Soal Wacana Hak Angket Surat Sumbangan Bertanda Tangan Gubernur, Pengamat: Berpeluang Besar Terpenuhi

Soal Wacana Hak Angket Surat Sumbangan Bertanda Tangan Gubernur, Pengamat: Berpeluang Besar Terpenuhi

Pengamat Politik dari Universitas Andalas, Asrinaldi. [Foto: Zulfikar/Padangkita.com]

Padang, Padangkita.com - Pengamat politik dari Universitas Andalas, Asrinaldi memberikan komentar terkait wacana hak angket yang diusulkan oleh Fraksi Partai Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatra Barat (Sumbar) terhadap Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah.

Menurutnya, wacana hak angket terkait surat bertanda tangan gubernur yang digunakan untuk meminta sumbangan itu memiliki dimensi politik, dan itu merupakan hak konstitusional anggota DPRD Sumbar.

"Dalam hal pengawasan terhadap pemerintah daerah tentu DPRD. Nah, ketika DPRD itu menggunakan hak konstitusionalnya untuk mengajukan pendapat tentu ini menjadi bagian dari proses untuk mengontrol penyelenggaraan pemerintahan provinsi itu," ujarnya saat dihubungi Padangkita.com via telepon, Rabu (1/9/2021).

Hanya saja, tutur dia, sebelum mengajukan hak angket, DPRD Sumbar harus mengetahui terlebih dahulu terkait duduk perkara kasus surat berkop Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumbar itu.

"Mestinya tahu dulu duduk perkaranya. Untuk mengetahuinya, bisa menggunakan hak interpelasi agar bisa diketahui bagaimana kasus yang dihadapi oleh Pak Gubernur ini. Kalau tidak tahu kasusnya, tentu tanya gubernur dulu. Untuk mendapatkan informasi yang membuat masyarakat gelisah sekarang ini, bukan ujug-ujug menyatakan, oh, Pak Gubernur memang salah," jelasnya.

Meski demikian, kata dia, hak angket tidak harus didahului oleh hak interpelasi di DPRD. Sebab bisa saja anggota DPRD Sumbar sudah mendapatkan informasi dan mengantongi bukti terkait kasus tersebut serta ingin menyatakan pendapatnya langsung kepada gubernur.

Asrinaldi menjelaskan, selain memiliki dimensi politik, kasus surat minta sumbangan bertanda tangan gubernur ini juga memiliki dimensi pidana dan dimensi keuangan daerah. Di dimensi pidana, ada polisi yang berwenang untuk menyelidiki. Sedangkan di dimensi keuangan negara, pemeriksaan bisa dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Meski penyelidikan polisi terkait kasus itu masih berjalan atau dugaan pelanggaran pengelolaan keuangan daerah diusut Kemendagri, DPRD Sumbar masih dapat mengajukan hak angket terkait kasus surat minta sumbangan kepada Gubernur Sumbar. Hal tersebut karena ketiganya tidak saling terkait.

Terkait kasus itu, Mahyeldi, kata dia pula, diduga telah melanggar Pasal 76 Ayat 1 Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang membuat keputusan yang menguntungkan pribadi, orang, atau kelompok, partai politik, dan sebagainya sesuai peraturan perundangan-undangan.

Selain itu, kasus ini juga telah menyebabkan keresahan di masyarakat. "Dasar inilah yang menyebabkan DPRD menggunakan hak angket itu. Memang UU-nya ada. Targetnya adalah memberi peringatan," ungkapnya.

Sebagai informasi, hak angket adalah hak DPR/DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Namun, untuk mengajukan hak angket butuh syarat yang harus dipenuhi.  Menurut Pasal 115 UU Pemda, untuk DPRD yang berjumlah 35-75, hak angket harus diusulkan oleh minimal 10 orang anggota atau minimal 2 fraksi.

Usulan itu kemudian dibawa ke sidang paripurna yang dihadiri minimal oleh 2/3 anggota, kemudian disetujui oleh lebih dari 50 persen anggota yang hadir. Hak angket ini dapat berujung pada pemakzulan kepala daerah, meskipun masih jarang terjadi.

Sementara itu, di DPRD Sumbar sendiri, Fraksi Partai Demokrat memiliki 10 kursi. Artinya fraksi ini perlu dukungan dari fraksi lain agar hak angket bisa dibawa ke sidang paripurna. Lalu, bagaimana peluang hak angket ini dibawa ke paripurna dan disetujui oleh anggota DPRD Sumbar?

"Kan masih bisa dicari. Biasanya akan berkoalisi. Bisa dengan Gerindra, bisa dengan Nasdem. Biasanya begitu. Terpenuhi itu karena memang sudah meresahkan masyarakat. Peluangnya besar menurut saya," ungkap Asrinaldi.

Sekadar diketahui, kasus surat gubernur untuk meminta sumbangan tersebut masih terus diselidiki Polresta Padang. Meskipun dugaan penipuan disebut tidak terbukti atau tidak ditemukan, namun Polresta Padang belum benar-benar menghentikan penyelidikan kasus tersebut.

Sementara itu, sumbangan yang telah dikumpulkan sebanyak Rp170 juta dari perusahaan-perusahaan dan perguruan tinggi, telah dikembalikan kepada penyumbang.

Baca Juga: Soal Hak Angket Surat Gubernur Untuk Minta Sumbangan, Demokrat Pertanyakan Sikap Fraksi Lain

Awalnya, sumbangan tersebut akan digunakan untuk membuat buku profil Sumbar berbentuk soft copy dalam 3 bahasa, yakni Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Bahasa Arab. [fru]


Baca Juga

Sumbar Butuh Rp1,3 Triliun untuk Bangun Sabo Dam dan Infrastruktur yang Rusak Akibat Bencana
Sumbar Butuh Rp1,3 Triliun untuk Bangun Sabo Dam dan Infrastruktur yang Rusak Akibat Bencana
Ada Pembatasan Jam Operasional Kendaraan Barang lewat Sitinjau Lauik, Berlaku mulai Senin
Ada Pembatasan Jam Operasional Kendaraan Barang lewat Sitinjau Lauik, Berlaku mulai Senin
BNPB dan TNI-Polri Komit Bantu Sumbar, Gubernur Mahyeldi: Jangan Khawatir!
BNPB dan TNI-Polri Komit Bantu Sumbar, Gubernur Mahyeldi: Jangan Khawatir!
Kepala BNPB - Gubernur Sumbar Sosialisasikan Rencana Relokasi Warga dari Zona Merah
Kepala BNPB - Gubernur Sumbar Sosialisasikan Rencana Relokasi Warga dari Zona Merah
Ingin lebih Dekat dengan Korban Bencana, Gubernur Mahyeldi akan Berkantor di Bukittinggi
Ingin lebih Dekat dengan Korban Bencana, Gubernur Mahyeldi akan Berkantor di Bukittinggi
Pimpin Rakor Penanganan Bencana di Sumbar, Ini Poin-poin Penting Instruksi Kepala BNPB
Pimpin Rakor Penanganan Bencana di Sumbar, Ini Poin-poin Penting Instruksi Kepala BNPB