Sempat Jadi Sasaran Mortir Zaman PRRI
Muslim menambahkan, pada masa pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) masjid ini pernah ditembaki mortir oleh tentara dari pusat.
Mortir tersebut mendarat di pereng (bagian dekat atap) masjid, tetapi (bagian yang terkena itu) tidak hancur.
"Mortir itu entah sengaja entah tidak (diarahkan ke masjid), karena tak jauh dari masjid terdapat kediaman rumah Mr. Asssat," tuturnya.
Mr. Assaat merupakan tokoh kelahiran Kubang Putih. Ia pernah menjadi Acting Presiden Republik Indonesia di Yogyakarta dari 27 Desember 1949 hingga 15 Agustus 1950. Namun, belakangan ia terlibat PRRI karena menentang Bung Karno yang mulai melenceng dari konstitusi.
Muslim mengatakan, tidak ada perubahan berarti pada arsitketur dan struktur Masjid Raya Kubang Putih sejak berdiri sampai sekarang
"Hanya sedikit perbaikan, yakni setelah gempa 1926. Lalu pada 1995, penggantian lantai papan dengan keramik," jelasnya.
Muslim yang pernah menjadi Wakil Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Kubang Putih ini berharap bangunan Masjid Raya Kubang Putih dipertahankan karena sejarahnya yang terentang panjang dan keunikan yang menyertainya.
Ia berkisah, sekitar tahun 2010 sempat ada rencana perantau Kubang Putih yang ingin mengganti masjid dengan bangunan modern sesuai perkembangan zaman.
Dalam suatu musyawarah antara pengurus masjid dan masyarakat, dirinya bersikeras menentang rencana tersebut.
"Hampir semua setuju (masjid diganti), tapi saya menolak karena masjid ini bernilai historis, satu-satunya peninggalan masa lampau nagari yang tersisa," kata Muslim.
Namun, karena kalah suara, ia meminta seorang pemuda setempat yang merupakan alumni Universitas Al-Azhar untuk menjadi perantara dirinya menyampaikan pendapat.
"Dia juga beri perbandingan, bangunan Masjid Al-Azhar di Mesir sana tetap dipertahankan karena bersejerah. (Melalui cara itu), baru pendapat kita didengar. Urang awak ini kan lucu," tutur Muslim terkekeh. [den/pkt]