“Setahu saya Eki itu anaknya pendiam, dia tidak banyak bicara, termasuk ke kakaknya sendiri, ke saya juga begitu, Saya tidak tahu Eki terlibat apa dan kemungkinan dia terlibat dalam hal (terorisme) itu,” kata Dewi.
“Bahkan jika (ada) panah dijadikan barang bukti oleh polisi dan mengindikasikan Eki terlibat dalam aksi teror, saya pikir itu tidak benar. Karena panah itu seingat saya diberikan oleh suami saya sebagai suvenir yang diletakkan di rumah tua kami itu,” ujarnya.
Merawat Mama dan Papa
Dewi mengatakan, selama empat tahun belakangan, Eki merawat mama dan papanya yang sudah sakit-sakitan. Bahkan mirisnya, papa mereka sudah meninggal dunia pada Kamis (7/1/2021) lalu.
Selepas kepergian papanya, Eki masih harus berjuang merawat ibunda yang menderita Demensia, semacam penyakit yang diderita seseorang lupa ingatan atau tidak mengenali apapun lagi dengan dibantu oleh perawat.Saudaranya, sudah pergi jauh merantau ke luar Sumatra Barat (Sumbar) dan hanya Eki satu-satunya yang belum berkeluarga.
Dewi mengatakan, salah seorang saudaranya juga masih tinggal di kawasan Gunung Pangilun, namun tidak berada di rumah yang sama dan juga baru mengetahui penangkapan adiknya setelah sore hari saat polisi melakukan penggeledahan.
“Eki tidak bekerja, selama empat tahun ini orang tua kami sakit-sakitan, dia jadi anak satu-satunya fokus merawat mama dan papa dan harus diawasi selama 24 jam, sementara saya sendiri berada di Bogor, Jawa Barat (Jabar),” katanya.
Dewi menjelaskan, rumah keluarga besar mereka itu memang sempat dijadikan tempat kos-kosan, sebelum orang tua Eki sakit dan dipindahkan ke rumah tersebut.
Alumni MTsN dan MAN
Bagi Dewi, Eki merupakan adik yang baik dan menyayangi keluarga. Pria kelahiran 17 Oktober 1981 tersebut juga tidak pernah menunjukkan gelagat aneh jauh sebelum penangkapannya ataupun beberapa hari sebelum ia ditangkap polisi.