Padang, Padangkita.com - Sejumlah fakta mengejutkan terjadi pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 di Sumatra Barat (Sumbar). Hasil penghitungan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang masih terus berlangsung.
Namun, sejauh ini sudah bisa ditebak siap saja pemenang satu Pemilihan Gubernur (Pilgub) dan 13 Pemilihan Bupati/Wakil Bupati (Pilbup) serta Pemilihan Wali Kota/Waki Wali Kota (Pilwako).
Dari data yang dikumpulkan Padangkita.com, fakta-fakta itu antara lain, banyak petahana kepala daerah atau wakil kepala daerah yang tumbang. Sejumlah politisi yang berangkat dari level nasional seperti DPR dan DPD, juga keok. Lalu, sejumlah calon yang diusung PDI Perjuangan (PDI-P)—dianggap punya pendukung yang kecil—justru tampil sebagai pemenang.
Bagaimana melihat fenomena Pilkada Sumbar ini dari kacamata politik, berikut kutipan wawancara Padangkita.com dengan Pengamat Politik dari FISIP Unand, Asrinaldi, Minggu (13/12/2020).
Sejauh ini dari real count KPU masih pasangan Mahyeldi Ansharullah-Audy Joinaldy yang unggul, kemungkinan besar memang akan menang Pilgub Sumbar. Padahal salah satu lawannya adalah petahana Wakil Gubernur yang diusung Partai Gerindra, pemenang Pileg di Sumbar. Ini artinya apa?
Kemenangan calon kepala daerah dalam Pilkada masih dominan ditentukan figur kepala daerah tersebut. Tiap-tiap figur akan bersandar pada basis kedaerahan masing-masing. Faktanya, kemenangan Mahyeldi tentu kuncinya ada di Kota Padang yang masyarakatnya memang mendukung secara total wali kotanya.
Selain figur juga bergantung pada isu-isu yang menyertai rekam jejak calon yang selalu dikampanyekan berhasil. Apalagi di daerah perkotaan yang akses informasinya cukup memadai. Kita bisa lihat kemenangan Mahyeldi-Audy dengan dukungan maksimal justru di daerah perkotaan seperti Kota Padang, Payakumbuh, Solok, Padang Panjang, Sawahlunto, Bukittinggi, kecuali Pariaman yang mendukung figur Genius Umar.
Dapat dipahami kader PKS adalah masyarakat urban terdidik dari kalangan menengah, makanya mudah mengampanyekan Mahyeldi-Audy ini. Beda dengan figur kepala daerah lain yang kekuatannya tidak didukung oleh mesin politik partai.
Banyak petahana yang tumbang di Pilbup dan Pilwako, seperti di Pesisir Selatan (Pessel), Bukittinggi, Limapuluh Kota (wakil bupati), Tanah Datar (wakil bupati), dan (kemungkinan) di Pasaman Barat (Pasbar). Padahal biasanya, petahana ini ikan sulit dikalahkan?
Kekalahan petahana melawan calon baru tentu tidak sama dari satu daerah dengan daerah lain. Namun menurut saya ada beberapa variable. Pertama, terlalu percaya diri yang dekat dengan arogansi dalam menghadapi lawan politiknya, sehingga terkesan meremehkan. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak simpati dan berbalik arah.
Kedua, kekuatan kapital juga sangat menentukan bagaimana menggerakan mesin relawan yang ada. Umumnya sebulan menjelang hari pemungutan, kapital untuk menggerakkan relawan para petahana ini juga sudah mulai habis sehingga berdampak pada pergerakan tim relawan.
Politisi yang berasal dari level nasional seperti anggota atau mantan DPR/DPD juga tak mendapat tempat, hampir semua kalah di Pilkada Sumbar ini. Kenapa?
Karakter wilayah dalam Pilkada dan Pileg yang dihadapi politisi nasional jelas berbeda. Pilkada dengan wilayah yang kecil, dibutuhkan adanya kedekatan emosional atau kesukaan. Sementara, Pileg dengan wilayah yang luas dibutuhkan hanya popularitas dan tidak dibutuhkan betul kesukaan pada calon. Jadi kesalahan politisi nasional adalah pada bagaimana memahami perilaku memilih masyarakat di daerah yang kecil tersebut dengan sentuhan psikologis sehingga mereka merasa dekat dengan calon kepala daerah ini.
Sejumlah calon yang diusung PDIP bisa menang di Pilkada Sumbar. Padahal sebelumnya, ramai disebut-sebut PDIP sangat kecil pendukungnya!
Ini sejalan dengan tesis saya sebelumnya, isu-isu ideologis dan ideal tidak begitu mempengaruhi bagi pemilih Sumbar yang pragmatis rasional. Sepanjang PDI-P bisa menghadirkan figur yang sesuai dengan keinginan masyarakat, bisa jadi mereka terpilih, tidak hanya di Pilkada, tapi juga di Pileg.
Buktinya, (sebetulnya) suara PDI-P juga tidak jelek-jelek amat di Sumbar, bahkan dua daerah dikuasai PDI-P dalam Pileg, Dharmasraya dan Kepulauan Mentawai. Bandingkan dengan PBB yang ideologinya Islam tapi figurnya lemah, tetap tidak dipilih juga oleh masyarakat Sumbar.
Baca juga: Fakta-fakta Pilkada Sumbar 2020, Incumbent Bertumbangan hingga Pemungutan Suara Diulang
Kalau pemilih berdasarkan agama yang kuat di Sumbar, mestinya PKB dan PDI-P tidak akan sama di DPRD Sumbar. Atau PKS harusnya mengalahkan Gerindra dari segi kursi yang diperoleh. [*]