Dari sana, tercetus pola pikir baru bahwa dirinya mesti sehat (bukan kurus) sehingga bisa bermanfaat bagi orang lain.
Memang sudah jalan hidup, suatu hari, Hughes menemukan sebuah video yang menggelitiknya.
Seorang nenek-nenek sekitar 90 tahunan tampak begitu sehat dan bugar, bahkan masih olahraga hingga berkebun. “Saya harus seperti dia,” tekadnya.
Terinspirasi dari sana, ia melakukan riset kecil-kecilan. Kunci yang ia dapatkan yakni makan real food, berpikir positif, dan ujung-ujungnya mendekatkan diri pada Pencipta. “Gampang bener, enggak pakai olahraga,” akunya antusias.
Meski tak terlalu menyukai sayuran, Hughes tetap mengatur pola makan yang banyak melibatkan sayuran.
“Tidak suka, (rasanya) kayak jamu,” tutur Hughes tentang apa yang dirasakan lidahnya.
Menu pertamanya adalah campuran kailan, jeruk nipis, dan jahe. Lama-lama, Hughes mulai bereksperimen dan menikmatinya.
Gaya makan yang diikutinya memang cenderung raw food, alias makanan mentah. Berhubung Hughes tidak bisa memasak, ia memaksakan diri, berusaha mengikuti cara makan tersebut. Jika makan keluar, Hughes menyiapkan menu untuknya dari rumah.
Pada tahap awal, bobot tubuhnya berkurang hingga 11 kg dalam sebulan. Olahraga yang ia lakoni hanya jalan kaki pergi-pulang dari rumah ke supermarket.
Ia juga tidak lagi mengonsumsi gluten, gula, apalagi gorengan. Selain itu, Hughes juga tidak memasukkan garam dalam menunya.
Kondisi tubuhnya kian membaik, enak, enteng. Ia lebih bebas saat bersujud, lari, dan berdiri. “Jadi orang kurus ternyata enak,” ungkapnya.
Selama menjalani diet, Hughes mengganjar dirinya dengan sayur urap dan udang bersambal bila beratnya turun.
Selain itu ia juga membeli buah-buah impor mahal.
Lama kelamaan, Hughes beralih ke buah-buahan lokal untuk membantu petani lokal.
Lucunya lagi, sekarang ia justru alergi dengan buah impor.