"Ketika terjadi obrolan antara mereka, misalnya 'lho disakiti laki ya? cowok emang gitu' dan bla, bla, hingga akhirnya jadilah mereka berdua," ujar dr. Boyke menegaskan.
Selain itu, menurut dr. Boyke, budaya yang berkembang di suatu daerah juga bisa memicu seseorang menjadi homo. Terlebih budaya di Indonesia.
Lebih lanjut, dr. Boyke membagikan ceritanya ketika berkunjung ke Padang, Sumatra Barat. Ia diundang ke sana karena menurut perhitungan, Padang merupakan daerah yang angka LGBT-nya paling tinggi.
"Jadi, malam-malam saya keluar dan melihat laki-laki sama laki-laki gandengan tangan, juga ada perempuan gandengan tangan, trus saya tanya orang di sana, itu katanya nggak apa-apa, udah biasa," kata dr. Boyke.
Mendengar pernyataan warga di sana tersebut, dr. Boyke mengaku terkejut karena menurutnya wajar jika di Padang angka LGBT tinggi karena budaya seperti itulah yang membuka peluang besar untuk seseorang menyukai sesama jenis.
Baca juga: Viral! Ini Video Lawakan Banjir Jakarta, Netter Singgung Gubernur Seiman
Di Padang memang ada larangan laki-laki sama perempuan keluar berduaan malam-malam sementara jika perempuan sama perempuan atau laki-laki sama laki-laki itu wajar.
Jadi, kata dr. Boyke, mereka cendrung tidak sadar bahwa ketika laki-laki keluar dengan laki-laki dan perempuan main sama perempuan itu membuat mereka akhirnya berubah haluan menjadi homo.
Lebih dari itu, dr. Boyke membagikan pengalamannya dengan ibu pasien yang menangis saat konsultasi dengannya.
Tanpa diketahui si ibu, anak perempuannya ternyata lesbian. Bahkan sudah hampir 6 tahun menjalin hubungan dengan perempuan yang dikira sebatas sahabat oleh ibunya.
Selama ini disangka si ibu bahwa biasa ketika anaknya bersahabat dengan perempuan itu, disisiri rambutnya, tidur bersama, hingga mandi berdua, tanpa ada kecurigaan.
"Inilah yang membuat peluang terjadinya kelainan itu, budaya-budaya seperti inilah pemicunya," ujar dr. Boyke saat menegaskan apa sebenarnya alasan seseorang jadi LGBT. (JLY)