Trio Urang Awak Penakluk dan Penguasa Pasar Senen

Trio Urang Awak Penakluk dan Penguasa Pasar Senen

Trio Pasar Senen (Sumber foto: Taman Kanak–Kanak, No. 45, Thn ke-8, hlm. 177 [suplemenPandji Poestaka, No. 91, Thn XV, 12 November 1937)

Padangkita.com - Pasar Snees atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama Pasar Senen merupakan pasar tertua yang ada di Jakarta. Dinamakan Pasar Snees karena perdagangan di pasar ini yang awalnya berlangsung setiap hari Senin.

Urang awak memiliki cerita dan sejarah yang sangat panjang dengan keberadaan pasar Senen ini. Salah satunya yakni suksesnya trio minang menaklukan pasar ini dan menjadi penguasa bisnis salah satu pasar terbesar di tanah Jawa ini.

Trio penakluk pasar Senen ini adalah Djohan, Djohor, dan Ajoeb Rais. Mereka dianggap tokoh-tokoh sukses asal Minangkabau di awal abad ke-20, khususnya mengenai perintis keberadaan para pedagang Minangkabau di Pasar Senen, Jakarta.

Pada mulanya, Djohan adalah pemuda kampung layaknya pemuda-pemuda di ranah Minang lainnya. Impiannya yang kuat untuk sukses membuatnya ingin sekali pergi merantau. Tahun 1921, Djohan pun pergi merantau ke Betawi melalui jalur laut Padang (Teluk Bayur) - Jakarta).

Menurut Dosen dan juga peneliti di Universitas Leiden, Suryadi Sunuri dalam catatan di blog pribadinya menyatakan bahwa jalur laut Padang-Jakarta sudah ada sejak sedekade (10 tahun) sebelumnya dan saudagar-saudagar bumi putra asal Padang juga sudah mulai berbelanja ke Betawi.

Baca juga:
Radja Boerhanoedin, “Urang Bagak” Tanah Abang Asal Minang
Ini Dia Anak Muda Minang Penguasa Bisnis Sate di Swiss

"Djohan nekat pergi ke ibukota Hindia Belanda itu membawa tulang delapan kerat. Niatnya hendak bekerja jadi pegawai negeri atau swasta. Akan tetapi sesampai di Betawi ia melihat dunia perdagangan yang ramai," begitu catatan Suryadi Sunuri.

Semula Djohan ingin sekali menjadi pegawai di Betawi, namun pikirannya berubah takkala melihat keramaian di Betawi. Ia pun merubah niatnya dengan ingin menjadi pedagang.

"Ia ingin jadi pedagang. Tapi apa daya modal tak ada. Djohan pun memutar otak. Didekatinya seorang pedagang Arab, lalu dimintanya beberapa helai barang dagangannya, kemudian dikembangnya lapak di tepi jalan. Begitulah Djohan memulai usaha dagangnya secara kecil-kecilan," Jelas Suryadi selanjutnya.

Berkat kegigihannya, akhirnya lambat laun Djohan pun dapat menabung dan memiliki modal usaha sendiri. Dia pun akhirnya membuka usaha sendiri dan membeli barang-barang secara kontan dari saudagar arab tadi.

Lama-kelamaan Djohan berhasil menyewa sebuah toko di Pasar Senen. Akan tetapi keberhasilan yang sudah diraihnya tidak menjadikan ia cepat puas. Dengan uang tabungannya, kemudian ia berhasil membeli toko itu.

Dagangannya pun makin laris manis. Itu tak lain karena layanannya yang ramah tamah kepada para pembeli. Lama kelamaan tokonya bertambah luas, hingga mencapai enam pintu (meminjam istilah pedagang Minang di Tanah Abang sekarang).

Setelah memiliki toko, Djohan pun mengajak saudaranya Djohor untuk menyusul ke Betawi. Waktu itu Djohor masih bersekolah di Sawahlunto. Djohor pun datang ke Betawi membantu Djohan.

