Kisah Usaha Ikan Salai di Lubuk Jantan Tanah Datar yang Justru Makin Berkembang di Tengah Pandemi Covid-19

Kisah Usaha Ikan Salai di Lubuk Jantan Tanah Datar yang Justru Makin Berkembang di Tengah Pandemi Covid-19

Usaha ikan salai di Lubuk Jantan, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar. [Foto: Ist. ]

Batusangkar, Padangkita.com - Banyak usaha yang terkena dampak pandemi Covid-19, bahkan tak sedikit yang hancur. Mulai dari usaha besar, hingga usaha mikro, kecil dan menangah (UMKM), banyak yang tak mampu bertahan

Namun demikian, tetap ada usaha yang terus berkembang, bahkan meningkat di tengah gempuran Corona yang makin menggila di negara ini. Salah satu usaha yang tangguh itu adalah usaha ikan salai, di Jorong Melur, Nagari Lubuk Jantan, Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar.

Usaha ikan salai yang dikelola oleh pasangan suami istri, Andri, 40 tahun dan Popi Rozalina, 35 tahun ini dirintis dan berdiri sejak 2015 lalu. Usaha mereka ini nyaris tidak terdampak oleh pandemi Covid 19. Bahkan, permintaan konsumen yang semakin meningkat, membuat mereka justru kewalahan mencari bahan baku.

Pasangan ini mengaku, meski pandemi melanda sejak akhir tahun 2019 lalu, hingga saat ini usaha yang mereka geluti masih berjalan dengan lancar. Bahkan mereka bisa meraup untung hingga jutaan rupiah. Dari usaha itu juga, mereka bisa mempekerjakan tetangga lainnya.

"Alhamdulillah meski di masa pandemi, usaha kami masih bisa berjalan lancar, dan tidak terpengaruh," ujar Popi didampingi sang suami saat dijumpai di kediamannya, Rabu (7/6/2021).

Popi bercerita, usaha ikan salai ini pertama kali dilakoni oleh sadara perempuannya. Melihat pasar yang kian meningkat, Popi juga diajak dan diajarkan bagaimana mengelola usaha itu oleh saudaranya yang bernama Deswita.

"Jadi, kakak saya dahulu yang awalnya buka usaha ini. Kemudian kami adik beradik juga diajarkan termasuk keluarga lainnya," ujar Popi.

Sejalan dengan waktu, usaha itu kemudian berubah menjadi usaha keluarga. Kini, hasil produksi ikan salai mereka tidak hanya mengisi pasar lokal yang ada di Lintau Buo, Batusangkar, dan kawasan di Tanah Datar. Namun juga sampai ke daerah tetangga seperti Bukittinggi, Payakumbuh dan Sijunjung.

Untuk memangkas biaya, awalnya mereka sendiri yang langsung memasarkan ikan salai ke pasar. Sejalan dengan meningkatnya produksi, mereka kemudian hanya memasok hingga ke toke-toke. Nah, toke-toke inilah yang memasarkan ke sejumlah daerah di Sumatra Barat (Sumbar).

Harga Ikan Salai Tergantung Bahan Baku

Bicara soal harga ikan salai, Popi menyebutkan bervariasi. Harga tergantung jenis ikan dan besar kecilnya ikan tersebut.

"Kalau dari ikan patin harganya dijual kisaran Rp65 ribu per kilogram,  sedangkan untuk ikan lele dijual dengan harga Rp94 ribu," ujar Popi.

Namun, harga tersebut pun tidak tetap. Sebab, biaya produksi ikan salai juga dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Mulai dari naiknya harga makanan ikan seperti pelet yang secara langsung membuat harga ikan yang jadi bahan baku melonjak.

"Dari 100 kilogram ikan (bahan baku), nanti bisa menghasilkan ikan salai lebih kurang 22 hingga 24 kilogram ikan salai," sebutnya.

Sementara itu, untuk memproduksi ikan salai, mereka mempekerjakan sejumlah orang. Khususnya untuk membersihkan ikaan hingga menyiapkan. kayu bakar.

Soal kualitas ikan salai yang mereka hasilkan, Popi menyebut membutuhkan waktu dan penanganan khusus.

"Untuk menghasilkan produk terbaik yang bisa sampai tahan sebulan, harus disalai dulu sejak pagi hingga keesokan paginya, lebih kurang 24 jam. Sebab, jika ikannya belum kering tahannya hanya sekira semingguan kemudian nanti akan berjamur," sebut Popi.

Untuk mendapatkan hasil terbaik itu, mereka memilih bahan baku tidak asal-asalan. Ikan yang akan mereka jadikan ikan salai, akan diteliti dari makanan ikan tersebut.

