Profil 9 Taman Wisata Alam di Sumbar yang Siap Dikunjungi: Sejarah, Potensi, dan Aksesibilitas

Profil 9 Taman Wisata Alam di Sumbar yang Siap Dikunjungi: Sejarah, Potensi, dan Aksesibilitas

Kawasan TWA Air Putih dengan Jembatan Kelok Sembilan atau Jembatan Kelok 9 yang menghubungkan Sumbar dan Riau. [Foto: Dok. Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR]

8. Taman Wisata Alam (TWA) Saibi Sarabua

Lampiran Gambar

Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Saibi Sarabua. [Foto: Dok. BKSDA Sumbar]

Penetapan fungsi kawasan sebagai Taman Wisata Alam berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SK.602/Menlhk/Setjen/PLA.2/8/2016 Tanggal 3 Agustus 2016 dengan luas 3.220,99 hektare.

Sedangkan berdasarkan analisa keputusan penunjukkan hutan provinsi luas kawasan adalah 3.245,83 Ha. Secara geografis kawasan ini terletak pada posisi 99° 12’ 0.035” BT hingga 99° 08’ 0.011” BT dan 1° 28’ 0.012” LS hingga 01° 34’ 0.021” LS.

TWA Saibi Sarabua secara letak administratif termasuk dalam Kecamatan Siberut Tengah, Kabupaten Kepulauan Mentawai. Menurut pengelolaannya, kawasan ini terletak dalam pengawasan Seksi Konservasi Wilayah II Tanah Datar yang berkedudukan di Batusangkar dan sehari-hari di bawah pengelolaan Resort KSDA Padang Pariaman yang berkedudukan di Kota Pariaman.

Kawasan ini memiliki tipe hutan yang sangat unik yaitu hutan mangrove dan hutan dataran rendah. Hutan Mangrove yang berfungsi sebagai benteng dari abrasi pantai karena langsung berbatasan dengan laut. Sedangkan hutan dataran rendah berfungsi sebagai tempat kehidupan beberapa satwa endemik.

Daerah daerah mangrove didominasi oleh jenis Api – api (Avicennia alba), Bakau (Rhizophora apiculata) dan Songgon (Baringtonia racemosa). Masyarakat sekitar memanfaatkan hutan mangrove ini untuk tempat mencari ikan.

Di kawasan ini dapat ditemukan jenis satwa endemik Mentawai seperti Bilou (Hylobates klosii), Bokkoi (Macaca pagensis), Simakobu (Simias concolor), dan Joja (Presbytis potenziani). Potensi wisata kawasan ini eksositem mangrove dan pemandangan bawah laut.

9. Taman Wisata Alam (TWA) Singgalang Tandikek

Lampiran Gambar

Taman Wisata Alam Singgalang Tandikek. [Foto: Dok. BKSDA Sumbar]

Penetapan fungsi TWA Singgalang Tandikat berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SK.600/Menlhk/Setjen/PLA.2/8/2016 Tanggal 3 Agustus 2016 dengan luas 9.803,50 Ha. Kawasan hutan ini ditetapkan sebagai kawasan hutan sejak pemerintahan Belanda Gouvernement Besluit No. 35 Tahun 1917 tanggal 31 Januari 1917, yang dikelompokkan dalam kawasan hutan register 2.

Posisi geografis kawasan berada pada posisi 100° 22’ 0.025” BT hingga 100° 16’ 0.028” BT dan 0°21’ 0.035” LS hingga 00° 28’ 0.051” LS. Secara administrasi pemerintahan, kawasan ini terletak di Kabupaten Tanah Datar, Agam dan Padang Pariaman.

Kawasan Suaka Alam Singgalang Tandikat (Tandikek) memiliki aksesibilitas relatif baik, yang dikelilingi oleh jalan raya beraspal hot mix, untuk mencapai kawasan melalui jalan setapak dengan berjalan kaki dengan jarak bervariasi antara 1 -10 km.

Jarak kawasan ke beberapa kota/daerah penting adalah sebagai berikut; jarak ke Kantor Balai KSDA Sumatra Barat (Kota Padang) sekitar 60 km, jarak ke kantor Seksi Konservasi pengelola (Batusangkar) sekitar 35 km, jarak ke Ibu Kota Kabupaten Agam (Lubuk Basung) sekitar 50 km, jarak ke Kota Pariaman sekitar 30 km.

Tanah kawasan Suaka Alam Singgalang Tandikat bagian Padang Pariaman terdiri dari tanah latosol, andosol humic dan tanah andosol okrik. Jenis tanah latosol merupakan tanah yang sangat potensial, dengan struktur halus, drainase baik, suhu dalam, kesuburan sedang.

Jenis tanah andosol humic dan okrik terbentuk dari bahan baku pada pegunungan vulkanik Singgalang. Yang perlu mendapat perhatian adalah jenis tanah tersebut termasuk jenis yang peka terhadap erosi, hingga pembukaan tutupan hutan akan segera menimbulkan dampak terhadap kesuburan lahan.

Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, iklim kawasan ini diklasifikasikan ke dalam Tipe A sampai A2 dengan jumlah bulan basah lebih dari 9 bulan dalam setahun. KSA/ KPA Singgalang Tandikat memiliki satuan fisiografi datar sampai berbukit.

