Berita Padang hari ini dan berita Sumbar hari ini: Hari ini, 21 April diperingati sebagai Hari Kartini, sebagai penghargaan atas perjuangan RA Kartini.
Padang, Padangkita.com – Hari ini, 21 April diperingati sebagai Hari Kartini, sebagai penghargaan atas perjuangan RA Kartini. Pada momentum ini, Padangkita.com mengutip kembali kisah perjuangan perempuan, Kartini dan Rohana Kudus.
Berawal dari Kartini yang dikenal dengan kebiasaannya menulis surat kepada sahabat penanya di Belanda. Surat-suratnya berisi suara hatinya yang tidak bisa mengenyam pendidikan serta keinginannya membangun sekolah. Lewat perjuangan melalui tulisan berupa surat, Kartini dapat mendirikan sekolah meskipun tidak secara langsung.
Keinginan mendirikan sekolah itu kemudian diwujudkan oleh Conrad T. van Deventer, tokoh politik etis Belanda. Van Deventer bersama istrinya Betsy Maasyang mendirikan tujuh sekolah Kartini di seluruh Jawa dalam kurun waktu 1913 hingga 1915.
Sekolah ini kemudian dikelola oleh sebuah yayasan yang diberi nama Yayasan Van Deventer pada tahun 1915. Kemudian mendukung 14 sekolah untuk ribuan perempuan dalam periode 1913 hingga 1942. Setelah Indonesia merdeka, yayasan baru bernama Van Deventer-Maas Stichting resmi berdiri tahun 1947 hingga saat ini membantu pendidikan di Indonesia.
Perempuan Pejuang dari Minangkabau
Berjuang dengan jalan menulis juga dilakukan oleh Rohana Kudus. Ia adalah perempuan Minang yang menjadi wartawan pertama. Berasal dari Koto Gadang, Agam, Sumatra Barat (Sumbar), Rohana semula menulis di surat kabar perempuan Poetri Hindia.
Setelah Poetri Hindia ditutup oleh pemerinta Hindia Belanda. Rohana Kudus kemudian berinisiatif mendirikan Soenting Melajoe pada 10 Juli 1912. Ia kemudian menjabat sebagai pemimpin redaksi.
Mendirikan surat kabar, keahlian jurnalistik Rohana ia peroleh secara otodidak. Dia tidak bisa mengecap Pendidikan, karena keterbatasan sekolah khusus perempuan membuatnya harus belajar mandiri. Keahlian ilmu jurnalistik dia dapatkan dengan bantuan tetangga ayahnya di Alahan Panjang dan membaca buku-buku di perpustakaan ayahnya.
Dikutip dari buku “Seabad Pers Perempuan Bahasa Ibu”, surat kabar yang digawangi oleh Rohana ini untuk menyejahterakan perempuan dengan menyamakan kedudukan perempuan pada posisi yang sejajar dengan kaum laki-laki di masa penjajahan.
Surat kabar perempuan terbit setiap sembilan hari sekali, tak hanya membahas seputar perempuan tapi juga memaparkan berbagai peristiwa seperti politik dan kriminal baik di Ranah Melayu serta negara lain.
Dalam merangkul suara wanita Soenting Melajoe membuka rubrik-rubrik terkait ihwal perempuan dan umum, selain itu Soenting Melajoe menggaet pembaca perempuan agar mau menyumbangkan karyanya berupa artikel dan lainnya, seperti syair.
Tak hanya di Ranah Minang Soenting Melajoe juga melesat ke luar Minang seperti Betawi dan Semarang. Tak sampai di sini, dia juga gemar menyalurkan aspirasinya melalui surat kabar dan majalah mulai dari nasib perempuan sampai ke luar negeri.
Selain itu, ia juga berani mengolah dan menerbitkan berita politik di Soenting Melajoe, bukan hal yang lumrah kala itu. Sebab berita politik masa itu bukan wilayah perempuan serta rentan pengawasan pemerintah kolonial. Selain itu, Rohana berprinsip perempuan harus berpartisipasi dalam pergerakan politik dan saling mendukung dengan lelaki Minang untuk menentang kesewenangan penjajah.
Baca juga: Rohana Kudus, Bersuara di Koran Bukan Curhat di Surat Ala Kartini
Selain memperkuat kiprah perempuan dengan menulis, Ruhana Kudus juga membangun sekolah kerajinan khusus perempuan. Diberi nama Sekolah Kerajinan Amai Setia, sekolah ini memberikan pelatihan keterampilan untuk perempuan seperti keterampilan mengelola keuangan, tulis-baca, budi pekerti, pendidikan agama dan Bahasa Belanda. Sekolah ini kemudian beralih menjadi Pusat Kerajinan Amai setia ini masih berdiri hingga sekarang di Koto Gadang, Agam. [pkt]