Baca juga:
Rajo Mangkuto: Bos Mafioso Penakluk Bisnis Pengusaha Belanda
Inilah Anak Muda Minang dan Indonesia Pertama di Manchester City FC

"Maka tokonya yang besar itu diberi nama “Handelsvereeniging Djohan-Djohor” (Perusahaan Dagang Djohan-Djohor). Toko Djohan-Djohor terus berkembang. Kemudian dua bersaudara itu mengajak saudagar Minang lainnya berkongsi, namanya Ajoeb Rais," lanjut tulisan Suryadi Sunuri.

Ajoeb Rais merupakan salah seorang pengusaha sukses di Betawi dan merupakan Mak Etek dari Proklamator Republik Indonesia, M. Hatta.

Ajoeb Rais terkenal sebagai seorang saudagar besar, tapi hidupnya tetap sederhana. Ia dan istrinya Daidah dan seorang anak perempuannya yang bernama Nelly tinggal sebuah rumah di Jalan Jakarta di bilangan Kota (kini Jakarta Pusat).

Bung Hatta menyebut Ajoeb Rais sebagai pamannya. Memang ia juga berasal dari Bukittinggi tapi tidak dijelaskan bagaimana persisnya hubungan kekeluargaan mereka.

Diceritakan oleh Hatta dalam Memoir-nya (hlm. 61-62): Ajoeb Rais meninggalkan Bukittinggi, sebentar tinggal di Padang, sebelum kemudian pergi ke Betawi. Mula-mula ia bekerja sebagai juru tulis pada seorang bangsa Jerman, yang berdagang berbagai rupa.

Untuk mencapai kemajuan ia belajar mengetik 10 jari. Dalam waktu yang singkat sekali, ia memperoleh diploma. Hal itu menarik perhatian induk semang Jermannya itu. Akhirnya ia diberi pekerjaan yang lebih dan pekerjaan tersebut selalu dia dikerjakannya dengan rajin.

Ajoeb akhirnya mendapat warisan uang dari induk semangnya itu sebesar f 10.000 ketika induk semangnya itu pensiun dari dunia dagang.

Ajoeb juga dijadikan anak angkat oleh induk semangnya itu karena dia tidak memiliki anak.

Karena tangan dinginnya, akhirnya Ajoeb Rais berhasil dalam dunia dagang.

Waktu itu ia menjalankan perdagangannya lebih banyak dengan cara spekulasi. Ia ambil sejumlah barang dari orang dalam partai besar, lalu tiga bulan kemudian harga barang itu dibayarkan. Kalau harga-harga naik, maka dapatlah ia untung yang lumayan besar. Tapi jika sebaliknya yang terjadi, alamat bangkrut akan didapat.

Oleh sebab itu, setelah berhasil mengumpulkan uang sebanyak f 500.000, Ajoeb Rais pergi naik haji ke Mekah.

Setelah pulang dari Tanah Suci, ia beralih ke usaha lain. Setelah itulah tampaknya ia bergabung dengan Firma Djohan Djohor.

M. Hatta pun memanggil Djohor yang dipanggilnya ‘Etek’ di Hotel Des Indes di Jakarta. Waktu itu Hatta dijemput dari Sukabumi untuk bicara dengan para pentinggi militer Jepang di Batavia. Johor sendiri menyebut Hatta sebagai ‘Anak Gadang’, maksudnya jelas ‘Anak yang kini menjadi orang besar’ (Hatta 1979:396).

Dalam kesempatan itu Johor menyediakan pakaian baru yang bagus untuk Hatta melalui toko jahitnya Nam Mie di Jalan Antara. Maksudnya, supaya Hatta kelihatan necis dan gagah ketika berhadapan nanti dengan para pembesar militer Jepang.