Daerah agak landai dan lembah sungai telah lama dimanfaatkan masyarakat sebagai lahan pertanian. Ketinggian kawasan dari permukaan laut tercatat 1.190 – 2.890 m dpl, Gunung Tandikat (Tandikek) memiliki ketinggian 2.438 m dpl sedangkan Gunung Singgalang sedikit lebih tinggi, tercatat 2.877 m dpl.

Gunung Tandikat merupakan gunung yang masih aktif, sedangkan Gunung Singgalang sudah tidak aktif lagi, di puncak Singgalang terdapat Telaga Dewi yang dahulunya diperkirakan merupakan salah satu kaldera dulunya dengan luas sekitar 2 hektare.

Berdasarkan letak, ketinggian, unsur iklim, dan vegetasinya, ekosistem Suaka Alam Singgalang Tandikek diklasifikasikan ke dalam tipe ekosistem hutan hujan pegunungan campuran non-Dipterocarpaceae. Vegetasi hutan ini, sesuai ketinggian tempatnya, terbagi menjadi hutan dataran rendah, hutan sub montana, hutan montana, dan hutan sub-alpina.

Hasil eksplorasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (sekarang BRIN) pada tahun 1996 menunjukan kawasan ini kaya akan jenis tanaman bawah dan anggrek, di antaranya; Jasminum sp (melati), Haberria sp, Eria pilitera, Eria iridifolia, Trichotosia sp, Epigenicum cymbidiodes, Eria panea, Globa sp, Phaius tankervilliae Bl, Bulbophyllum adorata Lindl, Goodyera sp, Malaxis sp, Liparis latifolia, Cryptostylis arachrites Bl.

Kemudian, juga ditemukan Napenthes rafflesian Jack Var Ar (kantong semar). Tanaman anggrek yang ditemukan di Singgalang terdiri dari 24 jenis dari 20 suku, dan jenis anggrek di Tandikat lebih banyak lagi yaitu 51 jenis yang termasuk ke dalam 31 suku.

Kawasan Suaka Alam Singgalang Tandikek juga memiliki kekayaan jenis tanaman hias dan tanaman obat yang cukup banyak dan dirasa sangat potensial untuk dikembangkan lebih jauh, dibanding ekstraksi hutan secara langsung melalui komersialisasi potensi jenis-jenis kayu berharga.

Fauna yang pernah dilaporakan di kawasan ini antara lain adalah Nycticebus coucang (Kukang), Hylobates agilis (Ungko/Owa), Helarctos malayanus (Beruang madu), Arctictis binturong (Binturung), Felis bengalensis (Kucing hutan), Neofelis nebulosa (Kucing Dahan), Panthera tigris sumatrae (Harimau Sumatra), Tragulus javanicus (Pelanduk), Cervus unicolor (Rusa), Muntiacus muncak (Kijang), Capricornis sumatrensis (Kambing gunung), Manis javanica (Trenggiling), Ratufa bicolor (Kerawak hitam), Hystrix brachyuran (Landak).

Adapun potensi wisata alam adalah, pendakian ke puncak Gunung Singgalang melalui rute antara lain dari Limo Badak Siskan, Koto Tuo Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, Nagari Pakan Sinayan dan Sungai Tanang Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam, Nagari Pagu-pagu dan Koto Laweh Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar.

Baca juga: Potensi Taman Wisata Alam di Sumbar Luar Biasa! Ini Daftar 9 TWA Dikelola BKSDA

Pemandangan puncak Gunung Singgalang dan Tandikat (Tandikek) menawarkan pemandangan sekitar Sumatra Barat (Sumbar) bagian tengah, telaga dewi, dan hutan lumut yang sangat menarik untuk dilihat langsung. [*/pkt]

Halaman:

Baca Juga

Harimau Sumatra Terpantau di Saluran Air, Tim BKSDA Lakukan Penanganan Cepat
Harimau Sumatra Terpantau di Saluran Air, Tim BKSDA Lakukan Penanganan Cepat
Kemendagri Puji Kesiapan Sumbar sebagai Tuan Rumah Event Nasional
Kemendagri Puji Kesiapan Sumbar sebagai Tuan Rumah Event Nasional
Di Depan Mahasiswa, Ini Hasil Kinerja - Fokus Percepatan Pembangunan yang Dipaparkan Gubernur Mahyeldi
Di Depan Mahasiswa, Ini Hasil Kinerja - Fokus Percepatan Pembangunan yang Dipaparkan Gubernur Mahyeldi
Catatkan SHU Rp1,9 Miliar, Koperasi KPN Balai Kota Padang Raih Sertifikat Sehat
Catatkan SHU Rp1,9 Miliar, Koperasi KPN Balai Kota Padang Raih Sertifikat Sehat
Harimau Sumatra di Tigo Nagari Berhasil Dievakuasi Setelah 8 Bulan Berkeliaran
Harimau Sumatra di Tigo Nagari Berhasil Dievakuasi Setelah 8 Bulan Berkeliaran
Catat Kinerja Positif, Laba Bersih Bank Nagari 2023 Capai Rp523,61 Miliar
Catat Kinerja Positif, Laba Bersih Bank Nagari 2023 Capai Rp523,61 Miliar