendaknya manusia yang satu merasa asing terhadap yang lain. Kebahagiaan semua manusia hendaknya menjadi tujuan kita, karena tuhan merupakan daya pengikat yang menyatukan umat manusia.
Bila kita pahami, tidak ada alasan sebenarnya untuk saling membenci antar sesama manusia. Bangsa Indonesia yang majemuk pun hendaknya selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinekaan. Sebab dalam keberagaman yang kita punya, kita memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan.