Padang, Padangkita.com - Ratusan warga melaporkan dugaan investasi bodong berkedok bagi hasil penjualan mukena dan selendang ke Kepolisian Daerah (Polda) Sumbar. Kerugian ditaksir mencapai miliaran rupiah.
Para pelapor membuat laporannya didampingi tim kuasa hukum dari Kantor Advokat, M Nur Idris and Associates pada 28 Agustus 2021 lalu. Laporan itu diterima Polda Sumbar dengan menerbitkan Surat Tanda Terima Laporan (STTL) Nomor: STTL/336.a/VIII/YAN/2002/SPKT-Sbr.
“Kami melaporkan seorang perempuan, RY, 37 tahun bersama reseller atau kaki tangannya yang semuanya berdomisili di Koto Hilalang, Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam,” kata Idris kepada Padangkita.com.
Idris menyebut, ada sekitar 140 orang yang menjadi korban, berasal dari berbagai daerah di Sumatra Barat (Sumbar). Meski begitu, ia menduga masih banyak korban lainnya yang belum melapor.
“Setidaknya lebih dari 500 orang diperkirakan menjadi korban,” ucapnya.
Modus Penjualan Mukena dan Selendang
Idris menjelaskan muasal terjadinya kasus dugaan investasi bodong tersebut. Awalnya, pelaku atau pemilik dan pengelola investasi yang diduga bodong ini menawarkan bisnis pengelolaan mukena dan salendang yang akan dipasarkan ke Malaysia dan sejumlah pusat grosir di Kota Bukittinggi.
Mereka menghubungi para calon investor melalui telepon seluler dan pesan WhatsApp. Keuntungan yang dijanjikan sangat besar, mencapai 40 persen dari modal yang diinvestasikan. Keuntungan tersebut diberikan setiap bulan dari hasil penjualan mukenah dan selendang itu.
“Misalnya, ada yang berinvestasi dengan modal Rp100 juta maka akan diberikan keuntungan sebanyak 40 persen atau Rp40 juta pada bulan berikutnya,” terang Idris.
Para pengelola investasi tersebut hanya memberikan keuntungan saja, modal yang telah ditanamkan tetap disimpan sebagai modal selanjutnya.
Pada awal pembuatan Surat Perjanjian Kerja Sama (SPK) pemberian keuntungan berjalan lancar. Sehingga, para investor banyak yang menambah investasinya. Namun, setelah menambah investasi keuntungan tidak dikirim lagi.
“Alasannya pandemi Covid-19 atau uang belum dibayar pembeli,” kata Idris.
Idris menjelaskan kegiatan investasi ini sudah berjalan sejak awal tahun 2020. Namun, masuk tahun 2021 keuntungan tak lagi diberikan, para warga yang menanamkan modalnya pun mulai curiga.
Beberapa investor mencoba menghubungi pengelola namun tidak mendapat jawaban. Kata dia, adapula investor yang mendatangi rumah pemilik dan pengelolanya investasi itu, namun tidak menemukan adanya aktivitas produksi atau perdagangan mukenah dan selendang.
“Dari sanalah tahunya bahwa investasi ini bodong,” sebut Idris.
Menurut Idris, berdasarkan keterangan dari para korban, ia menilai investasi ini merupakan skema money game atau permainan uang. Investasi pengelolaan dan penjualan mukena dan selendang hanyalah kedok semata.
Adapun besaran kerugian yang dialami korban, dilihat dari SPK sebagai bukti, mulai dari Rp2 juta sampai Rp600 juta.
Diusut Polda Sumbar
Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Satake Bayu Setianto mengatakan, Polda memang telah menerima laporan terkait adanya dugaan investasi bodong berkedok pengelolaan mukena dan selendang.
Kata dia, Polda telah menindaklanjuti kasus tersebut dengan menerbitkan STTL dan saat ini telah memulai proses penyelidikan.
Sejauh ini, lanjut Satake, dalam proses penyelidikan polisi telah mengumpulkan sejumlah bukti-bukti terkait kasus ini. Dalam waktu dekat polisi akan memeriksa beberapa orang saksi.
“Ada beberapa orang saksi-saksi yang akan kami periksa, termasuk juga korban. Kan korbannya ada banyak, jadi beberapa orang saja,” kata Satake kepada Padangkita.com.
Baca juga: Penetapan Tersangka Dugaan Korupsi Dana Bansos Pokir Dewan Tunggu Gelar Perkara di Polda
Sekadar diketahui investasi bodong berupa “money game” ini sebetulnya bukan baru kali ini terjadi di Sumbar. Dulu juga sempat heboh investasi berkedok jual beli emas dan mobil. Di awal-awal investor dibuai dengan kiriman keuntungan yang lancar. Namun, setelah korbannya menambah investasi lagi dan semakin banyak, pelaku kemudian menghilang. [mfz/pkt]