Bukittinggi, Padangkita.com - Masjid Raya Kubang Putih merupakan satu-satunya peninggalan di Nagari Kubang Putih yang bertahan sejak nagari itu berdiri sekitar tahun 1800-an.
Eksistensi masjid ini telah melewati masa dua abad. Itu menjadikannya sebagai masjid tertua yang masih berdiri di Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam, Sumatra Barat (Sumbar).
Menurut tokoh masyarakat Kubang Putih H. Muslim Mulyani, 78 tahun, berdirinya Masjid Raya Kubang Putih berkaitan dengan sejarah nagari tempatnya berdiri.
"Dalam adat Minangkabau, berdirinya nagari belum sah jika tidak ada masjid. Masjid salah satu syarat nagari bisa berdiri," kata Muslim ketika berbincang Padangkita.com, Jumat (9/4/2022).
Ia mengungkapkan, bangunan masjid mulai didirikan pada tahun 1800-an secara gotong royong oleh masyarakat Nagari Kubang Putih yang awalnya terdiri dari empat koto atau permukiman.Empat koto itu adalah Lareh Lurah, Lareh Gurun Aua, Lareh Nan Panjang, dan Lareh Kuruak.
"Empat koto itu disimbolkan pada jumlah tiang besar di ruang utama dan jumlah atap limas," terang Muslim yang juga merupakan imam lama Masjid Raya Kubang Putih.
Koto merupakan tingkatan permukiman sebelum nagari. Di Minangkabau, unit permukiman dimulai dari taratak, dusun, koto, dan nagari.
Muslim mengatakan, ada banyak keunikan Masjid Raya Kubang Putih, baik dari segi arsitektur maupun konstruksinya.
Arsitektur Masjid
Arsitektur Masjid Raya Kubang Putih mengikuti bangunan kolonial Belanda pada masanya. Bentuknya tidak ditemui lagi di masjid lain mana pun di Minangkabau.
"Dulu, ada masjid yang serupa dengan ini, yaitu Surau Batu Sungai Pua, tetapi sekarang sudah dirombak (kini menjadi Masjid Raya Limo Suku)," jelas Muslim yang merupakan alumni Thawalib Parabek ini.
Hal itu membuat bentuk masjid ini keluar dari langgam masjid kuno di Minangkabau yang biasanya beratap limas berundak-undak.
"Atap masjid ini berupa empat limas bersusun dua pada tingkat atasnya. Di bawahnya, ada pereng," kata dia.
Bangunannya berdenah persegi berukuran 23,75 m x 21,2 m. Letak bangunan ditinggikan 1 m dari permukaan tanah yang ditutup keramik.
"Keramik itu aslinya terbuat dari papan. Dulu di bawahnya kolong. Pada tahun 1995, (kolong) ditimbun dan diberi keramik," jelas Muslim.
Di sekeliling bangunan, terdapat serambi berukuran lebar 2,5 m. Serambi di sebelah barat tidak penuh karena dipisahkan oleh mihrab.
Sementara itu, pada pintu masuk di sebelah timur sejajar mihrab, terdapat serambi yang menjorok keluar berukuran 7,5 x 5 m dengan sejumlah anak tangga sebagai akses masuk dari luar menuju masjid.Seluruh sisi luar serambi diberi pagar langkan dan pelengkung.
Tampilan Masjid Raya Kubang Putih terkesan seperti istana yang megah. Kesan tersebut makin kuat terasa, ketika masuk ke dalam masjid.
Dinding-dinding yang mengarah ke serambi dihiasi oleh tiang-tiang semu yang mengapit setiap bukaan (pintu dan jendela).
Sisi samping kiri dan kanan masing-masing memiliki lima jendela dan satu pintu. Sisi belakang memiliki tiga pintu dan dua jendela. Adapun sisi depan memiliki lima jendela, tiga di antaranya ada di sisi mihrab.
