Berita Padang terbaru berita Sumbar terbaru: Berdasarkan hasil survei Spektrum Politika Institut, minimnya dukungan untuk PDIP di Sumbar karena tokohnya malas mendekat ke rakyat.
Padang, Padangkita.com - Spektrum Politika Institut, sebuah lembaga riset dan konsultan, mengeluarkan hasil survei persepsi masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) terhadap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pasca-Pemilu 2019. Berdasarkan hasil riset, ada berbagai alasan PDIP tidak mendapat dukungan maksimal di Sumbar.
Direktur Data dan Survei Spektrum Politika Institut, Andri Rusta, menjelaskan survei dilakukan pada 10-15 September 2020 dengan mengumpulkan data di 19 Kabupaten/Kota yang ada. Riset ini mewawancarai sebanyak 1.220 responden yang menjadi sampel yang diambil secara bertingkat di seluruh kabupaten/kota di Sumbar.
Sampel lalu diacak secara proporsional dengan memperhatikan jumlah penduduk dan karakteristik penduduk yang ada di kabupaten/kota. Adapun “margin of error” dari sampel yang diambil tersebut adalah sebesar 2,9 persen. Untuk menjaga kualitas survei ini, maka quality control juga dilakukan dengan cara menelepon ulang responden untuk mengkonfirmasi jawaban mereka sebelumnya. Quality control survei ini dilakukan terhadap 60 persen dari total sampel yang diwawancarai oleh enumerator sebelumnya.
"Survei ini menanyakan secara acak kepada masyarakat sebagai pemilih yang terdaftar namanya dalam DPT Pemilu 2019. Pertanyaan dikaitkan dengan mengapa mereka sebagai pemilih tidak memilih PDI-Perjuangan. Apakah ada alasan khusus sehingga PDI-Perjuangan tidak mendapat dukungan maksimal di Sumbar," jelasnya.
Berdasarkan hasil survei, alasan terbesar PDIP belum mendapatkan suara maksimal di Sumbar yaitu lemahnya komunikasi politik elite PDIP.
"Masalah komunikasi politik antara elite dan massa menjadi penting dalam membangun kepercayaan politik masyarakat. Buktinya alasan terbanyak mengapa masyarakat Sumbar tidak mempercayai PDIP sebagai partai politik yang bisa mewakili kepentingannya di lembaga perwakilan politik. Sebanyak 62,3 persen masyarakat merasakan tidak adanya tokoh PDIP yang mau mendekatkan diri atau mendatangi mereka walaupun hanya sekadar untuk bertegur sapa atau berdiskusi," terangnya.
Kedua, lemahnya figur di PDIP. Andri menjelaskan masalah lain di partai politik ini adalah tidak adanya tokoh lokal atau daerah setempat yang dikenal oleh masyarakat sehingga berdampak pada kepercayaan politik mereka kepada PDIP.
"Ini terbukti sebanyak 62 persen masyarakat Sumbar mengatakan mereka tidak pernah tahu dan tidak mengenal tokoh-tokoh PDIP di daerah mereka. Jelas ini menjadi persoalan penting ke depan bagi PDIP dalam menempatkan kader-kader mereka dalam mewakili kepentingan politik masyarakat di daerah tertentu agar mendapatkan dukungan publik," sebutnya.
Ketiga, aktivitas politik PDIP tidak sesuai dengan keyakinan politik masyarakat. Menariknya, imbuhnya, sebanyak 60,3 persen masyarakat Sumbar menilai apa yang dilakukan PDIP terkait dengan aktivitas politik partai ini dianggap tidak sesuai dengan keyakinan politik mereka. Menurut Spektrum Politika Institut, ini jelas ada hubungannya dengan manifesto partai banteng moncong putih ini di tengah masyarakat Sumbar.
Keempat, arogansi elite PDIP di tingkat pusat. Hal ini juga mempengaruhi persepsi mereka terhadap partai ini. Dari hasil survei, ternyata ada sebanyak 58,1 persen masyarakat Sumbar yang adanya sikap arogansi dan overacting elite ini sehingga mempengaruhi cara pandang mereka terhadap PDIP.
Kelima, dominasi elite PDIP di pemerintahan. "Sebanyak 55,9 persen masyarakat Sumbar menyatakan bahwa pengaruh PDIP terlalu dominan dalam penyelenggaraan pemerintahan Jokowi yang menyebabkan sebagian mereka tidak begitu simpati. Memang terlihat ada korelasi yang positif jawaban masyarakat ini dengan kekalahan telak Presiden Jokowi dalam Pemilu 2019 yang lalu karena adanya dominasi PDIP tersebut," jelasnya pula.
Keenam, gagasan, sikap, perilaku elite PDIP di tingkat pusat yang bermasalah. Kata dia, gagasan, sikap dan perilaku politik elite PDIP di tingkat pusat yang ada dalam pemberitaan di media cetak dan media online yang tidak sesuai dengan harapan dan keinginan masyarakat Sumbar.
Ini terbukti sebanyak 48 persen masyarakat tidak menyukai gagasan, sikap dan perilaku politik elite PDIP yang ditunjukkan ke publik Sumbar.
Ketujuh, menghargai pluralisme, namun mengabaikan Islam. Memang PDIP dikenal sebagai partai yang mengusung jargon nasionalisme dalam keberagaman. Namun jargon ini memunculkan persepsi dari masyarakat Sumbar bahwa akibat memberi ruang pada pluralisme ini, PDIP justru mengabaikan Islam sebagai keyakinan masyarakat Sumbar yang mayoritas beragama Islam.
"Sebanyak 44,1 persen masyarakat mempunyai persepsi seperti ini," ungkapnya.
Sebelumnya Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pernah mengeluhkan kepada publik tentang kondisi partainya yang belum mendapatkan kepercayaan masyarakat Sumbar.
“Kalau saya melihat, seperti Sumatra Barat, itu saya pikir 'kenapa, ya, rakyat di Sumatra Barat itu sepertinya belum menyukai PDIP meskipun sudah ada beberapa daerah yang mau, yang meminta, katakan sudah ada DPC-nya, DPD-nya. Tapi kalau untuk mencari pemimpin di daerah tersebut mengapa, kok, masih agak sulit," kata Megawati.
Ini bermula dari rendahnya perolehan suara PDIP dalam Pemilu 2019 sehingga tidak bisa mengantarkan wakilnya duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024. Padahal periode sebelumnya, partai berlambang banteng moncong putih ini berhasil menempatkan 2 wakilnya di DPR, masing-masing 1 kursi dari Dapil 1 dan 1 kursi dari Dapil 2 Sumbar.
Memang, keluhan Megawati ini sangat beralasan mengingat kader utama mereka, Jokowi saat ini adalah presiden terpilih yang memenangi Pemilu 2019, namun memperoleh suara paling sedikit di Sumbar dan bahkan Indonesia. Perbandingan perolehan suara yang diperoleh Jokowi yang diusung oleh PDIP dengan Prabowo Subianto yang diusung oleh Gerindra, yaitu 14,05 persen berbanding 85,95 persen atau 407.761 suara dengan 2.488.733 suara.
Kekalahan Jokowi ini mengulangi kekalahannya pada Pemilu 2014 dengan lawan yang sama dengan perbandingan suara 23,1 persen berbanding 76,9 persen. [pkt]