"Jika ikannya dikasih makanan yang lain, tentu nanti hasil nya juga berbeda. Misal, ikan dikasih makan potongan dari ayam putih, biasanya susah kering ikannya saat di salai. Padahal sudah menghitam tapi tidak kering. Maka dari itu kami lebih memilih ikan yang dikasih makan pelet atau ayam merah," jelasnya.

Soal makanan ikan ini telah menjadi pengalaman mereka. Sebelumnya, sebut Popi, pernah suatu waktu mereka mengalami kerugian jutaan rupiah. Semua itu akibat hasil ikan yang didapat tidak sesuai dengan harapan.

"Yah karena memang bahan bakunya ikan lele saat diternakkan diberi makan sisa ayam putih," sebutnya.

Biasanya kualitas ikan yang jadi bahan baku, jelas Popi, dapat dilihat saat ikan tersebut disalai. Jika ikan kualitas bagus, lanjut dia, saat mulai disalai pada pagi hari, malamnya sudah bisa dipilah dan dikemas.

Usaha Masih Tradisional

Hingga saat ini, sebut Popi, usahanya masih bersifat tradisional. Dalam pengepakan atau kemasan masih menggunakan bungkus koran atau karton. Belum ada kemasan khusus yang bermerek.

Namun, permintaan demi permintaan untuk memenuhi pasar terus berdatangan kepada mereka dari para toke. Bahkan, mereka mengaku saat ini kesulitan untuk mendapatkan bahan baku ikan, terutama ikan lele.

Ikan salai lelel ini, lanjut dia, memang paling banyak diminati. Oleh sebab itu, dia pun terus menjaga kualitas produk ikan salainya.

"Yang paling bagus itu ikan lelenya kisaran sepuluh ekor satu kilogram. Namun, ada juga terkadang yang lima ekor satu kilo, kalau sudah agar besar begitu, kepala ikannya barus dibuang seluruhnya," ujar Popi.

Proses pembakaran, kata dia, menggunakan kayu dari bahan tertentu seperti kayu kulit manis atau pohon rambutan. Namun, karena susah didapat alternatif lainnya terpaksa menggunakan kayu bakar dari pohon karet.

Popi sebetulnya juga ingin usahanya besar dan modern. Namun, untuk ke tahap itu, ia mengaku masih berusaha memenuhi persyaratan dalam pengurusan izin usahanya.

"Kami sudah urus untuk izin usaha termasuk untuk pengepakan, namun ada persyaratan yang harus kami penuhi dahulu, sekarang ini masih dalam prosesnya," ujar Popi.

Ia yang sudah membentuk kelompok pengusaha ikan salai, pernah mendapatkan bantuan alat dari pemerintah daerah. Hanya saja, bantuan itu kurang bermanfaat karena alat yang diberikan sudah mereka miliki.

Baca juga: Masyarakat Sungai Tarab Tanah Datar Antusias Ikuti Vaksinasi Covid-19

"Awalnya kami minta agar bantuan itu berupa alat-alat yang bisa kami gunakan untuk perlengkapan. Namun, yang dikasih malah oven penyalai ikan. Kami tentu saja sudah memilikinya, dipakai sendiri tentu tidak bisa karena milik kelompok." (agg/pkt)

Baca Juga

Tensi Politik Tanah Datar Mereda Pasca-Putusan MK, Richi Aprian Beri Selamat Eka Putra
Tensi Politik Tanah Datar Mereda Pasca-Putusan MK, Richi Aprian Beri Selamat Eka Putra
Tablig Akbar Peringati Isra Mikraj di Tanah Datar, Momentum Tingkatkan Keimanan dan Pererat Silaturahmi
Tablig Akbar Peringati Isra Mikraj di Tanah Datar, Momentum Tingkatkan Keimanan dan Pererat Silaturahmi
Festival Pesona Minangkabau 2024, Nagari Rambatan Juara Satu Nagari Satu Event
Festival Pesona Minangkabau 2024, Nagari Rambatan Juara Satu Nagari Satu Event
Pemilih Ganda, PSU Digelar di Tanah Datar dan Dharmasraya
Pemilih Ganda, PSU Digelar di Tanah Datar dan Dharmasraya
Pemkab Tanah Datar Menang Gugatan, Aset Miliar Rupiah Selamat
Pemkab Tanah Datar Menang Gugatan, Aset Miliar Rupiah Selamat
DPRD Tanah Datar Sepakati 9 Ranperda Prioritas Tahun 2025
DPRD Tanah Datar Sepakati 9 Ranperda Prioritas Tahun 2025