Padang, Padangkita.com – Bak roller coaster, begitulah perjalanan kasus korupsi ganti rugi lahan Tol Padang-Pekanbaru seksi Padang-Sicincin, dan nasib 13 orang yang terlibat.
Betapa tidak, di awal kasus mereka sempat ditahan, kemudian divonis bebas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Padang. Waktu itu, para majelis hakim bahkan diapresiasi para aktivis dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang.
Namun, kini 13 orang tersebut malah harus menjalani hukuman karena diputus terbukti bersalah dalam kasus korupsi ganti rugi lahan tol tersebut, melalui putusan kasasi Mahkamah Agung (MA).
Tiga dari 13 orang terdakwa yang kini berstatus terpidana tersebut, telah dieksekusi dua orang untuk menjalani hukuman sesuai putusan kasasi MA, oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Barat (Sumbar), Jumat (14/7/2023).
Tiga terpidana yang dieksekusi oleh Kejaksaan tersebut adalah Jumadi dan Upik Suryati dan Ricki Novaldi, yang berlatar belakang sebagai pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumbar.
"Eksekusi ini dilakukan berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung RI yang menyatakan kedua terpidana bersalah," kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumbar Asnawi, dilansir Antara.
Menurut dia, ketiga terpidana datang dengan koperatif, dan langsung dimasukkan ke penjara untuk menjalani masa hukuman sesuai dengan putusan MA, yaitu lima tahun. Selain itu, MA juga menghukum dengan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
Usai menjalani proses administrasi di Kantor Kejati Sumbar di Padang, mereka langsung digiring menuju Lapas Muaro Kelas II A Padang dan Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Padang.
Soal 10 terpidana lainnya, Asnawi menegaskan, "Secepatnya kami akan mengeksekusi terpidana lain dalam perkara ini sesuai dengan putusan Mahkamah Agung, kami minta para terpidana bersifat koperatif dan menyerahkan diri!"
Adapun 13 orang yang terseret dalam kasus ini adalah Syamsuardi, Buyung Kenek, Yuniswan, Khaidir, Sabri Yuliansyah, Raymon, Husen, Syamsul Bahri, Nazaruddin, Syafrizal, Upik Suriati, Ricki Nofaldi, dan Jumaidi.
Mereka berasal dari berbagai latar belakang mulai dari warga penerima ganti rugi, aparatur pemerintahan daerah, aparatur pemerintahan nagari (desa), serta dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Semua terdakwa awalnya divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor, PN Padang, pada Rabu, 24 Agustus 2022. Putusan tersebut diwarnai perbedaan pendapat (dissenting opinion) majelis hakim.
Menyikapi putusan bebas tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumbar mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Kasasi JPU diterima oleh MA, dengan menyatakan 13 terdakwa terbukti bersalah, dan divonis dengan hukuman yang berbeda-beda untuk tiap-tiap terdakwa.
Putusan Bebas Pengadilan Tipikor Diparesiasi LBH
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mengapresiasi putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Padang yang memutus bebas 13 terdakwa kasus dugaan korupsi ganti rugi lahan Jalan Tol Padang – Pekanbaru seksi Padang - Sicincin.
Diketahui, 8 dari 13 terdakwa adalah warga peneriman ganti rugi, dan sisanya aparat pemerintah serta tokoh masyarakat. Setelah sempat ditahan, mereka diseret ke pengadilan atas dugaan korupsi ganti rugi lahan untuk jalan tol di Taman Keanekaragaman Hayati (Kehati) di Parit Malintang, Kabupaten Padang Pariaman.
Baca juga: Apresiasi Putusan Bebas 13 Terdakwa Ganti Rugi Lahan Jalan Tol, Ini Penjelasan LBH
“LBH Padang mengapresiasi putusan bebas bagi 8 orang masyarakat penerima ganti rugi tanah. Kami berharap pada upaya hukum lanjutan masyarakat juga dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Sejatinya masyarakat Parit Malintang adalah korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), bukan koruptor,” demikian Direktur LBH Padang Indira Suryani.
Kasus ini bermula saat pembangunan Ibu Kota Kabupaten (IKK) Padang Pariaman tahun 2007. Menurut penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Barat (Sumbar), saat pengadaan tanah untuk IKK tersebut yang di dalamnya termasuk Taman Kehati, pemerintah telah mengganti rugi lahan masyarakat.
Sehingga, ketika lahan yang sama masuk lokasi Jalan Tol Padang – Pekanbaru Seksi I Padang – Sicincin, tidak perlu lagi ada ganti rugi. Ketika ganti rugi tetap dicairkan, maka penyidik Kejati berpendapat telah terjadi kerugian negara karena pembayaran ganti rugi yang dobel.
Makanya, 13 orang yang membantu mencairkan ganti rugi dan penerima ganti rugi ditahan dan dibawa ke pengadilan.
Namun, di Pengadilan Tipikor Padang terungkap, masyarakat yang memiliki lahan tidak pernah menerima ganti rugi ketika pembangunan IKK Padang Pariaman, termasuk Taman Kehati.