Selain bukaan berukuran besar, kesan megah pada masjid tampak pada empat tiang utama berplester sebagai penopang bangunan di tengah-tengah.
Tiang-tiang itu layaknya pilar Yunani dengan umpak balok di bagian bawah dan pelipit candi di bagian atas. Diameternya 50 cm.
Pada langit-langitnya, menjuntai sebuah lampu gantung yang memberi sentuhan kuno pada masjid.
Di sebelah timur atau membelakangi mihrab, terdapat sebuah menara bertingkat tiga dengan puncak kubah berbentuk buah pinang
Seperti halnya bangunan utama masjid, menara ini juga memiliki semacam kolong tetapi lebih tinggi, yakni sekitar 1,5 m.
Tingkat pertama dan dua merupakan ruang tangga spiral menuju tingkat tiga. Setiap tingkat memiliki area balkon keliling.
Keunikan masjid berikutnya adalah konstruksi bangunan dari batu bata berukuran besar dengan pekerat kapur putih, karena ketika dibangun belum ada semen.
"Bangunan Masjid Raya Kubang Putih sejak awal tidak menggunakan semen, tetapi kapur putih yang direndam sehari semalam," papar Muslim.
Komposisi itu teruji kekuatannya selama beratus tahun kemudian.
Pada tahun 1926, terjadi gempa bumi besar di Padang Panjang yang berjarak 20 km dari Kubang Putih.
Getarannya, kata Muslim, dirasakan cukup kuat, tetapi hanya merontokkan tingkat atas menara. Reruntuhan puncak menara menimpa area serambi dan anak tangganya di sisi timur.
Sempat Jadi Sasaran Mortir Zaman PRRI
Muslim menambahkan, pada masa pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) masjid ini pernah ditembaki mortir oleh tentara dari pusat.
Mortir tersebut mendarat di pereng (bagian dekat atap) masjid, tetapi (bagian yang terkena itu) tidak hancur.
"Mortir itu entah sengaja entah tidak (diarahkan ke masjid), karena tak jauh dari masjid terdapat kediaman rumah Mr. Asssat," tuturnya.
Mr. Assaat merupakan tokoh kelahiran Kubang Putih. Ia pernah menjadi Acting Presiden Republik Indonesia di Yogyakarta dari 27 Desember 1949 hingga 15 Agustus 1950. Namun, belakangan ia terlibat PRRI karena menentang Bung Karno yang mulai melenceng dari konstitusi.
Muslim mengatakan, tidak ada perubahan berarti pada arsitketur dan struktur Masjid Raya Kubang Putih sejak berdiri sampai sekarang
"Hanya sedikit perbaikan, yakni setelah gempa 1926. Lalu pada 1995, penggantian lantai papan dengan keramik," jelasnya.
Muslim yang pernah menjadi Wakil Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Kubang Putih ini berharap bangunan Masjid Raya Kubang Putih dipertahankan karena sejarahnya yang terentang panjang dan keunikan yang menyertainya.
Ia berkisah, sekitar tahun 2010 sempat ada rencana perantau Kubang Putih yang ingin mengganti masjid dengan bangunan modern sesuai perkembangan zaman.
Dalam suatu musyawarah antara pengurus masjid dan masyarakat, dirinya bersikeras menentang rencana tersebut.
"Hampir semua setuju (masjid diganti), tapi saya menolak karena masjid ini bernilai historis, satu-satunya peninggalan masa lampau nagari yang tersisa," kata Muslim.
Namun, karena kalah suara, ia meminta seorang pemuda setempat yang merupakan alumni Universitas Al-Azhar untuk menjadi perantara dirinya menyampaikan pendapat.
"Dia juga beri perbandingan, bangunan Masjid Al-Azhar di Mesir sana tetap dipertahankan karena bersejerah. (Melalui cara itu), baru pendapat kita didengar. Urang awak ini kan lucu," tutur Muslim terkekeh. [den/pkt]