Simpang Empat, Padangkita.com - Kepemilikan lahan seluas 374 hektare milik Koperasi Serba Usaha (KSU) Air Bangis Semesta menjadi polemik antara kepengurusan baru dan lama. Pasalnya, lahan ratusan hektar itu kepemilikannya masih dikeragui.
Pengurus baru hasil Rapat Anggota Tahunan (RAT) Luar Biasa yang dilaksanakan di Balairong Pusako Anak Nagari pada Kamis (29/7/2021) mempertanyakan adanya penyerahan lahan ke pemerintah tanpa adanya keputusan melalui RAT.
"Kita akan pertanyakan mengenai tindakan oknum pengurus KSU Air Bangis Semesta lama yang menyerahkan lahan plasma 374 kepada pemerintah pada 15 Februari 2021 di hadapan penyidik Polres Pasbar, dengan alasan yang menyatakan bahwa lahan tersebut berada di dalam kawasan hutan produksi," ujar Sekretaris terpilih KSU 374 Air Bangis Semesta, Effendi Efendra, Rabu (4/8/2021).
Menurut Effendi, penyerahan lahan ke pemerintah itu tidak masuk akal, karena lahan itu milik anggota KSU yang berjumlah 3.768 orang dan sudah dimanfaatkan selama 15 tahun.
Lalu, kata Effendi, sejak 2018, pengurus lama tidak pernah lagi menggelar RAT dan akhirnya berujung mosi tidak percaya.
Tidak hanya itu, lahan seluas 374 hektare tersebut juga tidak diurus karena pengurus tidak bersedia diawasi oleh angota.
"Saat itu, pengurus dengan arogannya menyampaikan di hadapan pemerintah daerah, biarlah lahan 374 hektare itu hancur daripada harus diawasi oleh anggota. Sehingga, sampai sekarang lahan itu tidak dirawat dan dibiarkan begitu saja," jelasnya.
Ditambahkan Effendi, atas dasar itulah digelar RAT Luar Biasa dan meminta kepada pemerintah daerah serta instansi terkait untuk memberikan titik terang mengenai status lahan plasma 374 yang berada di bawah binaan bapak angkat PT Bintara Tani Nusantara.
Effendi menilai, bahwa status lahan plasma itu legal yang didukung dengan legalitas yang jelas, seperti adanya surat perjanjian kerjasama antara PT BTN dengan KSU Air Bangis Semesta dalam pembangunan kebun plasma pada tanggal 30 Agustus 2003.
Kemudian, adanya izin prinsip untuk pembukaan lahan kebun plasma Nagari Air Bangis tanggal 7 Juli 2004, adanya rekomendasi kelayakan pembangunan kebun oleh Dinas Pertanian, Kelautan dan Perikanan tanggal 21 Desember 2004, adanya rekomendasi pelaksanaan land clearing oleh Bupati Pasaman Barat tanggal 21 Desember 2004 serta pencairan fasilitas kredit dari Bank Mandiri dengan nomor akta perjanjian kredit Nomor 169 tanggal 23 Februari 2005.
"Menurut hemat kami, hal tersebut telah memenuhi syarat adanya pembangunan kebun plasma dan juga sah sebagai legalitas kebun. Tapi, menurut instansi terkait, lahan 374 itu berada di kawasan hutan produksi, tentu kami tidak serta-merta menerima begitu saja, karena kami punya legalitas yang jelas dari awal perjanjian dengan PT BTN," tegasnya.
Disamping itu, pengurus terpilih juga menyatakan, bahwa mereka juga memberi ruang kepada pemerintah daerah untuk mengusut tuntas siapa dalang di balik proses pembangunan plasma 374 itu.
"Kalau memang itu kawasan hutan produksi, kami harap pemerintah daerah dan aparat penegak hukum mengusut tuntas proses terjadinya pembangunan plasma 374 itu. Jangan warga atau anggota plasma kami yang ditangkap ketika kami menuntut hak kami sebagai anggota plasma yang jelas-jelas itu adalah hak kami sesuai kesepakatan dengan pihak PT BTN. Untuk itu, kami berharap kepada pemerintah daerah agar menindaklanjuti hal ini sampai tuntas," imbuhnya.
Effemdi juga menegaskan, bahwa pihaknya menghormati undang-undang yang berlaku di Negara Republik Indonesia. Namun, ia berharap, agar apa yang sudah menjadi hak mereka yaitu 10 persen dari total lahan yang dijadikan perkebunan oleh PT BTN menjadi lahan kebun plasma masyarakat, karena di sana ada hajat orang banyak.
Baca juga: Tak Terima Dimutasi, Pekerja Perkebunan Sawit di Pasbar Mengadu ke Disnakertrans
"Kami tidak mempermasalahkan apabila hal itu memang sudah diputuskan sebagai kawasan hutan produksi, namun kami meminta agar hak kami diberikan gantinya. Sepengetahuan kami, dulu kerjasamanya adalah untuk mengembangkan dan mengelola perkebunan dalam artian yang kami terima adalah kebun, bukan hutan atau semacamnya," katanya. [zfk]