Baca juga:
Ini Dia Tokoh Perintis Kemerdekaan Asal Minang Yang Terlupakan Sejarah
Inilah Tokoh Minang yang Kembalikan Indonesia Jadi Negara Kesatuan

Hatta sempat mampir ke Firma Djohan Djohor di Senen mengisi waktu luangnya di Jakarta sebelum berunding dengan para pembesar Jepang (Gunseiken dan Sumobuco). Pakaian yang dibuatkan oleh penjahit Nam Mie pesanan Etek Johor sangat cocok di tubuh Bung Hatta.

Membaca Memoir Hatta, kita mendapat kesan betapa dekatnya hubungan tiga serangkai pemilik Firma Johan Johor dengan Bung Hatta, khususnya Ajoeb Rais.

Ajoeb bahkan menyediakan biaya sekolah untuk Hatta selama ia belajar di Prins Hendrik School di Batavia. Terkesan pada waktu ikatan emosional sesama perantau Minang di Jakarta sangat kuat.

Perusahaan dagang Djohan-Djohor terus berkembang dan mempunyai cabang di Pekalongan, Semarang, Surabaya, Bandung, dan Medan.

Sumber tulisan ini mencatat: “Semendjak itoe keadaan di Pasar Senen jadi beroebah benar. Dahoeloe jang ada disana hanja toko orang Tionghoa semata-mata, tetapi semendjak toko Djohan-Djohor berdiri, toko-toko orang Boemipoetera jang lain didirikan poela. Dan sekarang toko-toko kain orang Boemipoetera soedah sebanding banjaknja dengan toko-toko orang Tionghoa”.

Tampaknya tiga anak muda Minang bersaudara ini adalah kompetitor pedagang Tionghoa pertama di Pasar Senen.

Mereka termasuk generasi perantau Minang awal yang sukses mengembangkan usaha dagangnya di Betawi (Jakarta).

Seperti sering diekspresikan dalam cerita-cerita lisan Minangkabau, Djohan tiga bersaudara betul-betul menggambarkan dunia perantauan orang Minang: pergi meninggalkan kampuang diiringi sebak sudut mata bunda kandung, dan tanpa modal apapun, untuk kemudian pulang membawa tuah.

Kuncinya adalah sifat rendah hati, hemat, dan suka bekerja keras. Sumber tulisan ini menulis: “Kadang-kadang... tampak kedoea saudara itoe melihat-lihat pekerdjaan pegawainja. Air moekanja tenang dan ramah, sedikitpoen tidak tampak ketinggiannja. Akan tetapi dibalik air moeka jang tenang itoe tersemboenji kekerasan hati jang sebagai wadja”.

Kisah sukses Handelsvereeniging Djohan-Djohor menambah lagi pengetahuan kita tentang sejarah perantauan orang Minangkabau di awal abad ke-20, khususnya mengenai perintis keberadaan para pedagang Minangkabau di Pasar Senen, Jakarta.

Baca Juga

Brigjen Pol Gatot Tri Suryanta Jadi Kapolda Sumbar Gantikan Irjen Pol Suharyono
Brigjen Pol Gatot Tri Suryanta Jadi Kapolda Sumbar Gantikan Irjen Pol Suharyono
Kenakalan Remaja: Fenomena Sosial yang Mengkhawatirkan
Kenakalan Remaja: Fenomena Sosial yang Mengkhawatirkan
Tembus Pasar Internasional, Perusahaan Lokal Pariaman Ekspor 140 Ton Pinang ke India
Tembus Pasar Internasional, Perusahaan Lokal Pariaman Ekspor 140 Ton Pinang ke India
Pemprov akan Bangun Kantor MUI Sumbar Bertingkat 5 dengan Anggaran Rp24 Miliar
Pemprov akan Bangun Kantor MUI Sumbar Bertingkat 5 dengan Anggaran Rp24 Miliar
Bank Nagari Ingin Ikut Pembiayaan Pembangunan Flyover Sitinjau Lauik, Sanggup Rp500 Miliar
Bank Nagari Ingin Ikut Pembiayaan Pembangunan Flyover Sitinjau Lauik, Sanggup Rp500 Miliar
Survei Pilkada Limapuluh Kota
Survei Pilkada Limapuluh Kota