“Pemerintah menetapkan 100 hektare tanah untuk lokasi perkantoran Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman. Hingga saat ini, rakyat belum menerima ganti rugi tanah dari pemerintah,” kata Indira ketika itu.
Dalam fakta-fakta persidangan, kata Indira, terungkap bahwa proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum saat itu (IKK Padang Pariaman) penuh dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Antara laian, rinci Indira, berupa dugaan perampasan lahan tanpa ganti rugi, sehingga proses pengadaan tanah ini tidak terselesaikan hingga saat ini. Nasib ganti rugi tanah rakyat masih terkatung-katung tak tahu rimbanya hingga saat ini.
“Situasi bertambah kacau ketika datang proyek jalan tol yang memberikan ganti rugi tanah bagi rakyat, namun kemudian masyarakat penerima ganti rugi malah dituduh korupsi,” kata Indira.
Menurut Indira, masyarakat boleh sedikit bahagia dengan putusan bebas tersebut. Namun, dia mengingatkan, masih banyak tugas yang harus dilakukan ke depannya.
“Kita mesti mendorong pemulihan HAM bagi masyarakat Parit Malintang lainnya yang masih menjadi korban pelanggaran HAM,” kata Indira.
Menurut dia, ada puluhan persil tanah yang tidak diganti rugi oleh negara dalam proses pembangunan IKK Padang Pariaman.
“Kita wajib malu proses pembangunan dilakukan dengan menindas rakyat dan melanggar HAM. Bahkan hal ini berdampak pada kriminalisasi masyarakat dengan penggunaan pasal-pasal korupsi. Tidak hanya rakyat yang jadi korban bahkan aparatur negara pun ikut menjadi korban atas situasi ini,” ungkapnya.
Lebih jauh ia mengingatkan, aparat penegak hukum dalam menerima laporan kasus korupsi mesti menelaah lebih cermat sehingga masyarakat tidak menjadi korban kriminalisasi dengan tuduhan korupsi.
“Sudah saatnya Bupati Padang Pariaman menyelesaikan permasalahan ini, jika tidak maka bisa terulang kembali kriminalisasi bagi masyarakat dan juga aparatur pemerintahan,” kata Indira.
Duduk Kasus Versi Kejati
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Barat (Sumbar), Suyanto pernah menjelaskan duduk perkara kasus dugaan korupsi pembebasan lahan pembangunan tol Padang-Pekanbaru, Seksi I Padang-Sicincin. Menurut Suyanto, total kerugian negara Rp27,859 miliar.
Suyanto mengatakan, kasus ini bermula pada tahun 2007 silam. Saat itu terdapat rencana pemindahan Ibu Kota Kabupaten (IKK) Padang Pariaman dari Kota Pariaman ke Nagari Parit Malintang, yang kemudian dilegalisasi melalui Perturan Daera (Perda) Padang Pariaman.
Perda itu kemudian dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2008 tentang Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Padang Pariaman.
“Karena ada rencana itu (pemindahan ibu kota kabupaten), masyarakat Parit Malintang meminta supaya daerahnya dijadikan wilayah ibu kota kabupaten. Terus ditindaklanjuti dengan pembebasan lahan,” kata Suyanto, Jumat 29, Oktober 2021.
Suyanto melanjutkan, pengadaan tanah itu dilaksanakan berdasarkan SK Bupati Padang Pariaman Nomor 102 Kep BPP 2009 tentang Pembentukan Panitia, Sekretariat Panita, Tim Konsultasi, dan Advokasi Pengadaan Tanah Kab Padang Pariaman Untuk Pemindahan Ibukota Kabupaten Padang Pariaman.
Pembebasan lahan untuk pembangunan kawasan IKK ini dilengkapi dengan surat pernyataan pelepasan hak dari para penggarap tanah (masyarakat), yang menyebutkan bahwa tanah diserahkan kepada Pemkab Padang Pariaman tanpa ganti rugi.
“Selanjutnya Pemkab Padang Pariaman membayarkan ganti rugi atas tanaman dan bagunan kepada para penggarap berdasarkan peta bidang masing-masing dan hitungan tim teknis,” kata Suyanto.
Ia menuturkan, pada saat itu juga pihak Pemkab Padang Pariaman telah mengajukan Permohonan Hak Pakai atas bidang tanah yang telah dibebaskan untuk pembangunan Ibu Kota Kabupaten tersebut kepada Kantor Pertanahan setempat.
Di atas bidang tanah yang telah dikuasai oleh Pemkab Padang Pariaman tersebut, Pemkab Padang Pariaman telah membangun Kantor Bupati Padang Pariaman (pada 2010), Hutan Kota (pada 2011), Ruang Terbuka Hijau (pada 2012), Kantor Dinas PU (pada 2014).
“Pembebasan lahan untuk kawasan IKK di Nagari Parit Malintang ini yaitu tanam tumbuh dan bangunan milik masyarakat yang ada pada lahan yang dibebaskan telah diganti rugi oleh Pemkab dengan dana dari APBD. Jadi, sampai tahun 2011 itu sudah dibayarkan gari ruginya semua,” kata dia.
