Dikutip dari buku “Seabad Pers Perempuan Bahasa Ibu”, surat kabar yang digawangi oleh Rohana ini untuk menyejahterakan perempuan dengan menyamakan kedudukan perempuan pada posisi yang sejajar dengan kaum laki-laki di masa penjajahan.
Surat kabar perempuan terbit setiap sembilan hari sekali, tak hanya membahas seputar perempuan tapi juga memaparkan berbagai peristiwa seperti politik dan kriminal baik di Ranah Melayu serta negara lain.
Dalam merangkul suara wanita Soenting Melajoe membuka rubrik-rubrik terkait ihwal perempuan dan umum, selain itu Soenting Melajoe menggaet pembaca perempuan agar mau menyumbangkan karyanya berupa artikel dan lainnya, seperti syair.
Tak hanya di Ranah Minang Soenting Melajoe juga melesat ke luar Minang seperti Betawi dan Semarang. Tak sampai di sini, dia juga gemar menyalurkan aspirasinya melalui surat kabar dan majalah mulai dari nasib perempuan sampai ke luar negeri.
Selain itu, ia juga berani mengolah dan menerbitkan berita politik di Soenting Melajoe, bukan hal yang lumrah kala itu. Sebab berita politik masa itu bukan wilayah perempuan serta rentan pengawasan pemerintah kolonial. Selain itu, Rohana berprinsip perempuan harus berpartisipasi dalam pergerakan politik dan saling mendukung dengan lelaki Minang untuk menentang kesewenangan penjajah.
Baca juga: Rohana Kudus, Bersuara di Koran Bukan Curhat di Surat Ala Kartini
Selain memperkuat kiprah perempuan dengan menulis, Ruhana Kudus juga membangun sekolah kerajinan khusus perempuan. Diberi nama Sekolah Kerajinan Amai Setia, sekolah ini memberikan pelatihan keterampilan untuk perempuan seperti keterampilan mengelola keuangan, tulis-baca, budi pekerti, pendidikan agama dan Bahasa Belanda. Sekolah ini kemudian beralih menjadi Pusat Kerajinan Amai setia ini masih berdiri hingga sekarang di Koto Gadang, Agam. [pkt]