Padangkita.com - Sejumlah kalangan mengusulkan film Gerakan 30 September Partai Komunias Indonesia atau (G30/S/PKI) untuk bisa ditayangkan kembali di televisi. Usulan tersebut ditanggapi positif oleh presiden Joko Widodo.
Dikutip dari berbagai sumber, film (G30/S/PKI) dimasa pemerintahan presiden Soeharto selalu ditayangkan dengan tujuan untuk mengingat dan menggambarkan kekerasan yang dilakukan partai yang dinyatakan terlarang tersebut. Namun sejak presiden Soeharto turun film tersebut tidak pernah ditayangkan lagi.
Film ini disutradarai dan ditulis oleh sutradara kawakan Arifin C. Noer, diproduseri oleh G. Dwipayana, dan dibintangi Amoroso Katamsi, Umar Kayam, dan Syubah Asa.
Selama hampir dua tahun Arifin C. Noer dan kawan-kawan memproduksi film ini dengan dana yang dikeluarkan mencapi Rp800 juta.
Seluruh cerita di film ini dibuat berdasarkan versi resmi dari pemerintah yang berkuasa kala itu yakni berkaca pada peristiwa "Gerakan 30 September" atau "G30S" yang ditulis oleh Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh, yang menggambarkan peristiwa kudeta ini didalangi oleh Partai Komunis Indonesia atau PKI.
Dalam film ini menceritakan dan menggambarkan masa menjelang kudeta yang dilakukan oleh PKI dan beberapa hari setelah peristiwa tersebut terjadi. Dalam kala kekacauan ekonomi tersebut, enam jenderal TNI diculik dan dibunuh.
Film Pengkhianatan G 30 S PKI diputar sejak 1984 dan pernah mencapai box office setahun sesudahnya. Sejak itu, film yang diproduseri Nugroho Notosusanto, Menteri Pendidikan era Presiden Soeharto itu manjadi tontonan wajib tiap tanggal 30 September dan disiarkan ulang oleh TVRI hingga 1998.
Dulunya, film ini digunakan sebagai kendaraan propaganda oleh pemerintah Orde Baru selama tiga belas tahun, di mana pemerintahan Soeharto kala itu memerintahkan satu-satunya stasiun televisi di Indonesia saat itu, TVRI, untuk menayangkan film ini setiap tahun pada tanggal 30 September malam.
Film ini juga diperintahkan menjadi tontonan wajib bagi siswa sekolah di Indonesia, walaupun memperlihatkan adegan-adegan yang penuh kekerasan berlebihan. Pada saat stasiun-stasiun televisi swasta bermunculan, mereka juga dikenai kewajiban yang sama.
Akhirnya, film ini pada tanggal 24 September 1998, dinyataka tidak boleh diputar ulang karena sejumlah alasan.
Presiden Joko Widodo menyatakan menonton film sejarah adalah hal yang penting bagi generasi muda saat ini. Tapi menurutnya harus ada pembaruan dalam film yang akan ditayangkan.
“Akan lebih baik kalau ada versi yang paling baru, agar lebih kekinian, bisa masuk ke generasi-generasi milenial,” kata Presiden Jokowi, seperti dilansir dari setkab, Selasa (18/09/2017).
Tujuannnya menurut presiden Jokowi adalah agar anak-anak milenial sekarang mengerti akan bahayanya komunisme, biar mereka tahu juga mengenai Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dinyatakan terlarang di Indonesia tersebut.