Kaleper

Kaleper

Yusrizal KW. [Foto: dok.pribadi]

Tahu kaleper; bakaleperan?

Tentu, sebagai orang Minang, atau yang mengerti bahasa Minang, agak sekali (walau saat ini jarang), pernah terdengar orang menyebut kata “kaleper”. Kata ini, memang sekarang terasa asing terdengar, karena jarang yang menyebutnya.

Kata “kaleper” artinya adalah sesuatu yang tidak terkendali atau lepas begitu saja sebagai ucapan kesal atau marah dari mulut seseorang. Karena itu, kadang orang yang marah dan reaktif, ketika ia tersinggung, marah lantaran sesuatu yang menyakitkan hatinya, mulutnya langsung berkaleperan; mengoceh dengan kata-kata sembarangan; berlepotan.

Istilah lain, boleh juga kita sebut sebagai “merepet”; “mengomel ceracau” dengan sakit hati. Sehingga kita melihat, mendengar, serta merasakan orang mulutnya “keleperan”, ceracauannya terasa liar. Ia bisa saja memaki-maki, menyebut-nyebut yang tidak patut disebut, atau sembarangan kata saja, tidak sadar orang yang tidak tahu apa-apa akan tersunggung hatinya.

Karena itu, “kaleper” juga bisa disebut kata yang terucap tanpa kendali karena sedang marah atau sakit. Orang yang sedang marah, yang emosinya tidak terjaga dengan baik, ia langsung merepet-repet, ngomel menceracau sembarangan sebut saja. Sehingga, tak jarang, bisa menimbulkan konflik baru, lantaran ceracauannya tidak bisa dihentikan, sehingga ia bisa dihardik, “Oi…, jan kaleperan juo muncuang tu (Hoi jangan berkata buruk juga mulut itu).”

Kata “kaleper”, “kaleperan”, sesungguhnya gambaran atau deskripsi betapa mulut seseorang bergerak dengan makna dan arti ucapan yang buruk, jika hati dan pikirannya tidak terjaga baik ketika terjadi goncangan kemarahan dari dalam diri, yang keluarannya justru suatu kata atau kalimat yang juga buruk. Kecerdasan emosional, tingkat pendidikan, juga menentukan suara atau kjata apa yang keluar dari mulut seseorang itu.

“Dia mulutnya suka berkaleperan saja,” itu artinya, seseorang tersebut, sudah dinilai, tidak bisa menjaga mulutnya ketika sedang marah atau emosi. Bisa-bisa karena kaleperan ini, ia menelan akibatnya; bak pepatah mulutmu harimaumu. Kalau mulut suka “kaleper”; berkalaperan, memang banyak orang yang enggan bersahabat dengan kita. Namun ada pula hal khususnya. Jika itu sudah “merek” diri kita, si kaleper, orang bisa maklum dan menerima kala kita berkaleperan.

Sebaik-baiknya kita, memang janganlah menceracau tidak menentu saja. Usahlah berkelepran mulut itu. Orang tua-tua juga bernasehat. Mulut elok hati orang pun elok. Tentulah sangat disayangkan, untuk menjaga ucapan dari mulut sendiri saja kita tidak mampu, apalagi menyelesaikan masalah besar dihadapkan pada kita.

Kaleper adalah ucapan bocor yang tidak terkendali. Kadang ia meliar ke mana-mana. Tukang ngomel yang suaranya merepet-repet tak henti-henti, ini yang dinamakan berkaleperan saja mulutnya itu. Ada juga kata “kaleperan”, ini sering juga disebut, orang yang membuka aib atau keburukan orang lain dalam keadaan marah.

Maka itu, ada peringatan, “Hati-hati dengan si Anu, ia kalau marah, berkaleperan saja mulutnya. Semua disebut. Yang tidak patut disebut, disebutnya juga, sampai-sampai aib kita terbuka sama dia. Hanjing itu orang.” Tentu, makian dan kekecewaan dengan orang yang jika marah kaleperannya justru membuat orang merasa terhinakan.

Karena itu, bicara jaga mulut, bagi orang yang suka kaleperan ini, bukan tidak paham. Cuma sering lupa kalau sudah marah. Ia sering spontan dan tidak dibuat-buat. Ada satu dua, yang memang sadar dia sedang kaleperan, maka ia pun bisa merem.

Kata “kaleper” kata yang saat ini nyaris tidak terdengar diucapkan. Namun, di negeri ini, banyak orang yang mulutnya kaleperan. Ia tidak sungkan-sungkan meracau, merepet-repet untuk hal yang tidak jelas. Termasuk dalam mengamati situasi politik praktis, pemerintahan dan perilaku masyarakat dan fenomena sosial lainnya.

Baca juga: Cikik

Kaleper, kata yang menunjuk diri kita dengan kata-kata ceracauan, yang tidak terjaga, sehingga kadang terdengar sebagai suara-suara sampah, berpolusi, merusak hati dan pikiran jika kita mendengar dan merasakan dengan hati. (*) 


Penulis: Yusrizal KW, dikenal sebagai penulis cerita pendek dan telah melahirkan tiga buku kumpulan cerpen. Pernah menjabat Redaktur Budaya Harian Padang Ekspres 2005 – 2020.

Baca Juga

Lebih Berupa Kebijakan dan Payung Hukum, Ini Rekomendasi Hasil Kongres Bahasa Indonesia XII
Lebih Berupa Kebijakan dan Payung Hukum, Ini Rekomendasi Hasil Kongres Bahasa Indonesia XII
Puan Bangga, Lagu Tak Tong Tong dan Baju Adat Minang Bawa TRCC Juara Internasional
Puan Bangga, Lagu Tak Tong Tong dan Baju Adat Minang Bawa TRCC Juara Internasional
Puan Dorong Pemerintah Perjuangkan Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Internasional
Puan Dorong Pemerintah Perjuangkan Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Internasional
Mengenal Istano Basa Pagaruyung, Pusat Kejayaan Minangkabau di Masa Lalu (1)
Mengenal Istano Basa Pagaruyung, Pusat Kejayaan Minangkabau di Masa Lalu (1)
Bertemu Mahyeldi, Wamenkumham Ungkap akan Akomodasi Hukum Adat Minang dalam RKUHP
Bertemu Mahyeldi, Wamenkumham Ungkap akan Akomodasi Hukum Adat Minang dalam RKUHP
Sejalan dengan Progul, Gubernur Mahyeldi: KAN Penjaga Eksistensi Nagari dan ABS-SBK
Sejalan dengan Progul, Gubernur Mahyeldi: KAN Penjaga Eksistensi Nagari dan ABS-SBK