“Kemudian tanah, karena tanah ini dari ulayat, ada penyerahannya dari KAN (Kerapatan Adat Nagari) setempat ke Pemkab. Jadi, sudah lengkap semuanya,” kata Suyanto.
Pada tahun 2014 di dalam kawasan IKK Padang Pariaman tersebut juga dibangun Taman Keanekaragaman Hayati (Kehati) berdasarkan SK Bupati Nomor. 252 KEP BPP 2014, seluas 10 hektare yang terletak di Korong Pasa Dama dan Korong Padang Toboh, Kenagarian Parit Malintang.
Pembangunan dan pemeliharaan taman kehati tersebut menggunakan anggaran dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Lingkungan Hidup. Sementara anggaran untuk Pembangunan Taman Kehati tersebut bersumber dari APBD Kabupaten Padang Pariaman.
“Pembangunan Kehati ini telah tercatat pada Bidang Aset Badan Pengelolaan Keuangan Daerah. (Rekapitulasi Kartu Inventaris Barang (KIB) A, B, dan C tanggal 31 Desember 2020),” ujarnya
Pada tahun 2020 terdapat kegiatan pelaksanaan pengadaan tanah pembangunan Jalan Tol Padang-Pekanbaru seksi I Padang-Sicicin, di Kapalo Hilalang-Sicincin-Lubuk Aling-Padang (STA 4-200STA 36#600).
Pembebasan lahan ini diketuai oleh Kepala Kantor Wilayah BPN Sumbar. Pada tahapan pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi, ketua P2T membentuk Satgas A dan Satgas B berdasarkan SK Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatra Barat.
Pada proses pengukuran dan pemetaan oleh Satgas A, berdasarkan hasil ploting dengan data Kantor Pertanahan Padang Pariaman diketahui terdapat 22 bidang tanah (Nomor Induk Sementara) yang tumpang tindih dengan 13 bidang tanah yang telah memiliki NIB hasil pengadaan tanah untuk pemindahan IKK Padang Pariaman tahun 2009.
“Kemudian, satgas A dan satgas B menerbitkan peta bidang tanah dan daftar nominatif dengan tanpa melakukan penyelesaian atas permasalahan tumpang tindih tersebut,” kata Suyanto.
Pada daftar nominatif, untuk 22 bidang tanah yang tumpang tindih tersebut diuraikan keterangan bahwa “tanaman termasuk aset Pemkab Padang Pariaman (Taman Kehati)” tanpa dasar apapun yang sah atas keterangan tersebut.
“Surat dari Kepala Dinas LHKPP Padang Pariaman dijadikan dasar berita acara verifikasi dan perbaikan hasil inventarisasi dan identifikasi daftar nominatif, terhadap seluruh 22 bidang tanah yang tumpang tindih,” sebut dia.
Berita acara verifikasi dan perbaikan hasil inventarisasi dan identifikasi daftar nominatif ditandatangani oleh ketua P2T yang di dalamnya terlampir daftar nominatif dan peta bidang tanah yang ditandatangani oleh Ketua Satgas A dan Ketua Satgas B.
Kedua surat tersebut pun menjadi dasar penentuan pihak yang berhak dalam pemberian ganti kerugian yaitu Pemkab Padang Pariaman karena lahan taman kehati tersebut telah menjadi aset Pemkab Padang Pariaman
“Jadi, saat adanya pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol, orang-orang yang dulu telah mendapatkan ganti rugi tanam tumbuh dan bangunan atas tanah yang telah dibebaskan untuk pembangunan kawasan IKK muncul kembali,” kata Suyanto.
“Mereka muncul, ada dengan surat baru dan segala macam. Nah inilah karena adasurat baru jadi kami dalam penetapan tersangka ini ada yang orang ASN, ada orang BPN dan masyarakat karena ada perannya, mereka saling keterlibatan,” lanjut Suyanto.
Suyanto menambahkan, munculnya orang-orang tersebut tidak bisa dipungkiri karena ganti rugi pada saat pembebasan lahan untuk pembangunan kawasan IKK tak sebesar ganti rugi pembangunan jalan tol
“Kalau dilihat dari fakta hukum, ganti rugi saat pembangunan kawasan IKK kan tidak memadai, tidak seperti untuk tol. Untuk tol ini, mereka ada yang mendapat Rp4 miliar, adanya dapat tiga, dapat lima, nah inilah kita akamulasi dan dapat kerugiannya Rp27,859 miliar,” jelasnya.
Meski begitu, waktu itu, Suyanto mengatakan, soal kerugian ini pihaknya akan mengecek lagi jumlah pastinya. Sebab, akumulasi angka kerugian itu diperoleh penyidik dari data kuitansi para pelaku penerima ganti rugi. Selain itu, penyidik juga akan terus mendalami kasus ini untuk mencari ke mana aliran dana tersebut singgah.
Baca juga: Duduk Perkara dan Konstruksi Kasus Dugaan Korupsi Ganti Rugi Lahan Jalan Tol Padang-Sicincin
Nah, kini 9 dari 13 terpidana menunggu eksekusi untuk menjalani hukuman masing-masing. Dua dari terpidana menyatakan akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan kasasi Mahmakah Agung (MA) yang menghukum mereka. [*/pkt]